- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Jokowi Ajak Kampanye Medsos untuk Tanggulangi Terorisme


TS
namimii
Jokowi Ajak Kampanye Medsos untuk Tanggulangi Terorisme
Quote:

Jakarta, CNN Indonesia -- Melihat cara Indonesia menangani terorisme, Presiden Barack Obama meminta Presiden Joko Widodo untuk memimpin pembicaraan mengenai penanggulangan masalah global tersebut dalam Konferensi AS-ASEAN di Sunnylands, California, pada Selasa (16/2).
Dalam sesi kedua konferensi tersebut, Jokowi pun menyampaikan gagasan untuk memanfaatkan media sosial sebagai tameng dari serangan radikalisme.
Gagasan ini disampaikan berdasarkan fakta bahwa penyebaran paham ekstrem kelompok militan banyak dilakukan melalui media sosial, menurut Tim Komunikasi Presiden, Ari Dwipayana, dalam siaran pers yang diterima oleh CNN Indonesia, Rabu (17/2).
"Oleh karena itu, kita harus bekerja sama dengan media sosial dalam menyebarkan perdamaian dan toleransi sebagai counter narasi," ujar Jokowi dalam pembukaan pembahasan terorisme dalam konferensi tersebut.
Jokowi pun mengajak para pemimpin negara ASEAN untuk bersama-sama memperbanyak narasi moderasi melalui media sosial.
"Saya mengajak agar Yang Mulia berkenan bergabung dengan saya untuk memperbanyak narasi melalui media sosial mengenai moderasi, toleransi, dan perdamaian," ucap Jokowi.
Peneliti S2 Kajian Intelijen Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, mengatakan bahwa kampanye melalui media sosial memang sangat berpengaruh.
"Indonesia sendiri sudah memiliki pengalaman empirik ketika kejadian bom di Thamrin pada Januari lalu. Netizen langsaung melawan teror dengan hashtag #KamiTidakTakut dan semacamnya, pesan berantai agar tetap tenang, itu sangat efektif," kata Ridlwan.
Melihat keberhasilan warga Indonesia melawan terorisme melalui jejaring sosial ini, Ridlwan menganggap wajar jika Jokowi diminta untuk memimpin diskusi di KTT AS-ASEAN tersebut.
"Sudah ada bukti jika dilihat dari negara-negara ASEAN, baru Indonesia yang secara intensif, nyata, dan langsung, juga melibatkan netizen dalam upaya penanggulangan terorisme," kata Ridlwan.
Namun menurut Ridlwan, ajakan Jokowi juga tak bisa sembarangan ditelan. Penerapan perlawanan terhadap melalui media sosial ini juga harus merujuk pada karakter masyarakat di negara masing-masing.
"Ajakan bisa saja dilontarkan, itu baik. Namun, aplikasi dari ajakan tersebut sangat tergantung dari karakter netizen di negara masing-masing. Tidak bisa semua masyarakat dianggap memiliki karakter yang sama," katanya.
Bicara masalah penyebaran paham radikalisme, Ridlwan juga menganggap bahwa upaya penanggulangan melalui media sosial juga sangat efektif. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara menyebarkan pesan moderat melalui berbagai jejaring sosial.
Sementara Jokowi melontarkan ajakan tersebut, hingga kini foreign terrorist fighters (FTF) atau pejuang asing dari berbagai negara yang bergabung dengan kelompok militan di zona konflik kian meningkat.
Menurut pernyataan Ari, dari Indonesia sendiri sudah ada 329 warga yang hijrah ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok militan. Namun menurut Jokowi, angka itu relatif kecil jika dibandingan dengan jumlah keseluruhan penduduk di Indonesia yang mencapai 252 juta.
Dalam pembukaan diskusi tersebut, Jokowi pun mengatakan bahwa berdasarkan analisis media, faktor utama relatif kecilnya penduduk Indonesia bergabung terorisme di luar negeri adalah pemerintahan yang tidak represif, tidak berada dalam pendudukan, dan kondisi politik stabil.
"Dapat ditarik pelajaran bahwa untuk memerangi terorisme dan mengurangi FTF diperlukan kestabilan politik, pemerintah yang demokratis, serta tidak dalam pendudukan asing," kata Jokowi.
Indonesia sendiri memang diapresiasi oleh komunitas internasional dalam upaya penanggulangan terorisme. Terakhir kali, Indonesia menjadi sorotan karena berhasil melumpuhkan teroris yang beraksi di Jalan Thamrin, Jakarta, pada Januari lalu dalam waktu singkat.
"Saya juga bangga kepada aparat keamanan Indonesia. Namun, kita tetap waspada terhadap ancaman teror," tutur Jokowi.
Mantan Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta itu lantas menjabarkan bahwa Indonesia masih terus berupaya memerangi terorisme dengan kombinasi dua pendekatan, yaitu keras dan lunak.
Pendekatan hard power, kata Jokowi, kini masih diupayakan dengan cara mengkaji ulang Undang-Undang Terorisme untuk penguatan payung hukum dalam menghadapi terorisme.
"Penguatan legislasi ini tentunya dilakukan dengan mempertimbangkan penghormatan terhadap hak asasi manusia," ucap Jokowi.
Meski demikian, Jokowi juga menekankan bahwa pendekatan lunak harus tetap dilakukan. Upaya ini dilakukan dengan cara pendekatan agama dan kebudayaan yang melibatkan rakyat dan organisasi masyarakat dan keagamaan.
"Diversifikasi pendekatan deradikalisasi dan kontra radikalisasi juga dilakukan melalui program rehabilitasi narapidana teroris serta program penerimaan kembali (reintegrasi) di masyarakat," bunyi keterangan resmi dari Ari.
Sesi diskusi mengenai kontra-terorisme ini merupakan agenda terakhir dari rangkaian acara KTT AS-ASEAN yang sudah berlangsung sejak 15 Februari.
Setelah acara ini, Jokowi langsung bertolak ke San Francisco untuk bertemu dengan diaspora Indonesia. Keesokan harinya, Rabu (17/2) waktu setempat, selain menghadiri US-ABC (Dewan Bisnis Amerika-ASEAN), Jokowi juga akan berkunjung ke Silicon Valley untuk bertemu dengan CEO perusahaan-perusahaan raksasa di bidang teknologi informasi. (stu)
http://www.cnnindonesia.com/internas...ngi-terorisme/
hanya di jaman Jokowi memerangi Terorisme lewat Media Sosial...

0
693
Kutip
5
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan