- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Mereka salahkan Ahok soal kontribusi pengembang tanpa aturan


TS
aghilfath
Mereka salahkan Ahok soal kontribusi pengembang tanpa aturan
Spoiler for Mereka salahkan Ahok soal kontribusi pengembang tanpa aturan:

Merdeka.com - Banyak temuan baru di balik kasus dugaan suap pembahasan dua raperda tentang reklamasi 17 pulau di teluk Jakarta. Terbaru, di sebut-sebut Pemprov DKI Jakarta telah menerima kontribusi tambahan yang dibebankan pada pengembang pemenang pulau buatan itu.
Padahal, aturan baru soal persentase kontribusi tambahan pengembang belum ada payung hukum. Mengingat aturan yang membahas tentang kontribusi lahan pengembang dihentikan di DPRD DKI setelah KPK mengendus ada praktik curang yang dilakukan mantan anggota DPRD DKI Jakarta, M Sanusi.
Dalam pembahasannya, tambahan kontribusi pengembang yang diajukan DKI sebesar 15 persen dikalikan NJOP. Namun, angka ini belum disepakati pengembangan mengingat jumlahnya yang cukup besar hingga dianggap memberatkan. Inilah yang kemudian jadi perdebatan.
Disebut-sebut, Agung Podomoro Land sebagai salah satu pengembang yang telah menjalani kewajibannya terhadap kontribusi tambahan yang diminta Pempro
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, menegaskan meski dua raperda reklamasi batal dibahas sampai tuntas, pihaknya dan pengembang telah membuat perjanjian.
"Ada payung hukumnya. Apa? Perjanjian kerjasama. Jadi sekarang gini, kita dalam UU nomor 30 2014, dalam administrasi pemerintahan, kita ini punya hak diskresi ketika pulau izinnya habis perlu disambung, Anda kalau enggak mau sambung berapa puluh ribu orang enggak kerja," katanya si Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (12/5).
Kata dia, diskresi bisa saja dikeluarkan jika ada kekosongan hukum.
Dana ini untuk menjamin kelangsungan ekonomi di Jakarta, mengingat pembahasan peraturan daerah (Perda) terkait reklamasi di teluk Jakarta tak kunjung selesai yang berpotensi pada habisnya masa izin pelaksanaan dan prinsip pembangunan reklamasi.
Bahkan, tegasnya, soal kontribusi tambahan ini diatur dalam Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1995 pasal 1 Huruf S. Dasar ini yang menjadi acuan Ahok dalam mengusulkan peningkatan kontribusi tambahan menjadi 15 persen dikali nilai jual obyek pajak (NJOP)
"Perjanjian sesuai Keppres turunannya. Jadi yang pertama ngelakuin reklamasi adalah PT MKY tahun 1997. Lalu dia mulai kerja tahun 1997, waktu kerja bagaimana? Dia buat perjanjian dengan DKI sebagai bagian turunan dari Keppres. Di situ disebutkan mereka harus melakukan kontribusi," kata Ahok di Balai kota, Jakarta, Jumat (20/5).
Penjelasan Ahok soal keabsahan dana tambahan kontribusi disalurkan lebih awal, dikritik sejumlah pihak. Mereka mempertanyakan bagaimana bisa dana kontribusi tambahan sudah dikeluarkan hanya mengacu pada perjanjian.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sony Sumarsono mengungkapkan, setiap perjanjian yang bersangkutan dengan pemerintah daerah harus memiliki landasan hukum.
Setidak-tidaknya adalah Peraturan Daerah (Perda), walaupun perjanjian tersebut berlandaskan kebebasan mengambil keputusan dari seorang gubernur.
"Tetep aturannya harus ada Perda-nya. Harus ada Perda-nya. Semua harus ada aturannya, Perda," kata Sony di Kantor BNPP, Jakarta, Kamis (19/5).
Selain itu, dia mengingatkan, agar permasalahan reklamasi di Teluk Jakarta tidak menafikan kepentingan masyarakat. Sebagai contoh, pemanfaatan reklamasi di Manado yang memberikan kontribusi sebesar 16 persen.
"Biasanya setiap perjanjian reklamasi kan pasti ada porsi untuk memberikan benefit kepada masyarakat. Di Manado juga ada 16 persen. Ini hanya soal MoU kesepakatan saja, intinya pemanfaatan. Itu boleh asalkan di-record di APBD. Ini pemanfaatannya saja, bukan uangnya ya. Makanya lahan itu untuk kepentingan publik," tegasnya.
Pernyataan serupa juga disampaikan Ketua KPK, Agus Rahardjo. Menurutnya, akan menimbulkan pertanyaan bilamana sebuah keputusan diambil saat peraturan tersebut belum ada.
"Nah kalau enggak ada peraturannya, itu kita ada tanda tanya besar. Seyogyanya peraturannya harus disiapkan dulu," kata Agus di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/5).
Menurutnya, seharusnya semua tindakan yang diambil terlebih dulu peraturannya. Termasuk dalam keputusan yang diambil Ahok soal tambahan kontribusi pengembang.
"Kan bisa kalau di tingkat pusat tidak ada peraturannya kita bisa buat perda, buat pergub, jangan kemudian kita kalau sebagai birokrat bertindak sesuatu tanpa ada acuan perundang-undangannya itu kan tidak boleh," ujarnya.
Kritik juga datang dari Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi NasDem, Inggard Joshua. Dia menilai Ahok semena-mena menekan pihak korporasi untuk memberikan kontribusi 15 persen sebagai pemulus dikeluarkan perizinan. Padahal, kata dia, itu tidak diatur dalam Undang-Undang.
"Pada dasarnya kalau daerah tertentu membuka usaha di suatu daerah maka daerah tertentu itu dapat imbalan. Tapi yang terjadi tidak seperti itu, bagaimana kepentingan eksekutif mengambil ini," ujar Inggard dalam diskusi dengan topik 'Dapatkah Ahok membangun DKI di luar mekanisme APBD' di Jalan Tebet Timur Dalam Raya Nomor 43, Jakarta Selatan, Kamis (19/5).
"Ini melanggar hukum, karena tidak mungkin swasta memberikan uang ke Pemerintah Daerah (Pemda). Ini suatu gratifikasi, hanya saja bagaimana aparatur penegak hukum mengatur. Belum buat aturan tapi sudah keluarkan rekomendasi," sambungnya.
Meski banjir kritikan, aturan baru di dalam draf rancangan peraturan daerah tentang reklamasi Teluk Jakarta justru menambah beban ke pengembang. Agar manfaat lebih besar bagi publik Jakarta, Ahok memasukkan formula penghitungan tambahan kontribusi 15 persen dalam rancangan peraturan daerah (raperda) reklamasi.
Ahok mengungkapkan tak ada yang salah jika pengembang membayar kontribusi tambahan dalam bentuk barang atau aset Pemda DKI. Yang salah dan bisa disebut gratifikasi, katanya, jika ada pembayaran kontribusi itu dilakukan di hanya antara Ahok dengan pengembang.
"Di situ kami keluarkan Pergub diskresi untuk kamu bayar dalam bentuk barang salah enggak? Ya enggak dong," kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Jumat (20/5).
"Yang salah itu kalau saya bilang 'eh bos dulu kan kamu bayar nih, karena dari Mendagri menghapus, kamu tetap bayar tapi di bawah tangan ke saya' nah itu bukan diskresi tapi gratifikasi dan pemerasan," tegasnya.
Sumber : http://m.merdeka.com/jakarta/mereka-...litnews-1.html
Klo bisa dibuat salah kenapa harus dibenar kan, periuk sebagian besar penghisap uang negara sudah kering nih, jangan sampai dia berkuasa lebih lama lagi

0
2.6K
Kutip
22
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan