- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ekspor Sumut Bakal Melonjak ke Tiongkok


TS
jiu.gui
Ekspor Sumut Bakal Melonjak ke Tiongkok
- Medan. Kinerja ekspor komoditas Sumatera Utara (Sumut) ke Tiongkok dipastikan bakal meningkat dalam beberapa bulan ke depan menyusul mata uang negara itu, yuan (renminbi) dimasukkan sebagai mata uang internasional oleh Dana Moneter Internasional (IMF).
Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut Laksmana Adyaksa mengungkapkan, masuknya yuan sebagai salah satu mata uang internasional juga dipastikan bakal mendongkrak nilai tukar yuan terhadap mata uang lainnya, termasuk rupiah. "Yuan akan dicari-cari, sehingga akan mendongkrak nilai tukar," katanya kepada MedanBisnis, Rabu (2/12).
Seperti diketahui Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) akhirnya memasukkan yuan (renminbi) sebagai mata uang internasional pada Senin 30 November 2015. Yuan masuk dalam keranjang special drawing rights (SDR) bersama mata uang internasional lain yaitu dolar AS, euro, yen, dan poundsterling.
Laksamana mengatakan naiknya nilai tukar yuan tersebut tentu akan menyebabkan harga komoditas ekspor Sumut bakal lebih murah. Dengan sendirinya, saat harga lebih murah permintaan terhadap komoditas akan semakin meningkat. "Kinerja ekspor bakal melonjak," tegasnya.
Hal tersebut, katanya, tentu akan sangat menguntungkan Sumut karena Tiongkok masih menjadi negara tujuan utama. Lebih dari 10% barang ekspor Sumut dilempar ke negara itu. Angka ini sebenarnya mengalami penurunan karena sejak akhir tahun lalu ekspor ke Tiongkok terus mengalami penurunan. Biasanya, ekspor ke Tiongkok bisa di atas 15% dari total nilai ekspor Sumut. Saat ini, ekspor ke Tiongkok hanya kalah tipis dari Amerika yang mencapai 11,2%, sedangkan ke India masih di bawah 10%.
Selain itu, dampak lain dari kebijakan itu adalah harga barang-barang dari Tiongkok yang masuk ke Sumut akan semakin lebih mahal. Mahalnya harga barang impor tersebut tentu akan menekan permintaan dalam negeri yang dengan sendirinya juga akan menekan nilai impor. "Ini tentu sejalan dengan program pemerintah yang ingin terus menekan angka impor," jelasnya.
Neraca perdagangan Sumut dengan Tiongkok pun akan lebih seimbang. Bahkan, ada kemungkinan surplus neraca perdagangan akan semakin meningkat asalkan ekspor tak mengalami kendala, sedangkan impor dari Tiongkok terus tertekan.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang Januari hingga Oktober tahun ini, nilai ekspor Sumut ke Tiongkok mencapai US$666,31 juta.
Angka tersebut turun dibanding tahun lalu yang mencapai US$845,86 juta. Penurunan nilai ekspor tersebut terjadi karena banyak industri di sana yang menahan produksi akibat tekanan ekonomi. "Ekspor ke Tiongkok masih didominasi CPO dan karet," kata Kepala BPS Sumut Wien Kusdiatmono.
Sementara nilai impor dari Tiongkok mengalami penurunan tipis dari US$693,67 juta tahun lalu menjadi US$662,67 juta pada tahun ini. Selain barang-barang konsumsi, barang impor dari Tiongkok didominasi oleh bahan bakar mineral, mesin dan peralatan listrik, pupuk dan barang lainnya.
Pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin menilai, dengan masuknya yuan dalam keranjang mata uang IMF, maka yuan akan lebih banyak digunakan sebagai mata uang internasional. Selanjutnya Tiongkok bisa menyalip dolar AS menjadi mata uang utama dunia, jika perekonomian Tiongkok mampu didorongh tumbuh lebih cepat lagi.
Artinya akselerasi pada pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan mengakibatkan yuan lebih banyak dibutuhkan dibandingkan dengan mata uang lainnya. Semua ini tergantung dengan kemampuan Tiongkok untuk mewujudkannya. Semakin besar negara lain membutuhkan Tiongkok dalam perdagangan atau ekonomi, maka semakin besar pula peluang yuan untuk menjadi pemain utama dalam kancah mata uang global.
Sejauh ini yuan sengaja diperlemah yang membuat ekspor Tiongkok lebih kompetitif dibandingkan dengan negara lainnya. "Akan tetapi, jika yuan sudah menjadi mata uang internasional seperti halnya euro, dolar AS, yen ataupun poundsterling. Maka yang dipertanyakan bagaimana nasib yuan ke depan," katanya.
Permintaan akan mata uang yuan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan setelah IMF memastikan akan memasukan mata uang itu dalam SDR. Yuan bisa menjadi alternatif investasi selain mata uang besar sebelumnya.
Tentunya Indonesia bisa diuntungkan dengan masuknya yuan ke dalam SDR IMF. Perekonomian Tiongkok yang membaik akan memberikan garansi pertumbuhan ekonomi nasional, karena ketergantungan Indonesia terhadap pangsa pasar Tiongkok cukup besar. Begitupun, masih butuh waktu untuk melihat bagaimana perkembangan yuan nantinya setelah keputusan IMF sebelumnya.
http://www.medanbisnisdaily.com/news.../#.Vl-kFl6YFf4
Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut Laksmana Adyaksa mengungkapkan, masuknya yuan sebagai salah satu mata uang internasional juga dipastikan bakal mendongkrak nilai tukar yuan terhadap mata uang lainnya, termasuk rupiah. "Yuan akan dicari-cari, sehingga akan mendongkrak nilai tukar," katanya kepada MedanBisnis, Rabu (2/12).
Seperti diketahui Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) akhirnya memasukkan yuan (renminbi) sebagai mata uang internasional pada Senin 30 November 2015. Yuan masuk dalam keranjang special drawing rights (SDR) bersama mata uang internasional lain yaitu dolar AS, euro, yen, dan poundsterling.
Laksamana mengatakan naiknya nilai tukar yuan tersebut tentu akan menyebabkan harga komoditas ekspor Sumut bakal lebih murah. Dengan sendirinya, saat harga lebih murah permintaan terhadap komoditas akan semakin meningkat. "Kinerja ekspor bakal melonjak," tegasnya.
Hal tersebut, katanya, tentu akan sangat menguntungkan Sumut karena Tiongkok masih menjadi negara tujuan utama. Lebih dari 10% barang ekspor Sumut dilempar ke negara itu. Angka ini sebenarnya mengalami penurunan karena sejak akhir tahun lalu ekspor ke Tiongkok terus mengalami penurunan. Biasanya, ekspor ke Tiongkok bisa di atas 15% dari total nilai ekspor Sumut. Saat ini, ekspor ke Tiongkok hanya kalah tipis dari Amerika yang mencapai 11,2%, sedangkan ke India masih di bawah 10%.
Selain itu, dampak lain dari kebijakan itu adalah harga barang-barang dari Tiongkok yang masuk ke Sumut akan semakin lebih mahal. Mahalnya harga barang impor tersebut tentu akan menekan permintaan dalam negeri yang dengan sendirinya juga akan menekan nilai impor. "Ini tentu sejalan dengan program pemerintah yang ingin terus menekan angka impor," jelasnya.
Neraca perdagangan Sumut dengan Tiongkok pun akan lebih seimbang. Bahkan, ada kemungkinan surplus neraca perdagangan akan semakin meningkat asalkan ekspor tak mengalami kendala, sedangkan impor dari Tiongkok terus tertekan.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang Januari hingga Oktober tahun ini, nilai ekspor Sumut ke Tiongkok mencapai US$666,31 juta.
Angka tersebut turun dibanding tahun lalu yang mencapai US$845,86 juta. Penurunan nilai ekspor tersebut terjadi karena banyak industri di sana yang menahan produksi akibat tekanan ekonomi. "Ekspor ke Tiongkok masih didominasi CPO dan karet," kata Kepala BPS Sumut Wien Kusdiatmono.
Sementara nilai impor dari Tiongkok mengalami penurunan tipis dari US$693,67 juta tahun lalu menjadi US$662,67 juta pada tahun ini. Selain barang-barang konsumsi, barang impor dari Tiongkok didominasi oleh bahan bakar mineral, mesin dan peralatan listrik, pupuk dan barang lainnya.
Pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin menilai, dengan masuknya yuan dalam keranjang mata uang IMF, maka yuan akan lebih banyak digunakan sebagai mata uang internasional. Selanjutnya Tiongkok bisa menyalip dolar AS menjadi mata uang utama dunia, jika perekonomian Tiongkok mampu didorongh tumbuh lebih cepat lagi.
Artinya akselerasi pada pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan mengakibatkan yuan lebih banyak dibutuhkan dibandingkan dengan mata uang lainnya. Semua ini tergantung dengan kemampuan Tiongkok untuk mewujudkannya. Semakin besar negara lain membutuhkan Tiongkok dalam perdagangan atau ekonomi, maka semakin besar pula peluang yuan untuk menjadi pemain utama dalam kancah mata uang global.
Sejauh ini yuan sengaja diperlemah yang membuat ekspor Tiongkok lebih kompetitif dibandingkan dengan negara lainnya. "Akan tetapi, jika yuan sudah menjadi mata uang internasional seperti halnya euro, dolar AS, yen ataupun poundsterling. Maka yang dipertanyakan bagaimana nasib yuan ke depan," katanya.
Permintaan akan mata uang yuan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan setelah IMF memastikan akan memasukan mata uang itu dalam SDR. Yuan bisa menjadi alternatif investasi selain mata uang besar sebelumnya.
Tentunya Indonesia bisa diuntungkan dengan masuknya yuan ke dalam SDR IMF. Perekonomian Tiongkok yang membaik akan memberikan garansi pertumbuhan ekonomi nasional, karena ketergantungan Indonesia terhadap pangsa pasar Tiongkok cukup besar. Begitupun, masih butuh waktu untuk melihat bagaimana perkembangan yuan nantinya setelah keputusan IMF sebelumnya.
http://www.medanbisnisdaily.com/news.../#.Vl-kFl6YFf4
0
578
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan