Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ongoleAvatar border
TS
ongole
Analisa permasalahan kematian tinggi di minggu pertama
Artikel berdasarkan pengalaman dari penulis sendiri dalam menganalisa dan membantu menghadapi permasalahan yang dialami peternak komersial



Kematian tinggi di awal pemeliharaan (minggu pertama)



Terjadi kematian yang tinggi di minggu pertama yang diduga disebabkan oleh kaki kering dan omphalitis. Kaki kering merupakan tanda yang disebabkan oleh dehidrasi atau kekurangan cairan. Sedangkan omphalitis atau infeksi kantong kuning telur pada anak ayam merupakan salah satu bentuk infeksi lokal dari penyakit Collibacilosis. Hal ini ditandai dengan peradangan pada pusar (Barness dkk, 1997). Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya omphalitis, kaki kering, serta masalah lain penyebab deplesi tinggi di minggu pertama, akan dibahas di bawah ini

1. Pencucian Kandang

Suatu permasalahan jika kandang tidak dicuci, karena kemungkinan besar sisa feses, debu dan kotoran masih menempel di kandang. Adanya sisa feses dan kotoran yang lain akan menjadi tempat yang baik bagi pertumbuhan bibit penyakit dan daya kerja desinfektan untuk membasmi bibit penyakit menjadi tidak optimal. Jika kotoran tersebut tidak dihilangkan maka siklus bibit penyakit akan selalu berlangsung dan bibit penyakit selalu berada di dalam kandang. Kandang yang tidak dicuci tersebut menjadi salah satu penyebab kasus omphalitis karena banyaknya bakteri yang tertinggal dalam kandang, yang dapat dengan mudah masuk menginfeksi ayam yang daya tahan tubuhnya belum sempurna.

Saran :

dilakukan pencucian kandang beserta peralatannya, dan pembersihan lingkungan di area luar kandang. Hal yang perlu diperhatikan dalam pencucian yaitu sisa kotoran ayam, baik berupa feses, sisa litter, bulu maupun debu harus bersih terlebih dahulu. Setelah itu, dilakukan penyemprotan air bertekanan dan pastikan semua bagian kandang tersemprot.
Pembersihan menggunakan sabun juga perlu dilakukan karena feses ayam memiliki lapisan lemak atau minyak sehingga saat menempel di lantai kandang sulit dihilangkan jika hanya menggunakan air. Oleh karena itu diperlukan pemakaian sabun yang mampu melarutkan minyak tersebut. Pembersihan dengan sabun ini juga sekaligus sebagai cara untuk menghilangkan kotoran yang masih tersisa dari penyemprotan dengan menggunakan air bertekanan. Langkah selanjutnya setelah pencucian dan penyabunan yaitu disemprot disinfektan.
Pengapuran bertujuan mencegah dan mengurangi mikroorganisma bakteri, virus termasuk jamur yang merugikan di dalam kandang. Pengapuran dapat dilakukan dengan cara kapur diencerkan dengan air kemudian dioleskan atau disemprotan pada permukaan kandang (lantai, dinding dan langi-langit kandang), atau dapat dilakukan dengan menaburkan kapur kering ke lantai.
Setelah tahapan pencucian, penyabunan, disinfeksi, dan pengapuran selesai, maka kandang perlu diistirahatkan untuk beberapa waktu yaitu minimal 14 hari dengan pintu dan tirai kandang ditutup. Tujuannya agar bibit penyakit yang berada di kandang bisa dikurangi secara optimal. Pada masa istirahat kandang sebaiknya tidak ada aktivitas di dalam dan sekitar kandang atau minimal aktivitas pekerja keluar masuk dibatasi.

2. Air minum

Air minum yang tidak dimasak menjadi masalah karena air yang dikonsumsi ayam tidak steril. Air yang bersih dan jernih belum tentu steril karena masih mengandung bakteri yang tidak mati jika tidak direbus hingga suhu 100ºC terlebih dahulu. Air yang tidak dimasak/mentah pada umumnya mengandung bakteri seperti E.Coli. Bakteri ini dipastikan sebagai penyebab dari omphalitis karena masuk ke tubuh ayam melalui air sehingga mengganggu proses penyerapan kuning telur ayam pada ayam.

Saran :

memberikan air matang yang sudah dimasak untuk ayam pada 3 hari pertama dengan tujuan untuk membunuh bakteri dalam air minum sehingga tidak masuk ke tubuh ayam. Dengan cara ini biaya pengobatan dapat dialihkan ke biaya pemasakan air, sekaligus untuk mengefisienkan penggunaan obat.

3. Pemberian pakan dan tempat pakan

Pemberian dan pembersihan pakan hanya dilakukan 2 kali sehari pada waktu pagi dan sore menjadi rutinitas yang kurang tepat karena pemberian pakan hendaknya memperhatikan waktu pada saat ayam umumnya tidak tidur dan ingin makan. Pakan yang lama tersedia/jarang diganti akan mengurangi nafsu untuk makan karena palatabilitasnya menurun. Pakan yang terlalu lama di lingkungan terbuka dapat menimbulkan ketengi-an. Di dalam pakan terdapat bahan baku minyak yang apabila bereaksi dengan oksigen terlalu lama akan timbul ketengi-an dan karenanya dapat menurunkan palatabilitas pakan.

Rentang yang panjang dari pemberian pagi dan sore tersebut juga menyebabkan kotoran seperti feses dan sekam masuk ke tempat pakan dan bercampur dengan pakan. Hal tersebut tentunya juga dapat sebagai jalan masuknya bakteri penginfeksi karena ayam akan secara langsung ataupun tidak langsung memakan pakan yang tercemar kotorannya sendiri.

Perbedaan tempat pakan juga dapat mengakibatkan ketidak meratanya pakan yang dikonsumsi ayam, sehingga menimbulkan keseragaman ayam rendah. Tidak meratanya konsumsi ayam tersebut dipengaruhi oleh perbedaan akses ayam untuk makan. Tempat pakan yang digunakan dari awal pemeliharaan yaitu feeder tray, baby chick feeder, dan hanging feeder. Penggunaan hanging feeder dirasa tidak tepat karena ayam kesulitan untuk masuk dan makan.

Saran :

memberi pakan di saat ayam membutuhkan dan jangan memberi pakan pada saat tidak membutuhkan. Jika kita mampu memberikan sesuai dengan waktunya, maka konsumsi pakan akan lebih baik dibandingkan jika tersedia terus menerus dan dibiarkan lama. Frekuensi pemberian pakan dengan metode melihat perilaku ayam akan menjadi lebih sering yaitu sekitar 6-8 kali sehari.
Pada saat pemberiaan pakan hendaknya dibarengi dengan pembersihan tempat pakan. Sisa kotoran dan sekam yang masuk dipisahkan/dikeluarkan dengan cara diayak, sedangkan pada kotoran yang menempel juga harus dilepaskans. Pastikan tempat pakan sudah bersih, baru kemudian ditambah pakan secara tipis/sedikit-sedikit dan tidak berlebihan.
Tempat pakan sebaiknya menggunakan satu jenis tempat pakan saja, dengan memperhatikan umur dan kemampuan ayam untuk mudah mengakses pakan, agar konsumsi merata. Dengan konsumsi pakan yang merata di awal pemeliharaan akan menjadikan pertumbuhan yang merata pada organ suplay, seperti usus, paru-paru, dan jantung sehingga menjamin keseragaman pertumbuhan organ ayam di minggu-minggu berikutnya.

4. Alas litter

Suhu ayam bersifat homeothermik atau suhu tubuh ayam relatif stabil pada suhu 40,5-41,5 ºC (Jahja, 2000). Namun ayam pada umur 0-7 hari masih belum bisa untuk mengatur suhu tubuhnya sendiri (thermoregulasi). Ayam akan mampu mengatur suhu tubuhnya secara optimal pada umur 2 minggu (Bambang, 2008). Oleh karena itu penting untuk menjaga suhu tetap nyaman pada umur awal pemeliharaan.

Pada kaki ayam terdapat syaraf yang berfungsi sebagai reseptor/penerima sinyal suhu di sekitar. Sehingga kaki ayam sangat sensitif pada perubahan suhu, khususnya pada suhu lantai. Jika suhu lantai terlalu dingin atau panas dan tidak stabil, maka ayam akan merespon dengan menyesuaikan suhu tubuhnnya. Namun pada ayam umur 0-7 hari, ayam belum memiliki thermoregulator yang baik. Maka disinilah pentingnya untuk pemililihan alas/lantai yang baik untuk digunakan demi menjaga suhu lantai tetap stabil bagi ayam di awal pemeliharaan.

Saran :

Pemberian alas koran di atas sekam sebanyak 1-3 lapis, dengan tujuan menjaga suhu lantai lebih stabil. Ilustrasi sebagai berikut :




Dapat dilihat dari ilustrasi diatas, bahwa kombinasi litter sekam dilapisi koran diatasnya dapat menahan dan menyimpan panas dari gasolec. Berbeda dengan tanpa dilapisi koran yang kurang bisa menahan panas di litter. Tujuan lain dari pemasangan koran adalah untuk penebaran pakan di lantai agar memudahkan ayam sesegera mungkin untuk makan, karena ayam yang mengkonsumsi pakan lebih awal memungkinkan pertumbuhan sistem pencernaan yang optimal karena pakan yang pertama kali masuk akan menstimulasi pertumbuhan usus.

5. Penyinaran

Penyinaran diberikan secara terus menerus (nonstop) kurang tepat karena penyinaran sebaiknya tidak diberikan secara nonstop dan perlu diberikan masa gelap (tanpa cahaya). Ayam yang mendapatkan kesempatan masa gelap, akan memberikan kesempatan untuk mencerna makanan secara sempurna. Selain itu juga pada masa gelap, hormon melatonin pada ayam akan disekresikan, yang berhubungan dengan fungsi meningkatkan imunitas/kekebalan tubuh (Sulistiyo, 2011).

Hal yang perlu diperhatikan yaitu penyinaran dalam kandang harus merata keseluruh bagian kandang, dan pengaturan masa gelap agar diatur terpisah jamnya (sore dan pagi). Dari hal tersebut penulis memberikan saran untuk menggunakan lampu yang seragam dengan jumlah yang mencukupi agar merata di setiap titiknya. Sedangkan manajemen penyinaran yang baik untuk pemeliharaan ayam broiler adalah sebagai berikut :



6. Ayam panting

Panting merupakan aktifitas normal ayam dalam melepaskan panas dalam tubuhnya yang diakibatkan stress panas (Butcher dan Miles, 2012). Hal tersebut ditandai dengan nafas ayam yang terengah-engah melalui paruh. Perubahan pola tingkah laku tersebut adalah bentuk meningkatnya pelepasan panas melalui evaporasi dari saluran pernafasan (hyperventilation) yang disebabkan oleh suhu tinggi dan kelembaban rendah (European Comission, 2000).

Kandang yang tidak dinyalakan kipas dengan tirai layar yang dibuka, Kondisi udara dalam kandang menjadi pengap dan terlihat sebagian besar ayam tampak panting. Suhu terbaca di living area adalah 30ºC.




Berdasarkan tabel di atas, dapat di ketahui bahwa lingkungan pada suhu 30ºC menyebabkan total energi ayam yang dilepaskan akan menurun. Panting biasanya terjadi pada saat suhu lingkungan sekitar 29ºC atau suhu tubuh ayam mencapai 42ºC (European Comission, 2000). Ayam pada suhu 30ºC akan melepas panas paling banyak melalui respirasi. Jika hal ini berkelanjutan, maka ayam akan mengalami hyperventilation/panting. Apabila ayam mengalami panting lebih dari 100 kali per menit, maka akan menimbulkan stres. Selanjutnya, jika panting lebih dari 120 kali per-menit, maka ayam tidak hanya stress, tetapi bisa juga menimbulkan kematian.

Perhatikan diagram berikut :



Efek dari ayam panting yang dibiarkan tersebut di asumsikan sebagai salah satu penyebab dari kematian tinggi di minggu pertama, karena kandang I (timur) di lantai atas ini dirasa lebih panas dibandingkan kandang lantai bawahnya dan kandang II (barat).

Aktifitas panting yang dibiarkan terus menerus dapat mengganggu metabolisme ayam yang mengakibatkan akumulasi dari beberapa metabolit dan pengurangan lain. Perubahan tersebut dapat mengubah fungsi jalur metabolisme dan menyebabkan ketidakseimbangan yang sulit untuk dibenahi. Akibat dari panting juga menyebabkan aktivitas tubuh ayam akan berkurang, konsumsi pakan berkurang, dan konsumsi air minum meningkat. Peredaran darah banyak yang menuju organ pernafasan sementara peredaran darah ke organ pencernaan mengalami penurunan sehingga mengganggu pencernaan dan metabolisme. Pakan yang dikonsumsi tidak bisa dicerna dengan baik dan nutrien dalam pakan banyak yang dibuang dalam bentuk feses (Jahja, 2000).

Panting juga mengakibatkan sistem kekebalan tubuh melemah (bersifat immunosupresif). Jumlah total sel darah putih dan produksi antibodi akan menurun secara signifikan (Aldo, 2012). Selain itu aktivitas limfosit juga menurunkan kekebalan tubuh, sehingga terdapat ayam yang pertumbuhannya terhambat serta mudah terinfeksi (omphalitis).

