- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Banjir Sumatera & Bangka (7): Kisah Pilu di Balik Hempasan Bah Pangkal Pinang


TS
act.id
Banjir Sumatera & Bangka (7): Kisah Pilu di Balik Hempasan Bah Pangkal Pinang

PANGKAL PINANG - Sebagian besar kawasan terdampak banjir di Pangkal Pinang sudah masuk fase pascabencana, di keempat Kamis (11/2) ini. Namun bukan berarti bencana sudah berakhir. Justru ‘bencana’ yang lebih perih baru akan menghampiri warga Kota Pangkal Pinang.
Sebab, banjir besar yang datang tanda-tanda sama sekali pada Senin (8/2) lalu tak hanya menyisakan lumpur tebal semata, namun juga menghantam telak perekonomian warga Pangkal Pinang. Kami merasakan jelas betapa air mata di pelupuk mata warga Pangkal Pinang memang sudah surut seiring surutnya banjir. Namun dibalik wajah sendu itu masih tersimpan perihnya kehilangan harta benda-modal usaha, sampai menembus angka ratusan juta rupiah.
Seperti yang dirasakan oleh Novita, perempuan berjilbab yang sehari-harinya menjalankan usaha counter pulsa. Kios usahanya hanya berjarak sekira 20 meter dari aliran Sungai Rangkui yang meluap hebat lalu mengisahkan, semua modal usahanya hanyut terbawa banjir. Kiosnya terendam air bah setinggi lebih dari 1 setengah meter. Semua kartu perdana, printer, komputer, kulkas, habis terseret banjir. Kala itu, Senin siang ketika banjir tiba-tiba datang, Novita tak sempat sama sekali menyelamatkan semua modal usahanya. Kini di counter miliknya hanya menyisakan rak-rak kaca tanpa isi. Entah kapan Novita mampu mengumpulkan lagi modal-modalnya untuk merintis kembali usahanya.
Lain lagi kisah dari Ari, seorang pengusaha percetakan yang berada persis di seberang counter Novita. Ari harus merasakan kerugian ekonomi yang begitu menyakitkan ketika air bah datang menghempas. Saat ditemui, Ari sedang membersihkan sisa-sisa barang usahanya yang masih tertutup lumpur tebal. “Usaha saya habis semua Bang, printer semua rusak. Bahkan printer ukuran paling besar untuk cetak A3 mati total terendam air, printer ini saya beli berhutang dengan harga Rp. 250 juta satu unitnya,” ungkap Ari penuh sendu sambil menatapi printer besar itu.
Nasib tak jauh berbeda juga dialami oleh Rusmini warga yang tinggal di rumah kecil persis di bantaran Sungai Rangkui. Rusmini membuat dan menjual kue donat untuk toko kue sekitar Kota Pangkal Pinang. Namun di hari nahas itu Rusmini tak sempat membuat donat sama sekali. Ia mengisahkan, air bah naik sangat cepat, mulai dari semata kaki, menjadi sepinggang, hingga akhirnya merendam rumah Rusmini setinggi genteng. Akhirnya, kini lumpur tebal membenamkan semua peralatan masaknya.
Oven, kulkas, dan banyak peralatan elektronik yang Ia gunakan untuk memproduksi donat rusak total. Bahkan hanyut lenyap tak berjejak. Ia tak mengerti harus memulai dari mana lagi usaha donatnya. Padahal sehari-hari Rusmini mampu membuat lebih dari 800 donat dan dijual seharga Rp. 800 per-buahnya. Hasil usahanya digunakan untuk membiayai sekolah anak-anak dan membantu menopang perekonomian keluarga kecilnya.
Sesaat menjelang senja di Kamis itu beranjak menjadi gelap, suasana hening di posko bencana banjir Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Jl. Mentok Dipati Amir No. 103, Kelurahan Pintu Air mendadak berubah kembali menjadi sedu-sedan. Bukan karena air banjir yang kembali menggenang, tapi di sore itu seorang laki-laki bernama Edy Lau berkesah tentang usaha salon kecantikan dan penyewaan paket pernikahan miliknya di sebelah Posko. Semua habis, katanya. Mulai dari tenda, piring-gelas, meja tamu, baju pengantin, sampai ke singgasana pengantin yang penuh dengan bunga-bunga.
Namun di hari nahas itu, Kehancuran ekonomi yang dirasakan oleh Bang Edy betul-betul memukulnya sampai titik nol. Bayangkan saja, Senin siang (8/2) ketika banjir mulai menghempas Pintu Air, seluruh peralatan modal dan inventaris usahanya lenyap tak bersisa sama sekali terseret arus banjir. Tambah lagi, satu set perlengkapan hajatan miliknya yang sedang disewa oleh warga juga lenyap tak bersisa.
Yang tersisa kini hanya tinggal tiang-tiang tenda pesta yang masih berdiri kokoh persis di pinggir Sungai Rangkui. Tiga ratusan lebih set piring-gelas, belasan meja tamu pernikahan, baju pengantin terbaik yang disewa, sampai panggung untuk duduk mempelai pengantin habis tak ada sisa sama sekali. “Hancur semua modal Saya Bang, dek tau lagi harus mulai darimana,” ucapnya lirih.
Novita, Ari, Rusmini, dan Eddy hanya sebagian kecil dari banyak warga Pangkal Pinang yang harus merasakan pedihnya kehilangan harta benda terpenting. Harta penyambung usaha mereka sehari-hari ludes terseret derasnya air bah.
Banjir memang sudah surut, namun rangkaian kesedihan masih terasa nyata di Kamis senja Pangkal Pinang. Belum lagi memikirkan akan berbaring di mana karena tak ada kasur, juga kebutuhan anak-anak mereka yang kehilangan semua perlengkapan sekolahnya. Mengapa seperti genap kesusahan mereka ya? []
Penulis: Shulhan Samsur Rijal
Ayo Berpartisipasi
0
2.3K
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan