Mari baca koran update gerhana sebelum todur gansis.

Gerhana Matahari Total, Saatnya Pamer Teropong Canggih
Gerhana Matahari Total (GMT) menyedot perhatian jutaan umat manusia. Namun, akan ada yang lebih menarik bagi sebagian orang ketika sejumlah ilmuwan mengamati fenomena alam ini, yaitu teropong para astronom.

“Bagi astronom, GMT adalah mementum untuk menguji teori dan menemukan sesuatu yang baru,” kata Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya. “Para astronom dan peneliti astrofisika pasti akan membawa perangkat teropong tercanggihnya, dan perangkat itu akan menjadi tontonan tersendiri.”

Saat ini astronom AS, Jepang, India, dan Inggris, telah tiba di 12 propinsi di Indonesia yang akan dilintasi GMT pada 9 Maret. Masing-masing membawa sebanyak mungkin perlengkapan, yang satu sama lain tidak sama.

“Ada yang membawa teropong dengan teknologi lensa terbaru, yang membuat ‘ngiler’ peneliti lain,” kata Menpar Arief Yahya.

Situasi itu pernah terjadi pada GMT 1983. Saat itu, banyak peneliti membawa teknologi teropong yang serba baru, yang memungkinkan observasi gerhana lebih bagus.

I Gde Pitana, Deputi Pemasaran Mancanegara, mengatakan; “Saat ini, jumlah ilmuwan yang datang ke Indonesia jauh lebih besar, dan peralatan yang mereka bawa tidak sedikit.”

“Magnitud-nya lebih tinggi, dan alat-alatnya juga lebih canggih,” Vinsensius Jemadu, Asisten Deputi Bidang Pengembangan Asia Pasifik Kemenpar, menimpali.

Perangkat para peneliti itu dipastikan akan menjadi tontonan masyarakat. Sebab, hanya para astronom dan ilmuwan yang memiliki alat-alat itu.

Banyak ilmuwan memilih lokasi yang eksklusif dan jauh dari keramaian masyarakat. Yang juga unik adalah astronom dan ilmuwan Jepang tidak ingin disatukan dengan ilmuwan dari negara lain.

Masing-masing memilih lokasi eksklusif, terpisah jauh dari rekan sesama ilmuwan dari AS, India, Inggris, dan Prancis. Mereka kemungkinan membawa teropong teknologi baru.

“Saya tidak tahu secara rinci jenis teropong yang mereka gunakan. Yang pasti, masing-masing menyiapkan instrumen yang berbobot hampir enam ton,” kata Jemadu.

Astronom dan ilmuwan India, dengan peralatan tak sehebat rekan mereka dari negara lain, tidak keberatan berada di lokasi pengamatan yang tak jauh dari ilmuwan AS.

Bedanya, AS menempati spot pengamatan seluas 400 meter persegi. India hanya 21 meter persegi.

Ilmuwan Inggris, yang disponsori Royal Society, punya agenda penelitian sendiri. Mereka akan meneliti komposisi kimiawi debu matahari. Mereka akan fokus pada saat korona, untuk menangkap debu matahari secara detil.

Lokasi pengamatan mereka juga tidak jauh dari ilmuwan AS. Mereka tidak keberatan, karena agenda penelitian mereka berbeda.

Seluruh ilmuwan dan astronom memilih Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, sebagai tempat pengamatan. Mereka akan dipecah ke tiga titik, dengan masing-masing menempati lokasi yang disiapkan.

GMT banyak melahirkan astronom besar dari Inggris. Salah satunya Sir Arthur Eddington, yang menguji Teori Relativitas Einstein saat GMT tahun 1919.

Menurut Jemadu, seluruh ilmuwan mengkoordinasikan penelitian dengan stasiun perekaman Onagawa (Jepang), Chun Li (Taiwan), Tonwnsville (Australia Utara), dan Beveridge (Australia Selatan),

Jepang tidak hanya mengirim ilmuwan dan astronom-nya, tapi juga 900 wisatawan yang hanya ingin melihat GMT. Mereka berada di bawah tour operator Adventure Indonesia.

“Belum semua. Masih akan ada lagi yang datang ke Indonesia,” kata Jemadu.

Mereka menyebar ke Palembang, Pangkalan Bun (Kalteng), Palu — tidak jauh dari Kabupaten Sigi — Luwuk, Balikpapan, dan Borobudur.

“Di Palu, mereka akan melakukan city tour sebelum berangkat ke lokasi pengamatan di Kabupaten Sigi,” Jemadu mengakhiri. []

Kalau ada info tambahan dari gansis. monggo silahkan.....