- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Banjir Kabupaten Bandung dalam Perspektif Sejarah


TS
act.id
Banjir Kabupaten Bandung dalam Perspektif Sejarah

JAKARTA - Fenomena banjir di Bandung Selatan yang terjadi akibat luapan sungai Citarum dan anak sungainya, seperti menjadi hal rutin. Tak mengherankan, karena memang sesungguhnya fenomena banjir tahunan ini sudah terjadi sejak awal abad 19. Sedikit yang tahu jika sebenarnya ibukota Bandung dulu berada di daerah Krapyak (Dayeuhkolot sekarang-red), oleh sebab kerap terendam banjir maka Bupati Bandung ketika itu, R. A Wiranatakusumah II, tahun 1810 memindahkan ibukota kabupaten ke wilayah Bandung tengah, yang bertahan hingga saat ini.
Hingga saat ini, banjir akibat luapan Sungai Citarum masih rutin terjadi setiap musim penghujan datang. Daerah Dayeuhkolot dan sekitarnya pun seringkali terendam banjir. Namun demikian, masalah yang ditimbulkan akibat banjir semakin tahun menjadi lebih kompleks.
Pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang memberikan beban berlebihan terhadap daya dukung lingkungan, semakin diperparah dengan kurang bijaknya perilaku manusia di dalam mengelola sumber daya alam seperti penggundulan hutan, pembuangan limbah rumahtangga, peternakan, industri serta penyalahgunaan tata ruang.
Kalau dulu saat banjir warga masih sempat mengemasi dan menyelamatkan harta bendanya karena air banjir datang secara perlahan, kini air datang tiba-tiba dan menyapu desa dalam sekejap. Hal ini mengakibatkan beberapa rumah rusak berat bahkan sebagian besar bangunan rumah ikut terbawa air.
Kondisi ini tercipta akibat kontribusi kerusakan lahan terutama di daerah hulu. Praktek teknologi pertanian dan pengelolaan lahan yang tidak ramah lingkungan banyak terlihat di sekitar kawasan hulu.
Pertanian kentang yang banyak menyebabkan erosi dapat berakibat terjadinya degradasi lahan dan penurunan kapasitas aliran sungai akibat sedimentasi yang tinggi. Penanaman rumput gajah di kawasan puncak Gunung Wayang yang banyak terlihat bukan merupakan pilihan yang tepat terutama untuk kawasan lindung dengan kemiringan terjal.
Pemanfaatan rumput gajah sebagai makanan ternak yang murah menjadi alasan mereka untuk mengesampingkan kaidah-kaidah kelestarian alam. Kebutuhan untuk bertahan hidup dan memperoleh penghidupan yang mencukupi telah menjadi faktor utama penentu perilaku masyarakat di sekitar kawasan hulu.
Permasalahan yang dihadapi oleh Sungai Citarum saat ini cukup kompleks, hingga penyelesaian sederhana untuk satu bidang atau di lokasi tertentu saja tidak lagi memadai. Untuk itu penanganan Citarum membutuhkan perhatian dan sumbangsih semua pihak untuk ikut membantu, bersama memperbaiki kondisi yang memprihatinkan ini. Mulai dari hulu hingga hilir.
Penanganan ini membutuhkan keterpaduan nyaris di seluruh bidang. Hal ini membutuhkan kerjasama, tindakan nyata, koordinasi, konsolidasi dan komunikasi intensif antar pemangku kepentingan; pemerintah, pihak swasta termasuk masyarakat sipil seperti Lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ini.
Kecamatan Baleendah yang pada tahun ‘80-an sempat direncanakan menjadi Ibokota Kabupaten Bandung, harus batal karena faktor banjir yang melanda kawasan tersebut. Pada 1986 terjadi banjir besar yang menenggelamkan Kecamatan Baleendah dan dua kecamatan yang berdekatan dengan Baleendah yaitu Kecamatan Dayeuhkolot dan Bojongsoang.
Kecamatan Baleendah yang di tahun ‘70-an, sekitar 90 persen wilayahnya merupakan daerah pertanian (persawahan) kini berubah disesaki berbagai bangunan. Perubahan ini mulau trjadi pada tahun ‘80-an hingga saat ini, hampir setengah luas lahan produktif di Kecamatan Baleendah berubah berisi bangunan-bangunan, baik pemukiman, kawasan ekonomi maupun perkantoran. Wilayah resapan air di sekitar Sungai Citarum mulai berkurang.
Kecamatan Bojongsoang, Baleendah dan Dayeuhkolot merupakan tiga kecamatan di Kabupaten Bandung yang menjadi daerah langganan banjir saat musim hujan tiba. Sabtu 12 Maret 2016 lalu, banjir kembali menggenangi Kabupaten Bandung, yang jangkauannnya meluas dengan dampak lebih dahsyat. Merendam 35 ribu rumah di 15 Kecamatan di kawasan Bandung Selatan.
Mari kita bertanya apakah para pemangku kepentingan; pemerintah, pihak swasta termasuk warga Kabupaten Bandung, masih nyaman dengan keadaan seperti ini? Wallahu‘alam []
Penulis: Muhajir Arif Rahmani
Ayo Berpartisipasi
0
1.4K
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan