Rabu, 06 April 2016 | 01:21 WIB
DOKUMEN finansial milik firma Mossack Fonseca di Panama yang bocor mengindikasikan usaha penggelapan pajak oleh 800-an warga negara Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan hasil investigasi yang dinamai "Panama Papers" itu juga membuka tindak kriminal yang bertahun-tahun ditutupi.
Temuan itu merupakan hasil investigasi organisasi wartawan global, International Consortium of Investigative Journalists; koran Jerman, SüddeutscheZeitung; dan lebih dari 100 organisasi pers di seluruh dunia termasuk Tempo sebagai satu-satunya media dari Indonesia. Di antara 11 juta lebih dokumen yang bocor, tercantum nama pengusaha, politikus, dan sejumlah pejabat publik Indonesia. Mereka memiliki perusahaan yang sengaja didirikan di wilayah surga bebas pajak.
Bocoran dokumen itu memperkuat pernyataan pemerintah bahwa tak kurang dari Rp 2.300 triliun uang orang Indonesia disimpan di wilayah surga bebas pajak di seluruh dunia. Angka itu jika valid lebih besar dibanding APBN tahun ini. Potensi pajak dari duit ini sangat besar, sekitar Rp 200 triliun.
Sejumlah nama dalam daftar itu bahkan merupakan buron negara. Sebutlah Djoko S. Tjandra, terpidana kasus Bank Bali. Ada pula nama Muhammad Riza Chalid. Bila pemerintah berhasil menemukan data tersebut dengan
kejahatan yang dituduhkan, bukan cuma duit pajak yang bisa dipungut, uangnya pun bisa disita.
Ada sejumlah cara bagi pemerintah untuk mendapatkan bagian dari uang tersebut. Pemerintah bisa meniru Australia atau Jerman, yang bersikap keras terhadap warga negaranya yang terdaftar sebagai klien Mossack Fonseca. Pemerintah bisa pula menggunakan cara lunak: menawarkan pengampunan pajak.
Cara apa pun yang diambil, perangkat hukumnya harus disiapkan lebih dulu. Hingga saat ini nasib Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak di Dewan Perwakilan Rakyat belum jelas. Apalagi, pro-kontra soal pengampunan pajak ini juga belum menemukan titik temu. Para penentang menganggap kebijakan ini tidak adil bagi mereka yang selama ini rajin dan tertib membayar pajak.
Perangkat hukum lain yang bisa dipakai adalah kerja sama bantuan hukum timbal balik dengan negara lain, khususnya negara bebas pajak.
Kerja sama timbal balik dengan satunegara bisa menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyita harta danaset para pelaku kejahatan yang disimpan di negara itu. Meski demikian, kerja sama semacam ini biasanya susah diwujudkan, di antaranya karena menyangkut kerahasiaan bank yang sangat sensitif.
Bagaimanapun, bertera-tera dokumen hasil investigasi gabungan jurnalis internasional itu semestinya menjadi basis bagi lembaga berwenang untuk bergerak. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan selayaknya melacak transaksi keuangan warga Indonesia pemilik perusahaan yang disebutkan dalam dokumen. Komisi Pemberantasan Korupsi pun bisa menyelidiki pejabat pemilik perusahaan off-shore yang tidak mencantumkannya dalam laporan kekayaan.
Skandal "Panama Papers" terlalu penting untuk dilewatkan.
https://m.tempo.co/read/opiniKT/2016...0%2C8842044128
Keknya tax amnesty yg jadi pilihan mengingat jauh hari sebelum panama paper terkuak, pemerintah telah siapkan draft tax amnesty dlm menjaring kembalinya uang warga Indonesia diluar negeri yg diindikasikan ribuan trilyun itu.
Dan utk yg terindikasi tindak kejahatan kiranya penegak hukum harus segera temukan dan proses untuk menyelamatkan dan mengembalikan uang yg digarong