Minggu, 17 April 2016 | 16:36 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan, tingkat kepuasan masyarakat Indonesia terhadap kinerja pemerintah semakin meningkat sejak Joko Widodo (Jokowi) terpilih sebagai Presiden.
Menurut Djayadi, terlihat peningkatan yang signifikan dari hasil survei yang dilakukan pada Desember 2015, hanya 53 persen warga menyatakan puas dengan kinerja Jokowi.
Kemudian, pada Maret 2016, angka meningkat menjadi 59 persen, sedangkan saat ini hanya sekitar 39 persen warga yang menyatakan tidak puas.
Angka tersebut didapat dari hasil survei di lapangan yang dilakukan pada 22-30 Maret 2016 dengan melibatkan 1.220 responden berusia 17 tahun ke atas di 34 provinsi.
"Tingkat kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah semakin meningkat. Yang tidak puas juga menurun, saat ini hanya sekitar 39 persen," ujar Djayadi saat memberikan keterangan di kantor SMRC, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (17/4/2016).
Selain itu, Djayadi juga menuturkan, lebih dari 80 persen warga menilai bahwa bangsa ini sedang berjalan ke arah yang benar.
Angka ini merupakan sentimen positif tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Padahal, hasil survei bulan Desember 2015 hanya menunjukkan angka 72 persen.
Menurut Djayadi, fakta itu merupakan modal politik adalah hal yang sangat penting bagi perjalanan pemerintah Jokowi ke depan.
"Hasil survei tersebut menunjukkan tingginya optimisme warga dengan masa depan Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi," kata Djayadi.
Reporter : Fikri Faqih
Survei SMRC: Masyarakat ingin Jokowi tegas tolak revisi UU KPK

Presiden Jokowi Blusukan di Pasar Gudang Lampung. ©Setpres RI/Cahyo
Merdeka.com - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih belum mencapai kata sepakat untuk melakukan perubahan pada Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan data survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), masyarakat mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo menunda revisi tersebut.
Direktur Eksekutif SMRC Jayadi Hanan mengatakan, langkah tersbut mendapatkan dukungan dari 61,3 persen. Sedangkan, 24,9 persen lainnya menolak penundaan dan menilai hal tersebut tidak tepat. Tetapi, 46 persen meminta Jokowi menolak perubahan UU? KPK, sementara 38 persen menjawab tidak tahu.
"Yang menolak penundaan ini menginginkan Jokowi lebih tegas yaitu menolak revisi UU KPK. Bukan hanya menunda," katanya di kantornya, Jakarta, Minggu (17/4).
Data lain menyebutkan, 26,4 persen warga menilai revisi UU KPK merupakan bagian dari pelemahan lembaga antirasuah. Hanya 21,4 persen yang menyebut revisi itu sebagai penguatan lembaga antikorupsi dan mayoritas masyarakat menilai tidak tahu revisi tersebut melemahkan atau menguatkan KPK.
"83 persen masyarakat yang tahu revisi UU KPK ini menolak atau tidak setuju dengan pembatasan kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan. Sementara 86 persen masyarakat tidak setuju dengan rencana penghapusan kewenangan KPK melakukan penuntutan," pungkas Jayadi.
Survei evaluasi atas kinerja Jokowi di kuartal pertama 2016 oleh SMRC dilakukan metode multistage random sampling terhadap 988 responden yang teranalisis pada 22 - 30 Maret 2016. Tingkat kepercayaan survei 95 persen dengan margin of error 3,2 persen.
Lumayan klo sudah makin baik kepercayaan publik, akan jadi bekal buat pemerintah untuk lebih meningkatkan kinerja dan pembangunan disegala bidang dan mengejar ketertinggalan selama ini