- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
SBY Minta Jokowi Kembalikan Pertumbuhan Ekonomi ke Angka 5%


TS
namimii
SBY Minta Jokowi Kembalikan Pertumbuhan Ekonomi ke Angka 5%
Quote:

JAKARTA - Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengembalikan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia ke angka 5%. Pasalnya, jika pertumbuhan tidak dikembalikan ke angka tersebut akan berimplikasi luas.
Hal tersebut disampaikan SBY dalam presentasinya di depan pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), bertema "Visi Perekonomian Indonesia ke Depan".
"Bagaimanapun growth harus dibawa kembali menuju 5% sampai 6%. Kita bicara 5% menuju 6%. Karena kalau tidak dikembalikan ke angka 6%, implikasinya luas," ujarnya di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (3/3/2016).
Untuk merealisasikan hal tersebut, lanjut politisi Partai Demokrat ini, belanja pemerintah harus ditingkatkan dengan dikalkulasikan setelah memperhatikan penerimaan (revenue) negara. Terpenting, jangan pengeluaran justru lebih besar daripada pemasukan.
"Jangan besar pasak dari pada tiang. Defisit ada hitungannya. Setelah kalkulasi penerimaan, pilih pembelanjaan yang dapat stimulasi pertumbuhan. Karena itu satu-satunya yang dimiliki pemerintah, APBN," imbuhnya.
Sebab, kata SBY, jika daya beli masyarakat rendah, harga kebutuhan pokok naik, terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) maka akan menurunkan belanja rumah tangga. Apalagi jika investor masih bersikap wait and see terhadap perekonomian Indonesia, maka hal tersebut akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Tanah Air.
"Kalau government spending juga menurun, lengkap sudah menyumbang secara negatif. Karena itu tools yang at hand di tangan pemerintah. Pastikan APBN ada komponen yang stimulasi pertumbuhan. Kalau rakyat kita susah sehari-hari membeli kebutuhannya di sejumlah komoditas, government must be willing untuk membantu mereka," tandasnya.
http://ekbis.sindonews.com/read/1090...a-5-1457004991
Quote:
Pajak Ketinggian, SBY Sebut Jokowi Peras Pengusaha Secara Sadis

JAKARTA - Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menggunakan cara sadis untuk menggenjot penerimaan negara dari pajak. Di saat perekonomian Indonesia tengah lesu, pemerintah dalam APBN 2016 justru menargetkan penerimaan pajak yang fantastis, yakni sekitar Rp1.546,7 triliun.
Menurutnya, untuk mencegah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran seharusnya pemerintah tidak memberatkan pengusaha dengan target pajak yang terlampau tinggi.
"Mungkin saya berbeda dengan banyak ekonom dan pejabat negara sekarang. Untuk mencegah terjadinya lay off di perusahaan, tolong pajak justru tidak diperberat," ujarnya di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (3/3/2016).
Kendati setiap pemimpin negara memiliki cara masing-masing untuk menggenjot penerimaan negara, namun cara yang diambil Presiden Jokowi terbilang sadis. Politisi Partai Demokrat ini menilai, pemerintah telah berlebihan menggenjot penerimaan pajak.
"Saya tidak setuju dengan cara sadis seperti itu. Walaupun memang setiap pemimpin punya strategi masing-masing. Jangan pajaknya digenjot dan diperas secara berlebihan. Kalau sudah normal, back to business as usual. Banyak cara, tapi yang jelas government itu tripartied, pekerja, pengusaha, dan pemerintah," tandasnya.
Sekadar informasi, dalam APBN 2016 pemerintah menargetkan penerimaan negara dari pajak sebesar Rp1.546,7 triliun. Sementara pada tahun lalu, target penerimaan pajak sekitar Rp1.294 triliun dengan realisasi hanya sekitar Rp1.055 triliun atau 81,5% dari target.
http://ekbis.sindonews.com/read/1090...dis-1457014370

JAKARTA - Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menggunakan cara sadis untuk menggenjot penerimaan negara dari pajak. Di saat perekonomian Indonesia tengah lesu, pemerintah dalam APBN 2016 justru menargetkan penerimaan pajak yang fantastis, yakni sekitar Rp1.546,7 triliun.
Menurutnya, untuk mencegah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran seharusnya pemerintah tidak memberatkan pengusaha dengan target pajak yang terlampau tinggi.
"Mungkin saya berbeda dengan banyak ekonom dan pejabat negara sekarang. Untuk mencegah terjadinya lay off di perusahaan, tolong pajak justru tidak diperberat," ujarnya di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (3/3/2016).
Kendati setiap pemimpin negara memiliki cara masing-masing untuk menggenjot penerimaan negara, namun cara yang diambil Presiden Jokowi terbilang sadis. Politisi Partai Demokrat ini menilai, pemerintah telah berlebihan menggenjot penerimaan pajak.
"Saya tidak setuju dengan cara sadis seperti itu. Walaupun memang setiap pemimpin punya strategi masing-masing. Jangan pajaknya digenjot dan diperas secara berlebihan. Kalau sudah normal, back to business as usual. Banyak cara, tapi yang jelas government itu tripartied, pekerja, pengusaha, dan pemerintah," tandasnya.
Sekadar informasi, dalam APBN 2016 pemerintah menargetkan penerimaan negara dari pajak sebesar Rp1.546,7 triliun. Sementara pada tahun lalu, target penerimaan pajak sekitar Rp1.294 triliun dengan realisasi hanya sekitar Rp1.055 triliun atau 81,5% dari target.
http://ekbis.sindonews.com/read/1090...dis-1457014370
Quote:
SBY Minta Pengusaha Ikuti Megatrends

JAKARTA - Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta para pengusaha mengantisipasi perkembangan yang terjadi di dunia atau yang disebutnya megatrends. Hal ini agar pengusaha dapat mengambil peluang dari kondisi yang ada.
Dia mengatakan, para pemimpin sekalipun pemimpin bisnis di negara manapun harus mengikuti isu strategis hingga tingkat global. Sebab, apa yang terjadi di lingkungan akan berpengaruh terhadap bisnis yang digeluti.
"Saya menganjurkan saudara semua agar mengikuti terus yang disebut dengan tren dunia tahun 2016 seperti apa, dan 10-30 tahun mendatang seperti apa. Ikuti megatrends. Selain itu, para pemimpin di negara manapun juga mengikuti isu strategis tingkat global, karena itu environment yang akan berpengaruh ke bisnis dan investasi," ujarnya, di Menara Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Jakarta, Kamis (3/3/2016).
Dia menyebutkan, megatrends yang pertama adalah terkait demografi dunia. Pada 2045 mendatang, penduduk dunia akan bertambah dari 7 miliar jiwa menjadi 9 miliar jiwa. Artinya, mereka membutuhkan makanan lebih banyak, energi lebih banyak, ataupun air yang lebih banyak.
"Itu business opportunity. Orang yang usianya 65 tahun ke atas, jumlahnya akan menjadi 1 miliar jiwa. What does it mean? Consumption demands-nya pun berbeda dari manusia di bawah 50 tahun, dengan yang 65 sampai 75 tahun. Dan tentu banyak aspek demografi lainnya," terang SBY.
Megatrend kedua, lanjut Politisi Partai Demokrat ini, persoalan mengenai urbanisasi yang akan terjadi di dunia. Bahkan, sekitar 2/3 manusia akan berpindah ke perkotaan, baik perkotaan kecil maupun besar.
"Artinya, kota akan mendapatkan pressure luar biasa baik makanan, transportasi, perumahan, jasa dan sebagainya. Itu opportunities dari sisi bisnis. Jadi lihat itu dari dua sisi, challenges dan opportunities," imbuhnya.
Setelah itu, lanjut dia, dunia juga mengalami revolusi dalam bidang teknologi. Pengusaha pun harus bisa menangkap peluang tersebut, karena semua bidang kehidupan telah mengalami revolusi dalam bidang teknologi.
Terakhir, megatrends-nya adalah globalisasi dan konektivitas. Indonesia saat ini telah menjadi anggota G-20, dalam lingkup ASEAN pun telah mengalami transformasi menjadi negara yang terintegrasi melalui implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Menurutnya, dengan berbagai tren yang terjadi di dunia, pengusaha tidak bisa hanya berpikir inward looking. Jika tidak, Indonesia akan kalah dalam era globalisasi dan persaingan seperti saat ini.
"We want to winner not loser. Kalau hanya inward looking, tapi dengan kondisi kita sekarang ini, kita harus pas antara inward dan outward looking. Antara nationalism dengan apa yang bisa didapatkan dari dunia ini," tandasnya.
http://ekbis.sindonews.com/read/1090...nds-1456993091

JAKARTA - Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta para pengusaha mengantisipasi perkembangan yang terjadi di dunia atau yang disebutnya megatrends. Hal ini agar pengusaha dapat mengambil peluang dari kondisi yang ada.
Dia mengatakan, para pemimpin sekalipun pemimpin bisnis di negara manapun harus mengikuti isu strategis hingga tingkat global. Sebab, apa yang terjadi di lingkungan akan berpengaruh terhadap bisnis yang digeluti.
"Saya menganjurkan saudara semua agar mengikuti terus yang disebut dengan tren dunia tahun 2016 seperti apa, dan 10-30 tahun mendatang seperti apa. Ikuti megatrends. Selain itu, para pemimpin di negara manapun juga mengikuti isu strategis tingkat global, karena itu environment yang akan berpengaruh ke bisnis dan investasi," ujarnya, di Menara Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Jakarta, Kamis (3/3/2016).
Dia menyebutkan, megatrends yang pertama adalah terkait demografi dunia. Pada 2045 mendatang, penduduk dunia akan bertambah dari 7 miliar jiwa menjadi 9 miliar jiwa. Artinya, mereka membutuhkan makanan lebih banyak, energi lebih banyak, ataupun air yang lebih banyak.
"Itu business opportunity. Orang yang usianya 65 tahun ke atas, jumlahnya akan menjadi 1 miliar jiwa. What does it mean? Consumption demands-nya pun berbeda dari manusia di bawah 50 tahun, dengan yang 65 sampai 75 tahun. Dan tentu banyak aspek demografi lainnya," terang SBY.
Megatrend kedua, lanjut Politisi Partai Demokrat ini, persoalan mengenai urbanisasi yang akan terjadi di dunia. Bahkan, sekitar 2/3 manusia akan berpindah ke perkotaan, baik perkotaan kecil maupun besar.
"Artinya, kota akan mendapatkan pressure luar biasa baik makanan, transportasi, perumahan, jasa dan sebagainya. Itu opportunities dari sisi bisnis. Jadi lihat itu dari dua sisi, challenges dan opportunities," imbuhnya.
Setelah itu, lanjut dia, dunia juga mengalami revolusi dalam bidang teknologi. Pengusaha pun harus bisa menangkap peluang tersebut, karena semua bidang kehidupan telah mengalami revolusi dalam bidang teknologi.
Terakhir, megatrends-nya adalah globalisasi dan konektivitas. Indonesia saat ini telah menjadi anggota G-20, dalam lingkup ASEAN pun telah mengalami transformasi menjadi negara yang terintegrasi melalui implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Menurutnya, dengan berbagai tren yang terjadi di dunia, pengusaha tidak bisa hanya berpikir inward looking. Jika tidak, Indonesia akan kalah dalam era globalisasi dan persaingan seperti saat ini.
"We want to winner not loser. Kalau hanya inward looking, tapi dengan kondisi kita sekarang ini, kita harus pas antara inward dan outward looking. Antara nationalism dengan apa yang bisa didapatkan dari dunia ini," tandasnya.
http://ekbis.sindonews.com/read/1090...nds-1456993091
hmmm... masih presiden ya..

0
849
Kutip
3
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan