Sejumlah catatan penting mengisi kaleidoskop perjalanan bangsa ini selama tahun 2015, salah satunya yakni bencana kabut asap yang melanda beberapa daerah di Indonesia.
Kabut asap yang baru beberapa pekan lalu kita lewati bersama, seolah sudah menjadi sebuah karma tersendiri yang harus diterima bangsa ini. Wujud murka alam bagi bangsa yang lalai akan nilai-nilai luhur kelestarian lingkungan.
Bagaimana tidak, kejadian luar biasa yang muncul akibat kesengajaan, kesewenangan dan kekurangajaran ulah manusia serakah yang seenaknya melakukan pembakaran lahan dan hutan. Entah berapa juta hektare lahan dan hutan yang sudah terbakar selama musim kemarau kemarin berlangsung.

Masih lekat di benak kita, berbulan-bulan lamanya bangsa ini tersandara dalam kabut asap. Bencana tersebut tak hanya melumpuhkan aktivitas, merenggut kondisi nyaman dan hak asasi untuk dapat bernafas dengan lega. Namun juga mengakibatkan puluhan nyawa berjatuhan dan jutaan korban lainnya menderita ISPA. Selama kemarau kemarin, Sumatera dan Kalimantan tercatat menjadi penghasil utama kabut asap. Tak terkecuali Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah (Kalteng).

Di Kobar ribuan titik api terpantau hampir di seluruh kecamatan. Titik api terbanyak bahkan terpantau berada di dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP).Selama musim kemarau kemarin, kebakaran lahan dan hutan di TNTP terparah terjadi sejak bulan Agustus hingga Oktober 2015. Dari Total 414 ribu hektare luas kawasan konservasi orangutan tersebut, 100 ribu haktare lebih diantaranya hangus terbakar.

Namun tidak banyak yang tahu, bila kebakaran lahan dan hutan di TNTP punya hikmah positif tersendiri bagi para penyita lingkungan, yakni munculnya kesadaran kolektif masyarakat yang luar biasa dan baru kali pertama terjadi. Yang mana, selama kurang lebih 3 bulan lamanya (Agustus - Oktober) kemaren. Ratusan relawan pemadam kebakaran silih berganti keluar masuk kawasan TNTP. Saling menyumbang tenaga dan semangat memerangi titik api.

Dengan peralatan dan bekal logistik seadanya, tanpa mengenal waktu para relawan ini melokalisir titik api yang mengancam zona rimba di TNTP. Aksi kerelaawan di TNTP ini mampu menimbulkan empati warga warga perkotaan umumnya. Tak sedikit warga yang secara sukarela menyumbangkan sedikit uang, bahan makanan dan logistik lain bagi para relawan yang mewakili masyarakat umum lain, bertarung melawan api dan mengurangi potensi bencana asap di tengah hutan sana.


Meski terbilang amatir, atau tak memiliki pengalaman mumpuni dalam hal pemadaman kebakaran lahan dan hutan, namun keberadaan para relawan itu telah telah menjadi kekuatan baru bagi kelestarian alam di TNTP. Mereka para relawan tersebut adalah para pelaku wisata, pemilik agen travel, NGO asing maupun lokal yang menjadi mitra Balai Taman Nasional Tanjung Puting, masyarakat Desa Sekonyer yang tinggal di sekitar TNTP, dan warga sipil pencinta lingkungan umumnya. Demi menjaga harapan dan kesadaran kolektif yang muncul, para relawan tersebut kemudian mendeklarasikan diri membentuk sebuah forum kerelawanan, bernama "Care for Tanjung Puting."

Hampir genap dua bulan sudah bencana kabut asap berlalu. Selama dua bulan pasca bencana kabut asap aksi relawan yang menamakan diri mereka Care for Tanjung Puting (CTP) tak serta merta berakhir pula. Hingga saat ini CTP masih terus melakukan aktivitas kerelawanan dengan melakukan kegiatan rehabilitasi lahan yang terbakar, perbaikan sarana akses menuju lokasi bekas kebakaran serta penambahan fasilitas dan perlengkapan sebagai bentuk kesiapsiagaan bencana kebakaran lahan dan hutan yang mungkin akan terjadi kembali dimasa yang akan. Penambahan fasilitas dan perlengkapan pemadaman kebakaran ini akan dilakukan secara bertahap, terutama penambahan penggalian sumur-sumur menggingat salah satu permasalahan yang paling serius dalam upaya pemadaman kebakaran adalah sulitnya mendapatkan air karena sumber air terbatas dan jauh dari sungai.

Beberapa kegiatan yang telah dilakukan CTP selama pasca bencana diantaranya penanaman bibit pohon endemik Taman Nasional yang dilaksanakan hampir setiap akhir pekan dengan melibatkan berbagai kalangan, baik pelajar, mahasiswa, perkumpulan/komunitas se- Kobar dll. Selain penanaman CTP juga melakukan perbaikan jembatan sepanjang jalan akses masuk menuju lokasi bekas kebakaran yang menjadi titik fokus reforestation/penghutanan kembali yang selama ini dilakukan, pembagian obat-obatan dan vitamin anak kepada masyarakat Desa Sekonyer. Semua pendanaan kegiatan diperoleh dari berbagai pihak yang peduli terhadap pelestarian alam baik yang berada di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah dan atau yang diperoleh dari para donatur yang berada di luar Kalimantan.

Untuk kegiatan penanaman bibit pohon endemik Tanaman Nasional sendiri, bibit diperoleh dari salah satu NGO lokal yang menjadi mitra kerja Balai Taman Nasional Tanjung Puting dalam bidan reforestation dan dibeli dari kelompok-kelompok penyemai bibit yang terdapat di sekitar Taman Nasional sebagai bentuk upaya pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional. Adapun jumlah bibit yang telah ditanam kurang lebih mencapai 6000 bibit, dan 300 ribu bibit yang terakhir ditanam pada tanggal 27-28 Desember 2015 lalu merupakan bantuan dari sekelompok orang yang menamakan aksi kepedulian merekan dengan sebutan #JungleCalls. Mereka tidak hanya memberikan menjadi donatur tapi juga ikut serta turun kelapangan menanam bibit-bibit tersebut dengan tangan mereka.

Sebuah suport yang sangat berarti dan memberikan energi positif bagi kawan-kawan relawan yang tergabung dalam CTP. Satu semangat yang membuat mereka terus berupaya agar kegiatan ini tidak menjadi sebuah kegiatan spontanitas semata yang akan menghilang bersama waktu. Ada banyak agenda yang akan dijalankan oleh CTP dalam jangka panjang yang diantaranya pemberdayaan masyarakat pesisir pantai untuk pembuatan penyemaian mangrove, pengenalan dan pendidikan konsevasi secara berkesinambungan bagi anak-anak Sekolah Dasar di sekitar Kawasan TNTP dan Pelajar-pelajar di Kabupaten Kotawaringin Barat pada umumnya, dan pastinya penyulaman bibit-bibit yang mati setiap dua sampai tiga bulan sekali. Selain itu CTP bersama NGO Asing mau pun lokal dan Balai Taman Nasional Tanjung Puting bersama-sama telah merencana untuk membentuk sebuah tim pemadam kebakaran lahan dan hutan serta mengadakan pelatihan-pelatihan terkain hal tersebut sebagai usaha antisipasi dimasa-masa mendatang.