- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Membongkar harga jual Premium dan Solar yang wajar


TS
aghilfath
Membongkar harga jual Premium dan Solar yang wajar
Spoiler for Membongkar harga jual Premium dan Solar yang wajar:

Merdeka.com - Pemerintahan Jokowi-JK memutuskan untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) per 5 Januari mendatang. Di mana, Premium turun sebesar Rp 150 menjadi Rp 7.150 per liter dari saat ini Rp 7.300 per liter.
Sementara itu, solar turun Rp 800 menjadi Rp 5.950 per liter dari Rp 6.700 per liter. Harga baru tersebut sudah termasuk pungutan Dana Ketahanan Energi (DKE) yakni sebesar Rp 200 per liter untuk Premium dan Rp 300 per liter untuk Solar.
Namun demikian, berapa sebenarnya harga jual Premium dan Solar yang wajar?
Pengamat Energi sekaligus Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria mengatakan, penetapan harga jual Premium dan solar harus berdasarkan dan atau menggunakan basis harga MOPS.
Kenapa demikian? karena sekitar 55 persen Premium diimpor langsung dari negara luar sedangkan yg diolah oleh Pertamina sendiri hanya sekitar 45 persen.
Selain itu minyak mentah yang di proses di kilang pertamina, 40 persen-nya adalah minyak mentah impor. Penghitungan juga berdasarkan harga rata rata setidaknya dalam kurun waktu 3 bulan terakhir.
Untuk BBM RON 92, harga Mops rata-rata dalam 4 bulan terakhir di tahun 2015 adalah sebesar USD 56,40 /barel. Sementara nilai tukar rupiah (kurs) rata rata adalah Rp 13.800 per USD.
"Dengan demikian maka Harga pokok dalam Rupiah adalah sebesar Rp 4.895 per liter (harga dasar Premium)," kata Sofyano dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (26/12).
Alpha bagi badan penyalur (pertamina) untuk penggantian biaya penyediaan, biaya distribusi, biaya penyimpanan, jasa distribusi bagi SPBU dan Pertamina, dihitung sebesar 20 persen dari harga dasar atau sebesar Rp 979 per liter (sudah termasuk Margin SPBU Rp 285 per liter).
"Harga dasar Premium adalah Rp.5.874 per liter."
Kemudian harga ini ditambah biaya penugasan penyaluran BBM kepada Badan penyalur (Pertamina dan badan usaha lain yang melaksanakan tugas penyaluran) sebesar 2 persen dari harga dasar atau sebesar Rp 117 per liter.
"Ini tentunya wajar dilakukan karena badan usaha menggunakan modal awal untuk penyediaan dan penyaluran bbm tersebut yang tentu saja ini harus diperhitungkan dan harus mendapat apresiasi yang setimpal secara bisnis, apalagi kenyataan yang ada bahwa pembayaran Pemerintah kepada badan usaha biasanya terealisir dalam waktu paling cepat enam bulan," sambungnya.
Hasilnya, harga sebelum pajak menjadi Rp 5.991 per liter. Kemudian ini ditambah pengenaan pajak Ppn (10 persen dari harga sebelum pajak) atau sebesar Rp 599,1 per liter. Pajak PBBKB (5 persen dari harga sebelum pajak) atau sebesar Rp. 300 per liter.
"Harga Jual eceran Rp.6.890 per liter."
Sofyano mengatakan, ternyata kemudian masyarakat mendapati bahwa Pemerintah mengumumkan bahwa harga Premium ditetapkan menjadi sebesar Rp 7.150 per liter sudah termasuk anggaran untuk ketahanan energi sebesar Rp 200 per liter.
Kemudian selanjutnya soal penghitungan harga jual Solar versi Puskepi.
Harga MOPS rata rata 4 bulan terakhir untuk Solar adalah USD 54,60 per barel. Sedangkan kurs nilai tukar rata rata Rp 13.800 per USD.
"Nilai MOPS Rp 4.739 per liter, kemudian Alpha Solar (20 persen) Rp 948 per liter. Jadi harga dasar Solar Rp 5.687 per liter," kata Sofyano.
Kemudian harga ini ditambah pajak PPn (10 persen dari harga dasar) yaitu Rp 568,7 per liter dan pajak PBBKB (5 persen dari harga dasar) yaitu Rp 284 per liter.
"Harga jual sebelum disubsidi pemerintah seharusnya adalah Rp.6.540 per liter. Harga Jual setelah disubsidi (Rp.1.000/liter) adalah Rp 5.540 per liter.
Harga jual eceran yang ditetapkan Pemerintah setelah ditambah untuk anggaran ketahanan energi Rp.300/liter adalah Rp 5.950 per liter.
"Jika pemerintah dan Khususnya DPR RI memang berkehendak kuat mengurangi beban masyarakat atas harga bbm, seharusnya pungutan PPn dan PBBKB bisa dihapuskan pungutannya dari harga jual BBM yang ditetapkan Pemerintah."
http://m.merdeka.com/uang/membongkar...ang-wajar.html
Quote:
Original Posted By aghilfath►

Merdeka.com -Pemerintahan Jokowi-JK memutuskan untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) per 5 Januari mendatang. Di mana, Premium turun sebesar Rp 150 menjadi Rp 7.150 per liter dari saat ini Rp 7.300 per liter.
Sementara itu, solar turun Rp 800 menjadi Rp 5.950 perliter dari Rp 6.700 per liter.
Meski mengalami penurunan, harga Premium dan Solar di Tanah Air masih di atas harga keekonomian. Pemerintah memungut Dana Ketahanan Energi, di mana besarannya Rp 200 per liter untuk Premium dan Solar Rp 300 per liter.
Jika mengecualikan pungutan itu, maka harga keekonomian Solar hanya sebesar Rp 5.650 per liter dan Premium Rp 6.950 per liter.
Kebijakan memungut DKE menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Bahkan banyak kalangan meragukan pengelolaan dana yang belum masuk dalam APBN 2016.
Menteri ESDM, Sudirman Said mengatakan, jika masalah DKE terletak pada mekanisme pemungutan dan pengelolaan, serta jika memang harus masuk dalam skema Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ini solusinya tak terlalu sulit.
Pemerintah akan mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui mekanisme APBN-Perubahan. "Kita perlu mengatur secara khusus tata-cara pemungutan dan pemanfaatan DKE, termasuk prioritas pemanfaatannya. Pada Januari 2016 nanti, kami akan mengonsultasikannya kepada Komisi VII DPR," ungkapMenteri Sudirman seperti dikutip dari situs kementerian diJakarta, Sabtu (26/12).
Menurut Sudirman, DKE ditujukan untuk mendorong eksplorasi agar laju/tingkat deplesi (depletion rate) cadangan minyak bisa ditekan sedemikian rupa. "Kita perlu menggencarkan eksplorasi agar tahu cadangan kita secara akurat," ujarnya.
Selain itu, DKE diarahkan pula untuk membangun prasarana cadangan strategis serta energi berkelanjutan, yakni energi baru dan terbarukan (EBT).
Dari sisi kebutuhan, yang paling mendesak untuk disediakan adalah dana stimulus untuk membangun EBT. Dana stimulus juga dimaksudkan untuk melakukan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas), panas bumi, serta batu bara karena investasi eksplorasi sedang mengalami penurunan.
Selazimnya uang negara, DKE akan disimpan oleh Kementerian Keuangan dengan otoritas penggunaan berada di kementerian teknis, yakni Kementerian ESDM.
Adapun auditnya, secara internal dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Selanjutnya, Badan Pemeriksa Keuangan pasti akan mengaudit juga.
http://m.merdeka.com/uang/sudirman-s...ium-solar.html
Spoiler for Sudirman Said bakal lapor ke DPR soal dana pungutan Premium & Solar:

Merdeka.com -Pemerintahan Jokowi-JK memutuskan untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) per 5 Januari mendatang. Di mana, Premium turun sebesar Rp 150 menjadi Rp 7.150 per liter dari saat ini Rp 7.300 per liter.
Sementara itu, solar turun Rp 800 menjadi Rp 5.950 perliter dari Rp 6.700 per liter.
Meski mengalami penurunan, harga Premium dan Solar di Tanah Air masih di atas harga keekonomian. Pemerintah memungut Dana Ketahanan Energi, di mana besarannya Rp 200 per liter untuk Premium dan Solar Rp 300 per liter.
Jika mengecualikan pungutan itu, maka harga keekonomian Solar hanya sebesar Rp 5.650 per liter dan Premium Rp 6.950 per liter.
Kebijakan memungut DKE menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Bahkan banyak kalangan meragukan pengelolaan dana yang belum masuk dalam APBN 2016.
Menteri ESDM, Sudirman Said mengatakan, jika masalah DKE terletak pada mekanisme pemungutan dan pengelolaan, serta jika memang harus masuk dalam skema Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ini solusinya tak terlalu sulit.
Pemerintah akan mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui mekanisme APBN-Perubahan. "Kita perlu mengatur secara khusus tata-cara pemungutan dan pemanfaatan DKE, termasuk prioritas pemanfaatannya. Pada Januari 2016 nanti, kami akan mengonsultasikannya kepada Komisi VII DPR," ungkapMenteri Sudirman seperti dikutip dari situs kementerian diJakarta, Sabtu (26/12).
Menurut Sudirman, DKE ditujukan untuk mendorong eksplorasi agar laju/tingkat deplesi (depletion rate) cadangan minyak bisa ditekan sedemikian rupa. "Kita perlu menggencarkan eksplorasi agar tahu cadangan kita secara akurat," ujarnya.
Selain itu, DKE diarahkan pula untuk membangun prasarana cadangan strategis serta energi berkelanjutan, yakni energi baru dan terbarukan (EBT).
Dari sisi kebutuhan, yang paling mendesak untuk disediakan adalah dana stimulus untuk membangun EBT. Dana stimulus juga dimaksudkan untuk melakukan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas), panas bumi, serta batu bara karena investasi eksplorasi sedang mengalami penurunan.
Selazimnya uang negara, DKE akan disimpan oleh Kementerian Keuangan dengan otoritas penggunaan berada di kementerian teknis, yakni Kementerian ESDM.
Adapun auditnya, secara internal dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Selanjutnya, Badan Pemeriksa Keuangan pasti akan mengaudit juga.
http://m.merdeka.com/uang/sudirman-s...ium-solar.html
Skema perhitungan udah dibuka transparan, tinggal masyarakat mengawasi penyimpangan dan kejanggalan yg ada sehingga diperoleh penetapan harga yg transparan, adil dan layak

Diubah oleh aghilfath 26-12-2015 21:36
0
4.6K
Kutip
55
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan