Kaskus

Story

sarasnitaAvatar border
TS
sarasnita
Sepatu Basket
halo agan-agan. di sini ane mau bikin cerita, nggak bikin sih, tapi ini semacam kisah cinta ane yang awalnya cukup unik,hehe. jadi ane bikin ini untuk semacam menyambut anniversary ke 8 sama cowok ane bulan Mei ntar. semua ane samarkan ya untuk nama2nya. entah walaupun dah lama banget, tapi ane sering keinget awal-awal kita ketemu dulu,,hihi. monggo...

Maret, 2008.
Waktu menunjukkan pukul 06.50. Kupacu motorku lebih kencang mengingat jarak yang harus kutempuh ke sekolah sekitar 3 kilometer lagi. Bayangan harus mengisi keterangan terlambat di hadapan guru piket serta ceramah yang menghiasi pagi membuatku ngeri. Pukul 07.00 tepat aku sampai di depan gerbang sekolah yang hampir ditutup oleh satpam. Masih banyak murid yang berlalu-lalang. Ada 2 gerbang di sekolahku, satu gerbang menuju tempat parkir kendaraan, satunya gerbang untuk murid-murid yang di antar. Posisi gerbangnya pun bersebelahan. Aku memelankan laju motorku di depan gerbang, tak sengaja mataku menangkap sepatu basket putih yang dipakai oleh seorang murid laki-laki. Aku tak melihat wajahnya, hanya melihat punggungnya. Dia diantar oleh seseorang, mungkin kakaknya atau kerabatnya yang lain. Penampilannya lebih trendi daripada murid laki-laki yang aku kenal di sekolahku, memakai sepatu basket putih, semacam kardigan hitam dengan potongan celana abu-abu slim fit dan penampilan fisik yang tidak begitu tinggi, mungkin hanya lebih 6 cm dari tinggiku dan badan yang kurus. Tapi, yang paling menyita perhatianku adalah sepatu basket putihnya. Kenapa? Karena aku yakin dia bukanlah salah satu anak dari ekstra kurikuler basket di sekolahku ataupun di kotaku. Bagaimana aku bisa yakin?

Aku, Vania, kelas 1 SMA saat itu, dan belum genap setahun aku menjadi murid SMA. Aku aktif mengikuti kegiatan OSIS dan banyak mengenal kakak kelasku, selain itu aku mengikuti ekstra basket di sekolahku dan lumayan diandalkan. Sejak SMP aku mengikuti sebuah klub basket di kotaku dan menjadi pemain dalam mewakili kotaku di sebuah kejuaraan antar kota. Kotaku adalah kota yang kecil dan tidak banyak yang bermain basket di sini, jadi aku cukup yakin bahwa si anak bersepatu basket putih di sekolahku itu bukanlah pemain basket. Lalu, apa masalahnya? Aku menyukai sepatu basket itu dan itu adalah sepatu basket yang aku inginkan.

Sepanjang hari aku memikirkan anak laki-laki itu. Bagaimana bisa di sekolah yang kecil ini aku belum pernah melihatnya sekali saja sampai tadi pagi? Aku tidak tahu wajahnya, tapi aku ingat sepatunya. Sepanjang istirahat siang aku memperhatikan kakak kelasku yang lalu lalang di depanku, aku memperhatikan kakinya. Hingga akhirnya mataku tertuju di segerombolan kaki, kaki yang memakai sepatu basket putih itu. Kaki yang menuju ke arahku, lalu mataku bergerak ke atas mencari pemilik sepatu itu. Seseorang yang tidak pernah aku lihat sama sekali sebelumnya, bahkan aku tak yakin dia berasal dari kotaku. Badannya kecil, rambut hitam lebat menyamping, alis mata yang tebal hampir menyatu, tatapan yang tajam dan garis wajah yang keras. Wajahnya putih dan bahkan menurutku tampan. Ada perasaan aneh dalam diriku waktu memandangnya, tapi aku tidak begitu menghiraukan karena saat itu aku masih mempunyai pacar yang duduk di bangku kuliah. Aku hanya penasaran darimana dia mendapatkan sepatu itu.

Seminggu berlalu, ternyata aku tidak bisa berhenti memikirkan sepatu itu dan pemiliknya dan aku pun belum tahu namanya, hingga akhirnya aku menceritakan ke sahabatku, Maya dan Mia.
“May, aku penasaran deh.” Aku memulai pembicaraan saat istirahat siang.
“Penasaran kenapa?” dia menjawab sambil mengerjakan salah satu tugas dari guru.
“Aku ketemu cowok, ganteng deh, haha.”
“Siapa? Nggak usah centil deh, udah punya cowok juga.”
“Tapi ini beda, May. Nah, itu aku nggak tau namanya.” Aku menjawab setengah melamun.
“Emang ketemu di mana? Biasanya kamu cuek deh sama cowok-cowok, terus jarang juga ngatain cowok ganteng.”
Aku pun menceritakan dari awal dan sahabatku Mia mulai memperhatikan ceritaku karena dia sejak tadi tidak berhenti mendadani rambutnya. Tapi baru setengah bercerita, Mia memotong ceritaku.
“HEH Va! Jangan bilang tuh cowok ciri-cirinya putih, matanya galak, anaknya kecil?!” bentak Mia setengah mencurigai.
“Iiiiyaa,,” aku mulai takut kalau-kalau Mia suka cowok itu.
“Iiiih Va, tuh cowok kampret tau nggak?!”
“Maksudnya? Kampret gimana?” Aku pun makin takut.

UPDATE!!!
PART II
PART III
Diubah oleh sarasnita 12-03-2016 21:41
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
3.1K
19
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan