- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Lulung: Yusril Top! Gue Dukung Jadi Cagub DKI


TS
aghilfath
Lulung: Yusril Top! Gue Dukung Jadi Cagub DKI
Spoiler for Lulung: Yusril Top! Gue Dukung Jadi Cagub DKI:

Jakarta - Kisruh di tubuh partainya yang tak kunjung selesai membuat Ketua DPD PPP DKI Abraham 'Lulung' Lunggana tak lagi berharap bisa maju di Pilgub DKI 2017. Dia justru menjagokan Yusril Ihza Mahendra sebagai bakal calon (balon) dari partainya.
"Kalau gue (saya) enggak mengharapkan maju, partai gue lagi diaduk-aduk. Gue mendukung Yusril," ujar Lulung di Gedung DPRD DKI, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (3/3/2016).
Secara terang-terangan, Lulung menyebut Yusril sangat cocok memimpin Jakarta selanjutnya. Menurutnya, sosok Ketua Partai Bulan Bintang (PBB) itu komplit, lantaran memiliki segudang pengalaman.
"Yusril itu tokoh representatif segala kehidupan. Dia negarawan, pernah dicalonin Presiden tahun 1999, ilmuwan, ahli tata negara, dan sebagainya. Top Yusril!" sambungnya.
Lantas siapa pasangan yang pantas mendampingi Yusril maju? Sambil berkelakar, Lulung menyebut nama Ketua DPD PDIP DKI Prasetio Edi Marsudi.
"Wakilnya Pras. Gue jadi jurkam saja haha," canda politikus PPP itu kepada wartawan.
"Bercanda gue. Mana boleh Pras sama Yusril," pungkasnya sambil jalan menuju lift.
Pak Ahok, Dengarlah Apa Kata Yusril Ini!
Kamis, 3 Maret 2016 | 17:53 WIB
Sebagai politisi yang berminat untuk bertarung pada Pilkada DKI Jakarta 2017 memperebutkan kursi DKI 1, Yusril Ihza Mahendra sebenarnya terlalu berbaik hati.
Bukannya menyimpan senjata pamungkas pada saat pendaftaran bakal calon gubernur dan wakilnya dimulai, tetapi sudah diumbar sejak awal melalui pernyataan terbuka.
Pernyataan yang dimaksud adalah saat mantan menteri hukum dan hak asasi manusia ini menyatakan bahwa persyaratan KTP dukungan untuk maju lewat jalur independen bukan hanya ditujukan untuk calon gubernur saja, melainkan juga untuk calon wakil gubernur.
Mau ngumpulin KTP 3 juta pun, kata Yusril, kalau belum ada pasangannya harus diulang lagi.
Pernyataan Yusril disampaikan Senin 22 Februari 2016 di Jakarta dan dikutip sejumlah media. Pakar hukum tatanegara itu juga menyitir peraturan KPU, namun tidak menyebut nomor peraturannya.
Pertanyaannya, benarkah apa yang dikemukakan Yusril tersebut? Apa reaksi Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang akrab disapa Ahok saat membaca atau mendengar pernyataan salah satu penantangnya itu?
Pertanyaan ini penting dijawab, khususnya oleh Ahok dan sukarelawan Teman Ahok yang konon mampu mengumpulkan 1 juta KTP dari sekitar 7 juta pemilih pada bulan Maret ini.
Persayaratan yang jauh lebih dari cukup dari persyaratan yang telah diturunkan Mahkamah Konstitusi yang 523.000 KTP saja.
Semula Undang-undang menyebutkan KTP yang harus dikumpulkan 7,5 persen dari 10 juta jumlah penduduk DKI alias 750.000. Asumsinya, dengan jumlah 1 juta KTP, Ahok akan aman melenggang sebagai calon gubernur petahana dari jalur independen yang tidak diusung partai politik.
Tapi sebentar, apa yang dikatakan Yusril itu patut dikaji dan direnungkan kembali.
Dengan pernyataan Yusril itu, mau tidak mau KTP yang sudah berhasil dikumpulkan, bahkan kalau jumlahnya mencapai 3 juta pun sebagaimana Yusril katakan, harus diulang kembali dari awal.
Bukankah ini perkerjaan berat karena dengan demikian Ahok harus menggandeng dulu pasangannya, baru kemudian mencari dukungan lewat pengumpulan KTP baru sebagaimana yang disyaratkan.
Lantas, bagaimana sesungguhnya bunyi undang-undang atau peraturan soal KTP bagi calon gubernur independen ini? Mari kita simak bunyi pasalnya di bawah ini:
Pasal 41 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Perubahan atas Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang menyebutkan, “Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur jika memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan...”
Terdapat lima ketentuan dimaksud di mana karena jumlah penduduk DKI Jakarta antara 6 juta hingga 12 juta sebagaimana termaktub dalam poin c, maka harus didukung paling sedikit 7,5 persen.
Sedangkan ayat (2) adalah ketentuan untuk calon perseorangan untuk calon bupati dan walikota beserta wakilnya.
Ayat (3) pasal 41 tersebut menyebutkan, “Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk elektronik, kartu keluarga, paspor, dan atau identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Ayat (4) menegaskan, “Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan kepada 1 (satu) pasangancalon perseorangan”.
Perhatikan huruf tebal “1 (satu) pasangan” yang seharusnya menjadi perhatian Ahok dengan Teman Ahoknya itu, bahwa dukungan KTP itu diberikan kepada satu pasangan, bukan untuk calon gubernur sendiri atau wakil gubernur sendiri, kecuali ada penafsiran lain dari bunyi ayat (4) Pasal 41 undang-undang tersebut.
Disebut pasangan, artinya harus untuk calon gubernur beserta wakil gubernur sekaligus. Pertanyaan paling mendasar; apakah Ahok sudah memiliki pasangannya sebagai calon wakil gubernur?
Jika jawabannya “belum” –dan kenyataannya memang belum punya calon wakil gubernurnya— maka sudah dapat dipastikan pengumpulan KTP sebanyak persyaratan untuk calon gubenur saja belum terpenuhi dan karenanya harus diulang kembali.
Solusinya, Ahok harus segera memilih calon wakil gubenur yang akan mendampinginya, baru kemudian bergerilya kembali mengumpulkan KTP DKI Jakarta minimal sebanyak yang disyaratkan undang-undang.
Harap dicatat, bahwa satu KTP berlaku untuk satu pasangan, bukan untuk Ahok sendirian!
Pernyataan Yusril bahwa hal itu diatur oleh peraturan KPU sesungguhnya bisa diabaikan. Sebab, ada atau tidak ada aturan KPU itu, undang-undang yang kedudukannya lebih tinggi dari aturan KPU telah mensyaratkannya demikian.
Apakah kemudian Teman Ahok yakin mampu memenuhi persyaratan ini di mana satu KTP untuk pasangan dan bukan hanya untuk Ahok semata yang sudah telanjur dikumpulkan?
Bagus juga kalau mampu mengumpulkan KTP 750.000 atau 1 juta atau minimal 523.000 sebagaimana disyaratkan untuk pasangan calon gubernur dalam sisa waktu terbatas di saat calon wakil gubernurnya belum diputuskan.
Kalau memang optimistis mampu melakukannya, Ahok harus didorong segera memilih calon wakilnya. Kalau tidak mampu, menghadap ke kamera dan lambaikan tangan segera pertanda menyerah mengingat proses pengumupulan KTP itu bukan hal yang mudah.
Kalau mau terus maju sebagai calon petahana di saat persyaratan KTP untuk pasangan calon tidak terpenuhi, Ahok terpaksa harus berpaling kepada partai politik yang bakal menjadi tandu untuk mengusungnya sebagai kandidat petahana gubernur DKI Jakarta. Sejauh ini memang ada beberapa parpol yang rela dan bersedia menjadi tandu bagi Ahok.
Sudah selayaknya Ahok pun tidak terlalu “nyinyir” atau menunjukkan sikap “antipati” terhadap parpol yang terang-terangan bersedia menyediakan bahu untuk menandunya. Jika terlambat, salah-salah Ahoklah yang harus mengejar kendaraan politik yang akan menuju arena Pilkada DKI mendatang.
Untuk itu sudah sepantasnyalah Ahok mendengar apa kata Yusril. Jangan melihatnya sebagai pesaing, pandanglah kapasitasnya sebagai pakar hukum tatanegara yang sudah berbaik hati mengingatkannya sejak dini.
http://m.detik.com/news/berita/31569...jadi-cagub-dki & http://megapolitan.kompas.com/read/2...campaign=Kknwp
Ini baru kolabirasi top Lulung & Yusril, ga kebayang gimana hasilnya klo beneran terjadi

Untuk dukungan KTP jauh lebih mudah karena sudah ada dukungan awal, tinggal mengulang ke KTP yg terkumpul dan penulis lupa klo pendaftaran calon belum dimulai sehingga formnya pun belum bisa diedarkan, yg dilakukan teman ahok adalah mengumpulkan dukungan awal yg akan difollow up ketika persyaratan pencalonan sudah dibuka KPUD

Diubah oleh aghilfath 03-03-2016 11:21
0
4.4K
Kutip
48
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan