Kaskus

Entertainment

act.idAvatar border
TS
act.id
Pilu yang Tercekat dari Korban Banjir Pelosok Bangka
Pilu yang Tercekat dari Korban Banjir Pelosok Bangka

PANGKAL PINANG – Sepekan sudah banjir Pangkal Pinang berlalu. Banjir pertama, terburuk dan terbesar sejak 30 tahun lalu itu makin mempopulerkan Kota Pangkal Pinang. Namun ternyata, banjir tak hanya di Kota Pangkal Pinang saja. Di sudut lain Pulau Bangka yang membentang jarak sejauh lebih 260 kilometer dari Muntok Ibukota Kabupaten Bangka Barat hingga Toboali Ibukota Bangka Selatan masih banyak titik banjir lain dengan skala kerusakan yang justru lebih parah.

Sedihnya, informasi tentang kejadian banjir di pelosok Pulau Bangka itu tak santer terdengar. Padahal kejadian banjir di Pulau Bangka terjadi serentak dengan banjir di Kabupaten lainnya. Kami, Tim Respon Banjir Nasional Aksi Cepat Tanggap (ACT) mencoba menelusuri informasi tersebut dan menjangkau langsung bagaimana kondisi terakhir banjir bandang lainnya di Pulau Bangka.

Informasi yang kami dapatkan, banjir parah merendam Kelurahan Sungai Selan, Kabupaten Bangka Tengah. Impaknya bahkan dikabarkan lebih buruk dari banjir di Kota Pangkal Pinang, sebab banjir di Pelosok Bangka ini menimpa hampir 100% warga dengan kapasitas ekonomi lemah. Dari Kota Pangkal Pinang ke Sungai Selan berjarak kurang lebih 2 jam perjalanan melintasi hutan dan bekas-bekas lubang tambang timah bersama kawan relawan Bangka, sambil membawa bantuan kecil di atas mobil pickup, berisi kebutuhan pokok sandang dan pangan untuk korban banjir.

Tiba di posko pengungsian banjir Sungai Selan, Lurah Sungai Selan, Ahmad menyambut tim dan langsung menengok kondisi akibat banjir besar sepekan lalu di wilayah terpencil ini. Jalan kecil membelah desa Sungai Selan tampak masih becek dan lembab. Di kiri dan kanan jalan berjajar ribuan rumah-rumah kayu milik warga. Rumah-rumah itu berkumpul padat membelakangi aliran sungai lebar yang menjadi asal dari nama desa ini, Desa Sungai Selan.

Kebanyakan warga Sungai Selan memang sudah kembali ke rumah masing-masing, mencoba mengeringkan sisa-sisa barang yang masih ada di dalam rumah. Kasur basah, lemari hancur, baju dan buku-buku sekolah lenyap terbawa arus. Harta benda porak poranda.

Jelas terlihat raut kosong warga korban banjir di desa ini, mungkin mereka kaget dengan impak banjir sebesar ini. Bekas air banjir di dinding-dinding kayu pun masih basah belum kering seutuhnya, menurut warga Sungai Selan yang enggan disebut namanya, banjir di desa ini baru surut hari Jumat (19/2), atau 5 hari setelah air bah datang. Tinggi air yang terlihat di bekas dinding mungkin sekira 2,5 meter.

“Air banjir mulai naik di hari Senin subuh (8/2) setelah hujan besar 3 hari berturut-turut. Lalu banjir menyebar ke ribuan rumah di pinggir sungai. Ada 1529 KK dan 5729 rumah yang terendam banjir di sini. Tapi jumlah itu hanya catatan di Kelurahan ini, kalo mau lihat masih banyak desa dan dusun lain yang juga kena banjir sepanjang aliran Sungai Selan. Jaraknya mungkin satu jam dari sini,” urai Ahmad.

Munggu

Mendengar informasi itu, kami pun terkaget. Ternyata masih ada desa lain, juga berada di Kecamatan Sungai Selan yang sama-sama terendam banjir. Bahkan perkiraan lokasinya lebih pelosok lagi, lebih jauh dari Kota, di tengah bukit-bukit kebun sawit. Ahmad menyebut nama Desa Munggu, sekitar satu jam perjalanan dari posko pengungsian Kecamatan Sungai Selan.

Tim sepakat melanjutkan perjalanan demi menengok langsung bagaimana rupa Desa Munggu pascabanjir. Lintasan aspal yang mulus hanya menjadi bagian dari setengah perjalanan. Setengah jalan berikutnya kami mendapati jalan tanah merah membelah kebun sawit luas.

Desa Munggu, Kecamatan Sungai Selan, Bangka Tengah. Lokasinya betul-betul pelosok, berada persis di pinggir aliran Sungai Selan yang lebar dan nampak masih liar, macam aliran Sungai di pedalaman hutan Amazon, Brasil. Bahkan ketika Tim berjalan menyusuri jalan dusun yang tepat berada di pinggir Sungai Selan, kami melihat kepala buaya menyembul sepanjang kira-kira 4 meter! Ya, buaya memang masih hidup liar di Sungai Selan.

“Banjir di sini sampai lebih dari tinggi pintu Bang, mungkin 2 meter lebih. Kami mengungsi naik ke bukit pakai perahu. Semua di sini kaget banjir bisa datang besar sekali, padahal tiap tahun dek (tidak, -red) pernah ada banjir” Kata Asnawi, Ketua RW di Pangkal Raya, Desa Munggu.

Asnawi menjelaskan, jumlah korban banjir di wilayahnya mencapai 150 kk atau 600 jiwa. Mayoritas penduduk Dusun Pangkal Raya adalah nelayan udang sungai dengan penghasilan yang tak menentu. Kebutuhan utama pascabanjir surut yang paling mendesak adalah makanan pokok, baju ganti terutama untuk anak-anak dan perempuan, dan pelayanan kesehatan.

Satu hal yang miris. Akibat lokasi Dusun Pangkal Raya yang terpencil di antara liukan Sungai Selan, kabar tentang banjir di lokasi ini tak tercium media lokal di Pulau Bangka. Informasi tragedi banjir di Bangka hanya berputar di kisah banjir Kota Pangkal Pinang. Akhirnya, setelah hampir 5 hari banjir merendam, bantuan kemanusiaan baru masuk ke Dusun ini. Bantuan itu pun datang dari distribusi pemerintah Kecamatan Sungai Selan.

Bias media dan ketimpangan informasi jelas terjadi dalam membingkai tragedi banjir di Pulau Bangka. Ketika rentetan kabar tentang banjir di Kota Pangkal Pinang sempat mewarnai pemberitaan nasional sepekan lalu, suara pilu korban banjir di pelosok Bangka lainnya, termasuk di Desa Sungai Selan, Munggu, dan Pangkal Raya tak sempat terdengar.

Ribuan saudarasaudara kita di Sungai Selan kini masih tertatih mencoba mengeringkan duka yang dihempas air banjir. Hampir tiga meter air banjir di dalam rumah mereka memang sudah surut, tapi justru pascatragedi inilah adalah fase berat yang harus mereka lalu. Memaksa hati melupakan cerita banjir di Bangka dan melanjutkan kembali hidup.[]

Penulis: Shulhan Syamsur Rijal

Ayo Berpartisipasi




0
2K
23
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan