- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Revisi UU KPK Akan Lemahkan Pemberantasan Korupsi di Sektor Sumber Daya Alam


TS
jokohadiningrat
Revisi UU KPK Akan Lemahkan Pemberantasan Korupsi di Sektor Sumber Daya Alam
Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com — Tindak pidana korupsi yang terjadi di sektor pengelolaan sumber daya alam (SDA) terbukti merusak tata kelola alam dan menciptakan kondisi serta kualitas manusia Indonesia yang buruk. Pengaruh rusaknya SDA di Indonesia berimplikasi besar terhadap kondisi lingkungan global.
Maka dari itu, kerja keras dari pemerintah dan KPK diperlukan untuk memulihkan persoalan lingkungan yang sudah berlangsung cukup lama.
Berangkat dari fakta tersebut, beberapa tokoh lintas agama dan pegiat kemanusiaan mendesak pemerintah menghentikan upaya revisi UU KPK yang bermuara pada pelemahan sistematis kewenangan, fungsi, dan tugas KPK dalam memberantas korupsi di sektor pengelolaan SDA.
"Kami melihat revisi UU KPK itu melemahkan. Lemahnya KPK berujung pada penghancuran SDA. Tidak pernah ada masyarakat yang bisa sejahtera karena kondisi SDA yang rusak," ujar Direktur Thamrin School of Climate Change and Sustainability, Pendeta Victor Rembeth, saat konferensi pers Korupsi dan Perubahan Iklim, di Gedung Pusat Dakwah Muhammadyah, Menteng Raya, Jakarta Pusat, Selasa (16/2/2016).
Victor juga menuturkan, hasil penelitian KPK pada tahun 2010 menunjukkan bahwa terdapat potensi besar korupsi yang berlangsung selama ini dalam pengelolaan hutan di Indonesia.
Data menunjukkan, selama periode 2000-2005, lajur deforestasi di Indonesia mencapai 1,8 juta hektar per tahun, kemudian pada tahun 2012 mencapai 840.000 hektar per tahun.
"Meski mengalami penurunan, angka laju kerusakan lingkungan itu masih tertinggi di antara semua negara yang memiliki hutan," ujar Victor.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, revisi UU KPK yang sedang berjalan sangat jelas dikendarai oleh pemilik kepentingan ekonomi dan politik yang khawatir kepentingannya terganggu KPK. Terlebih lagi, KPK tengah gencar melanjutkan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam.
"Kami menyatakan menolak segala bentuk pelemahan KPK. Pemerintah perlu mempertahankan kewenangan, fungsi, dan tugas KPK," ungkapnya.
Konferensi pers tersebut dihadiri pula perwakilan dari Madrasah Anti Korupsi Pemuda Muhammadiyah, Pusat Belajar Anti Korupsi Dompet Dhuafa, Persatuan Gereja Indonesia (PGI), dan Nahdlatul Ulama (NU).
Quote:
Pengusul Revisi UU KPK Akui Naskah Akademik Belum Diperbarui
JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Risa Mariska mengakui bahwa naskah akademik revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sinkron dengan draf yang saat ini sudah disepakati oleh DPR.
Menurut dia, hal tersebut bisa terjadi karena naskah akademik tersebut sudah dibuat oleh pengusul sejak Oktober 2015. Setelah itu, muncul berbagai perkembangan sehingga poin-poin yang akan direvisi dalam UU KPK berubah.
"Pada saat itu ada delapan poin yang akan diubah. Setelah ada pembahasan, ramai kan. Setelah ramai, itu kita evaluasi, dengar masukan berbagai pihak, jadilah hanya empat poin," kata Risa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/2/2016).
(Baca: Naskah Akademik dan Draf RUU KPK Tak Sinkron)
Risa yang juga menjadi salah satu pengusul revisi UU KPK ini menilai, naskah akademik tersebut tidak perlu diperbarui dan disesuaikan dengan draf RUU yang sudah disepakati saat ini. Sebab, naskah akademik itu hanya merupakan sebuah landasan awal.
"Enggak masalah itu kan (berubah) setelah pembahasan, artinya legal standing sudah ada, dasarnya sudah ada," ucap dia.
Salah satu hal yang tidak sinkron antara naskah akademik dan draf RUU KPK adalah terkait wewenang penyadapan.
sumber
#SaveKPK
0
746
Kutip
4
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan