Original Posted By n4z1►
Dari kalangan internal, muncul nama Sekretaris Jenderal Partai Gerindra
1.Ahmad Muzani, Wakil Ketua Dewan Pembina Parta Gerindra
2.Sandiaga Uno, anggota DPR RI
3.Biem Benjamin, anggota DPRD DKI,
4.Mohamad Sanusi, dan
5.Mohamad Taufik.
Dari kalangan eksternal, ada Sekda DKI
6.Saefullah, Wali Kota Bandung
7.Ridwan Kamil, dan mantan Wakil Menteri Pertahanan
8.Sjafrie Syamsuddin.
========
1. Kelaut.
2. Bakalan diungkit kasus Depe dan Kebakaran Lahan.
3. Bakalan cuma jadi pelengkap penggembira doang.
4. Siapa tuh?
5. Wkwkwkwkwkwk.... Topig Lobster!
6. Belum kuat menandingi Ahok.
7. Bolehlah.
8. Masanya udah habis.
Jadi cuma RK yang paling dimungkinkan untuk maju.
Jakarta sejak dulu jadi barometer pertempuran antar partai. Siapa yang menguasai Jakarta, niscaya bisa menguasai Nasional.
Pada Pilkada 2017, aroma dendam sangat tercium jelas, antar partai dan antar personal.
Gerindra, karena merasa Ahok adalah anak yang membangkang, maka akan digempur habis-habisan oleh Gerindra. Tapi, mereka harus punya kuda pacu yang gagah dan kuat. Kuda pacu yang paling dimungkinkan itu adalah Ridwan Kamil. Sangat dimungkinkan Gerindra akan berkolaborasi dengan PKS, karena kedekatan Ridwan Kamil dengan konstituennya di Bandung yang sebagian besar adalah warga PKS. Sehingga tak jarang banyak orang menyangka bahwa Ridwan Kamil adalah kader PKS. Tapi tunggu dulu....
PKS, sejak lama mengincar Jakarta sebagai singgasana pertama untuk meraih tingkat Nasional, meskipun mereka selalu terpuruk. Mimpi mereka meraih 3 besar nasional nampaknya akan terus diusung. Namun yang kita sama-sama tahu, PKS mengalami kesulitan finansial untuk menggerakkan mesin partai, sehingga jika PKS mengusung kadernya sendiri, maka mereka akan berhenti ditengah jalan kehabisan bensin. Kader PKS di Jakarta ini tidak ada yang bisa dijual. Untuk kalangan internal, mungkin mereka gontok-gontokan merasa paling ok. Tapi untuk dijual keluar, jangankan untuk diadu dengan Ahok, diadu dengan Ridwan Kamil aja mereka gak punya. Pada akhirnya, ego mereka akan terjual. Harga diri mereka akan berakhir dibawah meja dengan bernegosiasi dengan Gerindra.
Demokrat, kemungkinan akan mengusung kadernya sendiri dengan euforia sosok SBY. Di kalangan Demokrat, hanya SBY yang bisa diamini, sama halnya dengan Mega di PDIP. Namun untuk mengusung kadernya sendiri, Demokratpun kehabisan tokoh untuk diusung, ketika satu persatu jagoan-jagoannya terhempas karena kasus korupsi. Di DPRD, kader Demokrat hampir gak pernah bersuara.
PDIP, partai yang pernah mengusung Ahok, akan mengkaji ulang strateginya. Mereka akan berhitung untung ruginya mendukung Ahok, karena Ahok, meskipun sangat hormat terhadap Mega, Ahok bukanlah orang yang mudah dijinakkan, apalagi jika berbicara mengenai anggaran siluman. Sementara, partai membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk mengganti biaya kampanye dan jualannya.
Nasdem, setelah kasus korupsi Sekjennya, ada ganjalan jika ingin mengusung Ahok. Ahok bodoh apabila menerima pinangan Nasdem, karena nama Nasdem telah tercemar, dan hal ini juga merugikan Surya Paloh sebagai barometer Nasdem. Mereka pasti akan berkolaborasi dengan partai lain yang sejalan dan sehaluan. Tapi untuk bergabung dengan Gerindra dan PKS, nampaknya sebuah hil yang mustahal! Prabowo pastinya masih punya ganjalan pribadi dengan Surya Paloh mengenai berita-berita MetroTV. Kemungkinan besar Nasdem akan berkongsi dengan PDIP, disamping Nasdem tidak punya kader yang mumpuni untuk diadu dengan Ahok.
Golkar, dipastikan mengusung calonnya sendiri. Namun pencalonan penyanyi country itupun masih bias. Tantowi Yahya hanya menang di verbal bicara, bukan di konstituen. Tantowi Yhya tidak punya massa yang jelas. Kemungkinan Golkar akan berkongsi dengan PKS dan Gerindra.
PPP, yang sampai sekarang masih kisruh di internalnya, tak akan sanggup menandingi kedigdayaan Ahok. Siapa yang sanggup? Lulung? Lulung dulu pernah mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta. Tapi pada akhirnya ada deal-deal take and give antara Lulung dengan Foke, sehingga Lulung mundur dari pencalonan. Sekarang? Lulung hanya akan jadi bahan tertawaan masyarakat DKI jakarta, dimana blunder-blunder yang dihasilkan dari sepak terjang Lulung, masih diingat jelas dalam memori masyarakat Jakarta.
Partai lain? Hanya akan menjadi pelengkap penggembira, jadi gak usah dibahas.
Sekarang, peta pertempuran di sosmed.
Ahok masih akan memakai jasa Jasmev, sementara Jasmev dulunya dibentuk oleh Gerindra dan PDIP untuk mengiringi dan mengawal Jokowi-Ahok. Jasmev juga terbukti bisa mengendalikan gempuran disosmed ketika dipakai oleh Jokowi-JK. Kemungkinan besar Jasmev akan merapat ke Ahok, karena Jokowi telah menjabat sebagai Presiden RI. Jadi, jika PDIP dan Nasdem (mungkin ditambah dengan partai-partai gurem) ingin membentuk cyber squad, mereka harus punya kapabilitas yang mumpuni dalam hal perang opini di sosmed yang kian hari kian terasa kacaunya.
Gerindra, pasti tetap akan mengandalkan cyber squad PKS ditambah kemungkinan besar cyber squad-cyber squad gabungan seperti Wing Cyber Bowo Harja di Kaskus ini. Mereka pastinya akan kembali digerakkan untuk berhadap-hadapan dengan Jasmev dan personal-personal di sosmed yang terbiasa dengan perang opini, termasuk di Kaskus ini. Yang perlu digarisbawahi, andai cyber squad dari pihak Gerindra dan PKS (yang terakhir ini harus ditekankan!) kembali memainkan pola yang sama (ane gak perlu sebutkan apa itu, mereka pasti paham), mereka akan menggali liang kubur mereka dan kembali menahan malu, karena bakalan mederita kekalahan kembali.
Golkar, PPP, PKB, hampir dipastikan melempem cyber squadnya. Cyber squad mereka belum kelihatan handal untuk bertempur di sosmed. Jadi, Golkar kemungkinan akan bergabung dengan Gerindra, begitu pula dengan PPP. Sementara PKB akan kembali bergabung dengan PDIP dan Nasdem.
Ahok? Ahok akan tetap melaju melalui jalur independent. Suara pemilik KTP yang disyaratkan KPU telah terpenuhi, jadi bukan alasan bagi dia untuk tidak maju melalui jalur independen. Lalu apa kerugiannya dan apa keuntungannya bagi Ahok? Masyarakat akan menilai, bahwa Ahok bersih dari kepentingan dan deal-deal politik partai yang selama ini dianggap biang kerok dari semua kekisruhan anggaran siluman dan tarik-menarik kepentingan. Itu keuntungannya. Kerugiannya adalah, dana finansial Ahok bakalan terbatas. Ada kemungkinan Ahok akan kesulitan berkampanye. Tapi ini bukan masalah besar, sebab nama Ahok sudah melekat dihati masyarakat Jakarta, baik di hati pendukungnya maupun dihati pembencinya. Jadi Ahok tidak perlu lagi memperkenalkan diri, mempromosikan program-programnya, dan lain-lain, disamping juga keuntungan Ahok sekakang ini adalah sebagai incumbent.
Kebodohan terbesar partai-partai itu adalah, apabila tiap-tiap partai bernafsu mencalonkan kader-kadernya sendiri, maka ini akan jadi makanan empuk Ahok. Ibarat kata, untuk menggebuk seekor lalat, maka sebuah sapu lidi haruslah terikat, bukannya malah dicerai berai. Jika partai-partai jadi mencalonkan kader-kadernya sendiri, maka tak akan ada satupun calon dari mereka yang bisa mengungguli Ahok, karena suara mereka terpecah. Lain halnya jika suara mereka bersatu, maka berat bagi Ahok untuk menghadapi gempuran lawan.
Jika Gerindra, PKS, Golkar, Demokrat, PPP mencalonkan Ridwan Kamil. Lalu PDIP, Nasdem, PKB, dan lain-lain mencalonkan calonnya sendiri, maka konsentrasi pemilih akan terpecah menjadi 3. Jika Pilkada DKI Jakarta berlangsung 1 putaran, maka dipastikan Ahok akan menang. Jika Pilkada DKI Jakarta berlangsung 2 putaran, kemungkinan besar Ahok akan terjungkal.
Pilihan ada ditangan masyarakat DKI Jakarta. Pilih yang terbaik, yang benar-benar membawa kemaslahatan masyarakat DKI Jakarta, bukan sekedar retorika dan janji belaka.
Buat cyber squad manapun dan siapapun, kita akan kembali bertempur di penghujung 2016 ini. Selamat menikmati.
