
TEMPO.CO, Bandung - Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengaku termasuk yang tidak keberatan atas usul menjadikan Presiden RI kedua Soeharto sebagai pahlawan nasional. “Bung Karno dulu juga dihujat, tapi dia proklamator. Pak Harto juga. Pembangunan take-off karena Pak Harto,” kata dia di Bandung, Jumat, 20 Mei 2016.
Menurut Deddy, Soeharto sudah menerima hukuman atas sejumlah tuduhan pelanggaran hak asasi manusia selama menjabat presiden 32 tahun. “Sudah dihujat, dimaki-maki, dirumahkan, sudahlah. Dia sudah mengalami sebuah proses hukuman. Pak Harto sempat diadili, tapi enggak sanggup fisiknya,” kata dia.
Menurut Deddy, semua pemimpin Indonesia punya jasanya masing-masing, sehingga cukup layak mendapat gelar pahlawan. “Saya melihat kebaikannya. Jasanya Pak Harto yang membuat dia layak jadi pahlawan,” ujar Deddy.
Deddy mengimbuhkan, salah satu jasa Soeharto ada pada pertumbuhan ekonomi yang pesat serta pembangunan di mana-mana. “Salah satu yang bisa kita nikmati saat ini adalah karya-karya beliau, kemajuan secara fisik di era beliau paling banyak. Lu ngomong mau bantah gimana coba? Pertumbuhan ekonomi sangat pesat, pembangunan di mana-mana. Ini kita rasakan,” kata dia.
Wacana mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional kembali mengemuka. Wacana itu disuarakan dalam rekomendasi Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar di Bali, Selasa lalu.
Wakil Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Jimly Asshidddiqie mengatakan Golkar bisa saja mewujudkan rencananya itu jika dapat memastikan tak ada penolakan dari masyarakat, terutama aktivis dan korban HAM. "Pemerintah akan memberikan gelar pahlawan jika hampir seluruh warga negara ikhlas," ujar Jimly.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), misalnya, menilai Soeharto tak layak menerima gelar pahlawan. Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Fery Kusuma, menyatakan pelanggaran HAM yang dilakukan Soeharto dalam 32 tahun sudah terlalu banyak, dari pembantaian massal pada 1965, penembakan misterius, hingga penembakan terhadap mahasiswa pada Mei 1998.
Soal prestasi Soeharto membangun infrastruktur, menurut Feri, pembangunan juga diukur dari pembangunan manusianya. "Pembangunan manusianya mandek karena tak ada kebebasan berpendapat," kata dia.
Super sekali pendapat wagub satu ini, ada ya pahlawan yg jadi biang kkn, bangkrutnya negara karena utang, lenyapnya SDA (hutan, tambang) oleh asing, belum lagi kejahatan kemanusiaan yg telah jatuhkan banyak korban demi ambisi kuasanya