Panting mengakibatkan penurunan konsumsi pakan dan sebaliknya meningkatkan konsumsi minum yang membuat kotoran lebih basah yang akan berdampak pada resiko pencemaran feses (Jahja, 2000). Hal ini terlihat dari kondisi litter pada kandang I (lantai atas) yang lebih basah dari pada kandang lantai dibawahnya dan kandang lainnya. Kadar air yang tinggi dalam feses juga menyebabkan kelembaban tinggi yang berkibat semakin sulitnya ayam untuk melepaskan panas tubuhnya.

Menyikapi bahwasannya kandang yang digunakan adalah sistem closed house, maka di dalam kandang membutuhkan pengaturan untuk menghasilkan kualitas udara yang baik. Kualitas udara dilihat dari kandungan oksigen, karbondioksida, karbonmonoksida dan amoniak dengan batasan tertentu. Bila kondisi kandang tidak sesuai dengan batasan tertentu, maka ventilasi yang kurang harus ditingkatkan. Adapun batasan yang perlu diperhatikan adalah:



Pergerakan udara dengan kecepatan tertentu di dalam kandang juga akan membantu membebaskan beban panas tubuh ayam dan membawa kelembaban keluar, sehingga dapat mengurangi ayam panting. Selain itu juga perlu mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan udara dalam sekali pindah di dalam kandang. Jika terlalu cepat mengakibatkan ayam kedinginan karena pertumbuhan bulu yang belum sempurna. Tujuan utamanya adalah untuk memindahkan gas buang hasil pembakaran gasolec dan hasil metabolisme ayam serta suplay udara segar ke dalam kandang.

Selain pergerakan udara, hal lain yang perlu diperhatikan yaitu menciptakan suhu efektif yang nyaman bagi ayam, dengan melihat pedoman sebagai berikut :



Sedangkan kombinasi suhu efektif dan pergerakan udara dalam kandang sebagai berikut :



Dari permasalahan bahwa di dalam kandang tidak dinyalakan kipas dengan tirai layar yang meskipun dibuka, ternyata tidak ada pergerakan udara. Hal tersebut dapat menimbulkan konsekuensi kualitas dalam udara memburuk. Apabila gas hasil pembakaran LPG dan metabolisme ayam terkumpul dalam kandang, maka dapat menimbulkan sebagai berikut :



Dari tabel diatas dengan kondisi kadar oksigen > 19,6 % dan pergerakan udara tidak melebihi 10 menit maka kualitas udara masih bisa ditoleransi oleh ayam. Maka dapat disimpulkan bahwa konsekuensi yang ditimbulkan jika tidak adan pergerakan udara lebih dari 10 menit akan terus meningkatkan kadar amonia dan karbondioksida hingga level melebihi batas kualitas udara yang baik. Berikut pengaruh dari kadar amonia yang tinggi terhadap ayam :



Efek lain dari tingginya amonia yaitu gangguan pembentukan kekebalan tubuh, baik yang bersifat lokal maupun humoral. Produksi kekebalan lokal (IgA) yang terdapat dalam saluran pernapasan atas akan mengalami gangguan akibat rusaknya sel-sel epitel oleh iritasi amonia. Sedangkan kadar amonia yang tinggi dalam darah (akibat terhisap dalam jumlah besar) menyebabkan stres pada sel-sel limfosit sehingga produksi antibodi (IgG dan IgM) juga mengalami gangguan (North, 1984)

Sedangkan efek dari Karbondioksida (CO2) yang tinggi dalam kandang dapat menyebabkan gangguan sesak napas pada ayam. Konsentrasi maksimum CO2 yang dapat ditolerir dalam kandang ayam adalah 2500 ppm. Beberapa penelitian melaporkan bahwa saat konsentrasi CO2 sudah mencapai 3500 ppm, maka akan muncul nodul-nodul pada paru-paru sehingga kerja paru-paru terganggu dan ayam menjadi peka terhadap serangan bibit penyakit (Alchalabi, Poultry International, 2001).

Saran :

mengupayakan pergerakan udara dalam kandang agar terjadi perpindahan udara kotor diganti dengan udara segar dengan penyalaan kipas saat ditemui ayam panting, namun dengan tetap memperhatikan keadaan suhu efektif ayam serta gerakan angin tidak kontak langsung dengan ayam.
jika kipas dimatikan pada sore hari perhatikan celldeck harus sudah dalam posisi kering, untuk menghindari terjadinya kelembaban tinggi dalam kandang di waktu sore dan malam hari.
Diubah oleh ongole 28-11-2015 04:03
tien212700Avatar border
tien212700 memberi reputasi
1
8.8K
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan