- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Sisa Anggaran Mencapai Rp 1,9 T, Kepemimpinan Rano Karno Dikritik


TS
namimii
Sisa Anggaran Mencapai Rp 1,9 T, Kepemimpinan Rano Karno Dikritik
Quote:

Serang - Kepemimpinan Rano Karno selaku Gubernur Banten dipertanyakan oleh anggota DPRD Banten karena sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) dari APBD 2015 masih relatif tinggi mencapai Rp 1,19 triliun dari total APBD Banten 2015 senilai Rp 9,04 triliun.
“Nilai Silpa masih tinggi berarti bahwa aparatur Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten seolah tidak bekerja. Masih banyak anggaran kegiatan yang tidak terserap. Itu berarti ada begitu banyak kegiatan yang tidak dilaksanakan sehingga anggarannya tidak terserap yang menyebabkan Silpa begitu tinggi,” tegas anggota DPRD Banten dari Fraksi Gerindra, Ade Hidayat, di Serang, Jumat (15/4).
Menurut Ade, Silpa APBD Banten selama tiga tahun terakhir sangat tinggi. Pada APBD Banten 2014 jumlah Silpa mencapai Rp 1,680 triliun dari total APBD 2014 senilai Rp 7,377 trilun. Pada APBD 2013, jumlah Silpa mencapai Rp 700 miliar dari total APBD 2013 senilai Rp6,052 triliun. Selama dua tahun berturut-turut, yakni tahun anggaran 2013 dan tahun anggaran 2014, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK memberikan opini disclaimer terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov Banten.
“Ini menunjukkan kinerja Pemprov Banten di bawah kepemimpinan Gubernur Rano Karno sangat lemah. Anggaran yang disiapkan seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat tetapi itu tidak dilaksanakan sehingga terjadilah Silpa. Karena itu, kami mempertanyakan kemampuan kepemimpinan Rano Karno,” tegas Ade Hidayat.
Ade mengatakan, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur Banten Rano Karno Tahun Anggaran 2015 telah disampaikan secara resmi dalam rapat paripurna DPRD Banten, Kamis (14/4).
"Pada saat paripurna LKPj saya sampaikan bahwa yang muncul dalam nota pengantar LKPj Gubernur Banten Tahun Anggaran 2015 yang menjadikan terjadinya Silpa itu menyangkut persoalan-persoalan lama. Lantas Rano Karno ini kerjanya apa? Dia tidak becus, tidak profesional," tegas Ade.
Ade menjelaskan, persoalan yang muncul di antaranya tentang pembangunan Waduk Sindangheula. Dalam LKPj disebutkan oleh Gubernur bahwa persoalan terjadi pada pembebasan lahan, terdapat perbedaan harga yang diinginkan oleh warga.
"Seperti itu kan persoalan-persoalan lama, Ahok (Gubenur DKI Jakarta) saja bisa turun tangan, Gubernur Banten turunlah, turun ke masyarakat melakukan pendekatan yang khusus. Ini disebabkan karena gubernur membiarkan persoalan-persoalan lama itu terjadi," jelasnya.
Selain itu, Ade juga kembali merinci persoalan tentang pelayanan RSUD Banten yang senilai Rp 20 miliar dan menjadi temuan oleh BPK pada tahun 2014 lalu. Hingga saat ini tidak ada tindaklanjut yang konkrit yang dilakukan Pemprov Banten untuk memperbaikinya.
"Masa sih gubernur tidak tahu? Tapi malah diam saja. Bisa jadi kalau strukturnya seperti itu, bisa disclaimer lagi seperti yang terjadi pada tahun 2014 silpanya 1,680 triliun dan sekarang Rp1,19 triliun. Tahun 2013 juga disclaimer tapi Rano beralasan ada kasus di KPK. Tapi kalau sampai tiga kali berturut-turut disclaimer, luar biasa ini Rano tidak becusnya," tegasnya.
Untuk diketahui, selain target pendapatan tidak tercapai, target belanja daerah tahun anggaran 2015 tidak sesuai perencanaan, peningkatan indeks pembangunan manusia meleset dari target, dan laju pertumbuhan ekonomi juga berjalan jauh di bawah target.
Sebelumnya, tim supervisi pencegahan dan penindakan korupsi terintegrasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai tata kelola pemerintahan di Provinsi Banten masih buruk.
Hal tersebut tercermin dalam opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Banten selama dua tahun berturut-tutut mendapat predikat disclaimer.
Demikian disampaikan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi Pencegahan dan Penindakan Korupsi Terintegrasi di Provinsi Banten, di Kota Serang, Selasa (12/4) lalu.
Lebih lanjut Basaria menegaskan selain persoalan tata kelola pemerintahan yang buruk, ada sejumlah persoalan lain yang ditemukan di Provinsi BAnten yakni kuatnya intervensi pihak luar dalam pengadaan barang dan jasa.
Intervensi yang kuat dari pihak luar di Pemprov Banten tidak hanya berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa tetapi juga terkait perencanaan kegiatan dan anggaran serta alokasi bantuan sosial dan keuangan.
“Persoalan lain yang ditemukan di Pemprov Banten yakni belum adanya komitmen untuk memperbaiki sistem dan prosedur yang memadai dan transparan; masih maraknya perilaku koruptif, dan sikap permisif; pengendalian dan pengawasan yang kurang efektif; masih adanya perizinan yang belum diserahkan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu (BKPMPT); dan sistem perencanaan penganggaran dan kegiatan belum terintegrasi,” jelasnya.
http://www.beritasatu.com/nasional/3...-dikritik.html
harusnya dibagi2kan tuh kyk gub sebelah yg ngasih fortuner atu2 ke dhewan..

sisanya buat bangun masjid 1T jg

0
3K
Kutip
36
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan