Kaskus

News

GroupTercelaAvatar border
TS
GroupTercela
Sekda DKI: Bahasan Kontribusi Tambahan 15% dengan DPRD Paling Banyak Sita Waktu
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah menjalani pemeriksaan di KPK selama kurang lebih 8 jam. Saefullah diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap di balik pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) mengenai reklamasi.

Saefullah banyak menjelaskan terkait kontribusi tambahan 15% persen yang dibebankan kepada perusahaan pengembang. Menurut Saefullah, pembahasan itu sering mentok dengan DPRD DKI.

"Dalam draf eksekutif di tambahan kontribusi itu 15 persen. Di situlah dalam pembahasan dengan DPRD dengan baleg itu yang paling banyak sita waktu," kata Saefullah usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (27/4/2016).

Saefullah kemudian menyebut bahwa soal kontribusi tambahan itu direncanakan untuk diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub). Namun hal itu sempat ditentang oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

"Kita lapor ke gubernur, tadinya tidak setuju kalau itu diatur di Pergub, tapi karena ini alot akhirnya sempet setuju, maka lahirlah draf kedua kita yang bulan Februari tanggal 22 Februari," ucap Saefullah.

Dalam draf kedua itu, Saefullah menyebut ada perubahan pasal. Tentang besaran kontribusi tambahan akan diatur melalui Pergub, begitu kira-kira bunyi pasal tersebut.

"Jadi pasal 110 ayat 13 berbunyi mengenai besaran mengenai tata cara soal kontribusi tambahan akan diatur melalui Pergub. Kemudian bahas lagi, bahas lagi. Dan memang kita pada akhirnya belum sepakat antara eksekutif dan legislatif tentang besaran tambahan kontribusi itu," ujar Saefullah.

Penyidik KPK memang tengah mendalami proses pembahasan penyusunan Raperda Zonasi dan Tata Ruang reklamasi teluk Jakarta yang berujung pada kasus suap.

Pada Selasa kemarin, penyidik KPK melakukan pemeriksaan kepada sejumlah pihak yaitu Kepala Bappeda Tuty Kusumawati, Kasubbid Penataan Ruang, Pertamanan dan Pemakaman Bappeda DKI Feirully Irzal dan Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda Provinsi DKI Jakarta Gamal Sinurat juga diperiksa.

KPK tengah mendalami peran pihak lain dalam kasus ini. KPK menduga, M Sanusi sebagai anggota Balegda tidak bermain sendirian untuk memainkan pembahasan dua raperda itu.

KPK menaruh curiga tentang pembahasan raperda yang tidak pernah kuorum. KPK menduga adanya 'permainan' di balik penundaan pembahasan 2 raperda itu.

Kecurigaan KPK memang beralasan. Dua raperda tentang reklamasi itu telah diserahkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) ke DPRD DKI pada 23 April 2015 silam. Saat itu, namanya adalah Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Tahun 2015-2035. Setahun berselang, raperda tak juga disahkan.

Pembahasan soal raperda ini tidak pernah terdengar hingga pengujung tahun 2015. DPRD DKI lalu memasukkan raperda ini menjadi 1 dari 23 target legislasi dewan di 2016.

Perkara tak bisa disahkannya raperda ini karena sidang di DPRD DKI yang tak pernah kuorum. Berkali-kali rapat membahas raperda terkait reklamasi hanya dihadiri tak lebih dari 50 anggota DPRD sehingga pembahasan urung dilanjutkan.

Paripurna pembahasan Raperda Zonasi ini dijadwalkan pada 22 Februari 2016. Agendanya adalah penyampaian laporan hasil pembahasan Balegda DKI terhadap Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dilanjutkan dengan Permintaan Persetujuan Lisan kepada Anggota DPRD oleh Pimpinan, dan Pendapat Akhir Gubernur terhadap Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dipungkasi dengan penyerahan simbolis raperda dari DPRD ke Gubernur.

Ahok yang sudah hadir di Gedung DPRD DKI dibuat 2 jam menunggu. Namun, ternyata anggota DPRD yang menandatangani absensi hanya 50 orang dari total 106 anggota. Karena tidak kuorum, akhirnya paripurna ditunda.

Jadwal paripurna kembali tidak jelas karena pada Selasa (1/3), DPRD DKI hanya mengadakan rapat Badan Musyawarah (Bamus). Keputusannya, paripurna kembali ditunda karena ada dua pasal di Raperda Zonasi yang masih dipersoalkan.

Hingga akhirnya pada Kamis (17/3), DPRD DKI kembali menjadwalkan paripurna untuk membahas Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta ini. Tetapi, lagi-lagi ditunda karena anggota dewan bolos.

Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana saat itu mengatakan hanya 50 orang yang hadir dalam rapat paripurna. Memang bila dilihat, banyak kursi kosong di ruangan. Padahal kuorum agar rapat paripurna pengesahan peraturan daerah bisa terlaksana minimal harus dihadiri 71 anggota dari 106 anggota.

Dia menjelaskan, Raperda Zonasi ini merupakan syarat pelaksanaan reklamasi. Bila raperda ini belum disahkan, maka reklamasi belum bisa dijalankan. "Kalau sisi perundang-undangan, ini wilayah zonasi memang menjadi syarat bagi pengaturan tata ruang reklamasi," kata Sani.

Tak kunjung kuorum, akhirnya DPRD DKI malah memutuskan untuk menunda pembahasan raperda terkait reklamasi ini. Kejelasan proyek reklamasi Teluk Jakarta pun menggantung hingga akan dibahas para anggota DPRD DKI periode berikutnya.

Pembahasan raperda terkait reklamasi yang tak kunjung selesai malah berujung ke kasus korupsi. Ketua Komisi D DPRD DKI, M Sanusi tertangkap tangan telah menerima suap dari PT Agung Podomoro Land. Uang sebesar Rp 2 miliar diberikan terkait pembahasan raperda reklamasi.

Informasi yang didapat dari seorang pejabat tinggi di KPK, sebenarnya suap kepada anggota DPRD DKI diberikan dengan motif yang sangat sederhana, yaitu agar sidang pembahasan raperda tak kunjung kuorum.

Sebabnya, ada perbedaan mendasar antara Gubernur DKI Jakarta dengan DPRD terkait jumlah kewajiban yang harus dibayarkan pengembang. Ahok ingin para pengembang menyetor kewajiban 15% dari nilai NJOP, sedangkan DPRD hanya menyetujui agar pengembang menyetor 5% saja.

Sumur: http://news.detik.com/read/2016/04/27/175000/3198161/10/sekda-dki-bahasan-kontribusi-tambahan-15-dengan-dprd-paling-banyak-sita-waktu

Koment TS:
Logik sederhana nan bodoh ane yg hanya sebagai penjual kerak telor keliling nih ye gan, terlihat jelas sekali kalau ternyata DPRD DKI nya lah yang tidak berpihak kepada rakyat / warga Jakarta. Pihak Pemprov udah sekokoh batu karang ingin kontribusi nya jadi 15% buat bikinin fasilitas2 ini itu buat warga yg harus ditanggung pengembang, eeehh anggota d(H)ewan nya malahan mau ambil kesempatan dalam kesempitan. Harusnya kalau bener pro rakyat udah langsung ketok palu aja beres, toh yang bakal menikmati hasilnya kan konstituen2 mereka juga yang sudah memilih mereka untuk dijadikan "jongos" bergaji waahh buat memajukan DKI jakarta? Ini malah mau memperkaya diri sendiri/golongannya...sukurin lu!!! Dan hasil akhirnya ente2 liat sendiri kan gan? Siapa yg udah ppake rompi oranye coba??? Maaf ini cuma logika bodoh seorang penjual kerak telor keliling aja...
0
744
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan