
TEMPO.CO, Jakarta -Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan relawan Teman Ahok bukan orang yang anti terhadap partai politik. “Masalahnya Teman Ahok enggak percaya parpol bisa mengusung saya,” kata Ahok di Balai Kota, Jumat, 27 Mei 2016.
Ahok menilai kemunculan Teman Ahok didasari pada kekhawatiran sekelompok pemuda yang menilai tidak ada partai yang bersungguh-sungguh mendukung Ahok. Ahok pun sempat melontarkan pertanyaan kepada Teman Ahok apabila PDIP mendukung dia dalam pilkada 2017. Teman Ahok, ujar dia, melarang Ahok didukung oleh PDIP karena khawatir tidak sepenuhnya mendukung.
Ahok lalu menargetkan satu juta KTP kepada Teman Ahok apabila ingin mendukung sebagai calon perseorangan. Ia pun menilai sungguh-sungguh kinerja para relawan yang waktu itu bisa mengumpulkan lebih dari lima ratus ribu dukungan KTP. “Saya bisa nyalon waktu itu,” kata dia.
Untuk urusan menang kalah, kata Ahok, adalah nomor dua. Ahok memilih kepercayaan adalah hal yang paling utama dibanding menang atau kalah. Ahok berujar tidak merasa takut apabila harus kalah pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. “Kalau saya harus kalah pun ya sudah, tapi saya tidak mengecewakan Teman Ahok,” ujar dia.
Partai Gerindra akan berkoalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan pihaknya tengah mempertimbangkan rencana koalisi itu. Ia menilai rencana itu adalah ide yang bisa direalisasikan. Ia mengklaim kekuatan PDIP nomor 1 di DKI diikuti partainya.
Denny JA: tiga kelemahan jika Ahok mencalonkan tidak lewat partai
ANTARA News
Denny JA: tiga kelemahan jika Ahok mencalonkan tidak lewat partai
Jumat, 27 Mei 2016 20:06 WIB - 1.074 Views
Pewarta: Ruslan Burhani
Denny JA: tiga kelemahan jika Ahok mencalonkan tidak lewat partai
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia, Denny Januar Ali (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
Jakarta (ANTARA News) - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok diharapkan berpikir ulang soal jalur independen (perseorangan) sebagai jalan menjadi bakal calon gubernur Jakarta 2017-2022. Apalagi jika sebenarnya tersedia koalisi partai yang cukup untuk menominasikannya kembali.
"Jika melanjutkan jalur independen dan terpilih, Ahok kembali mewarisi pemerintahan yang terbelah (divided government). Yaitu pemerintahan eksekutif yang mendapatkan perlawanan mayoritas legislatif (DPRD). Ini akan merugikan dan menyulitkan Ahok sendiri ketika ia terpilih sebagai gubernur, " Denny JA, pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (27/5).
Menurut Denny JA, ada tiga kelemahan yang kembali diwarisi Ahok jika ia kembali terpilih sebagai gubernur melalui jalur independen dan mendapatkan pelawanan mayoritas DPRD yang hostile (bermusuhan).
Pertama, Ahok kembali akan kesulitan dalam anggaran belanja untuk program pemerintah. Kedua, Ahok akan kesulitan melahirkan Perda sebagai payung hukum kebijakannya. Ketiga, Ahok akan terganggu dengan aneka pengawasan DPRD yang "berlebihan".
Denny JA mengidealkan Ahok menggalang dan mencalonkan diri melalui koalisi partai yang dominan di DPRD. Total kursi DPRD hasil pemilu 2014-2019 : 106 kursi. Nasdem dan Hanura yang sudah mempublikasi dukungannya sudah menyumbang 5 kursi + 10 kursi = 15 kursi. Ditambah Golkar di bawah Setya Novanto jika mendukung Ahok, total menjadi 15 kursi + 9 kursi = 24 kursi.
Untuk sah menjadi calon hanya dibutuhkan 20 persen kursi, equivalen dengan 22 kursi saja. Koalisi Golkar, Nasdem dan Hanura sudah melampaui syarat minimal itu.
Untuk menguasai mayoritas DPRD, ahok membutuhkan minimal 50 persen + 1, equivalen dengan 53 kursi. Jika PDIP (28 kursi) ditambah satu partai berbasis Islam, mayoritas DPRD sudah bisa diraih.
PKB memiliki 6 kursi. PAN mendapatkan 2 kursi. Koalisi PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura dan PKB menguasai mayoritas 58 kursi. Atau koalisi PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura dan PAN menguasai mayoritas 54 kursi.
"Sebagai pemimpin dan politisi yang ingin berhasil, Ahok harus punya keinginan membentuk pemerintahan yang kuat, yang didukung oleh mayoritas DPRD, sehingga masih tersedia cukup waktu bagi Ahok untuk memilih membentuk pemerintahan yang kuat, dimulai dengan maju melalui koalisi partai politik," demikian Dennya JA.
Sekarangpun keknya semua parpol memusuhi ahok, hanya karena besarnya dukungan publik ada partai yg berlagak manis, hal itu bisa dilihat dari penolakan beberapa program ahok
ketika ahok makin keras dan publik dibelakang ahok baru satu persatu balik badan mendukung, lihat soal sumber waras, penggusuran, reklamasi
jadi analisis deny ja tidak sepenuhnya benar, ahok akan tetap jalan dg pola seperti sekarang, lebih banyak manfaatkan peran swasta dalam mendukung pembangunan DKI baik lewat CSR maupun kontribusi tambahan
karena APBD juga dihambat DPRD, APBD akan banyak digunakan hanya untuk kegiatan rutin (belanja pegawai, program kesejahteraan KJP/KJS, penanggulangan banjir dan transportasi) yg tidak mungkin dihambat DPRD
dan dengan pola kepemimpinan ahok yg seperti itu sudah benar maju lewat jalur independen, dengan memaksimalkan pelayanan publik maka dukungan publik yg akan membackup dia juga makin besar