
Jakarta-Tidak sampai dua jam, Menkum HAM Yasonna Laoly akhirnya mengubah PP 27/1983 tentang ganti rugi korban salah tangkap/korban peradilan sesat. PP 27 ini telah berumur 32 tahun dan tidak pernah disentuh bak ayat suci oleh pemerintah. Bersama lembaga terkait, dalam tempo sesingkat-singkatnya, PP 27 itu diubah Yasonna.
Dalam PP 27/1983 itu, korban salah tangkap diganti Rp5 ribu hingga Rp 1 juta. Jika korban meninggal dunia, maka akan diganti maksimal Rp 3 juta. Anehnya, nominal ini tidak pernah disentuh untuk direvisi, dari Presiden Soeharto hingga Presiden SBY.
"Baru tahun ini kita melihat-melihat peraturan yang nggak sesuai dan Presiden menyambut baik yang kita ajukan," kata Yasonna di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Selasa (24/11/2015) malam.
Dalam merevisi ini, Yasonna bekerja secara cepat dan sunyi. Atas rekomendasi Ditjen Peraturan Perundang-undangan (PP), yang dikomandani Prof Widodo Ekatjahjana, usulan revisi diteruskan ke Presiden Joko Widodo pada akhir Oktober 2015. Pada pekan pertama November 2015, Kemenkum HAM menerima persetujuan dan perintah Presiden Jokowi merevisi PP 27 tersebut.

Kemenkum HAM kemudian menyusun draft revisi dan setelah jadi, Menkum HAM mengundang Mahkamah Agung (MA), Jaksa Agung, Kapolri dan Menteri Keuangan. Dalam rapat dua jam di ruang kerja menteri, semua sepakat dengan usulan tersebut. Tanpa kegaduhan, mereka sepakat merevisi nilai ganti rugi itu.
Apakah hanya sampai di situ capaian revolusi regulasi itu? Ternyata Yasonna dkk sepakat bahwa mekanisme pembayaran ganti rugi maksimal 14 hari, padahal draft awal maksimal 90 hari. Artinya, korban salah tangkap/korban peradilan sesat harus sudah mendengar gemerincing uang di sakunya maksimal dua pekan setelah putusan ganti rugi diketok dan berkekuatan hukum tetap.
Di PP 27/1983, tidak diatur batasan pembayaran sehingga tidak terukur. Seperti yang dialami Sri Mulyati, dua tahun ia belum mengantongi uang ganti rugi atas kerugian 13 bulan dipenjara tanpa dosa.
"Sekarang, Menkeu bilang, harus 14 hari maksimal sudah cair," ujar Yasonna.
Menkum HAM dkk akhirnya menyepakati revisi PP 27/1983 menjadi:
1. Korban ganti rugi salah tangkap/korban peradilan sesat diganti Rp 500 ribu hingga Rp 100 juta.
2. Jika korban ganti rugi salah tangkap/korban peradilan sesat luka/cacat maka diganti Rp 25 juta-Rp 100 juta.
3. Jika korban ganti rugi salah tangkap/korban peradilan sesat meninggal dunia, maka diganti Rp 50 juta-Rp 600 juta.
Revisi ini tinggal ditandatangani Presiden Jokowi dan akan diundangkan sebelum hari HAM Internasional atau maksimal 10 Desember 2015.
Artinya aparat mulai sekarang harus berhati-hati dalam menangkap, mengadili dan memenjarakan orang bisa kena ganti rugi berlipat2 klo salah, ga kebayang klo dari dulu sdh direvisi makin banyak uang negara yg dipakai bayar ganti rugi