kortikalAvatar border
TS
kortikal
Kokangan Senjata dan Ketegangan Mei '98 dalam Kenangan Adian Napitupulu
KOMPAS.com - Aktivis mahasiswa di era reformasi, Adian Yunus Yusak Napitupulu, berkisah mengenai peristiwa Mei 1998 saat tuntutan agar Presiden Soeharto mundur semakin besar.

Kala itu, gerakan mahasiswa terbagi menjadi dua, yaitu Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Se-Jakarta (FKSMJ) dan Forum Kota. Meski begitu, mahasiswa tetap bersatu menyuarakan tuntutan yang sama: mundurnya Soeharto.

Aksi mahasiswa mencapai momentumnya pada 18 Mei 1998, ketika ribuan mahasiswa mengepung Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Menurut Adian, setidaknya ada 7.000 orang dalam aksi itu. Jumlah itu terus bertambah, yang kemudian menjadikan mahasiswa berhasil masuk dan menguasai Gedung DPR/MPR.

Adian yang kala itu menjaga gerbang masuk, turut menyeleksi siapa-siapa saja mahasiswa yang bisa masuk. Beberapa saat setelah memasuki Kompleks Parlemen, ribuan mahasiswa tersebut menghambur menuju air mancur di halaman DPR.

Adian dan ribuan mahasiswa lainnya kemudian berkumpul di depan jajaran tiang bendera Kompleks Parlemen. Spanduk bertuliskan "Bubarkan DPR/MPR" dan "Adili "Soeharto" dinaikkan di tiang bendera itu.

Namun, aksi menaikkan spanduk itu mendapat penentangan dari aparat yang menjaga aksi demonstrasi.

"Wah, itu dikokang semua senjata. Kami tiarap semua di situ. Banyak sekali aparatnya," kata Adian saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/5/2016).

Ancaman senjata tersebut, kata dia, adalah untuk meminta para mahasiswa segera menurunkan spanduk.

Negosiasi pun dilakukan antara perwakilan mahasiswa dan aparat. Hingga akhirnya senjata aparat ditarik kembali, spanduk itu pun ikut diturunkan.

Adian menambahkan, situasi saat itu memang mencekam. Aparat militer tersebar tiap sudut Jakarta. Mereka tak beridentitas namun berbekal senjata yang siap mengancam siapa saja yang dianggap berulah.

"Lapis baja, mulai water cannon hingga panser meraung di jalanan. Sniper menunggu kampus-kampus yang akan bergerak," tutur Adian.

Saat itu, memang tidak hanya mahasiswa yang berada di Gedung DPR/MPR untuk menuntut Soeharto mundur. Ada juga Ketua PP Muhammadiyah Amien Rais dan sejumlah tokoh masyarakat.

Amien Rais pun ikut berorasi. Dia maju dan naik ke atap mobil, sambil menenteng toa di tangannya. Namun, menurut Adian, tidak semua mahasiswa simpati terhadap Amien Rais.

"Belum sempat (Amien) ngomong, puluhan gelas air mineral terbang ke dia. Sampai dia turun dan masuk lagi," kata Adian.

Peristiwa yang terjadi pada 18 Mei 1998 merupakan bagian dari rangkaian panjang menjelang jatuhnya Soeharto.

(Baca juga: 18 Mei 1998 Jakarta Mencekam, tetapi Mahasiswa Bergerak Kuasai Gedung DPR/MPR)

Mengutip dokumen Harian Kompas yang terbit 19 Mei 1998, mahasiswa yang menguasai pelataran Gedung DPR/MPR memutuskan untuk bermalam. Mereka diminta pulang hingga disediakan bus, tapi menolak.

Setelah mahasiswa berhasil menduduki Gedung DPR/MPR, desakan untuk menuntu Soeharto mundur semakin kuat. Pimpinan DPR/MPR pun meminta Presiden Soeharto untuk mundur.

Permintaan itu disampaikan Ketua DPR/MPR Harmoko yang didampingi pimpinan lain, yaitu Ismail Hasan Metareum, Abdul Gafur, Fatimah Achmad, dan Syarwan Hamid, pada 18 Mei 1998.

(Baca: 18 Tahun Silam, Ketua DPR/MPR Harmoko Minta Presiden Soeharto Mundur)

"Dalam menanggapi situasi seperti tersebut di atas, Pimpinan Dewan baik Ketua maupun Wakil-wakil Ketua mengharapkan demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri," ujar Harmoko dalam keterangan resmi kepada pers.KEPANASAN



Ini saat demo pak Harto, menuntut reformasi, demo saat panas siang hari, awas ya bawah ane jgn ada yg pasang foto aneh2 emoticon-Mademoticon-Mad
0
10.8K
27
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan