
TEMPO.CO,Jakarta- Kepala Departemen Kampanye Jaringan Nasional Indonesia Baru Nazli Julvi mengatakan ada indikasi korupsi dalam proyek pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cisokan, Kamis, 19 November 2015. Indikasi ini menurutnya ada pada dokumen proyek listrik yang berkapasitas 4 x 260 megawatt itu.
Dalam dokumen itu disebutkan pinjaman dana sebesar US$ 640 juta. Namun, setelah dilakukan addendum kontrak, nilainya berubah menjadi US$ 888 juta. Diduga ada pembengkakan anggaran dalam proyek itu. “JNIB menilai kedua dokumen kerjasama itu penuh dengan kejanggalan, kebohongan dan tidak sesuai fakta. Misalnya mengenai access road, quarry, dan informasi mengenai pemindah paksaan masyarakat,” kata Nazli, dalam pesan tertulisnya.
Hasil investigasi JNIB juga menemukan pengerjaan jalan akses dan quarry hingga saat ini tak kunjung rampung. Padahal pengerjaan ini ditargetkan harus selesai tahun 2015 ini. JNIB menduga, telah terjadi kesepakatan-kesepakatan tertentu di balik lambatnya pembangunan tahap persiapan PLTA ini.
Selain ada indikasi korupsi, proyek ini juga memiliki permasalahan dalam pembebasan lahannya. Kesepakatan mengenai harga lahan juga belum ada. Panitia Pengadaan Tanah (P2T) yang dibentuk oleh Gubernur Jawa Barat dinilai belum melakukan musyawarah penentuan harga lahan.
Dari penelusuran JNIB di lapangan, ditemukan bahwa harga lahan telah diputuskan secara sepihak oleh P2Tdan PLN. Hingga saat ini JNIB juga mengatakan berita Acara Kesepakatan Harga Lahan yang mestinya menjadi acuan pembayaran ganti rugi lahan warga yang digunakan dalam pembangunan PLTA Cisokan belum ada.
Proyek pembangunan PLTA Cisoka berlokasi di Kabupaten Bandung Barat. Diprediksi akan dihasilkan energi sebesar 4 x 260 megawatt. Proyek PLTA Cisokan itu diharapkan bisa mulai beroperasi tahun 2016 untuk membantu memenuhi kebutuhan beban puncak sistem Jawa Bali yang pada saat ini hampir mencapai 20.000 megawatt dan diprediksi pada tahun 2016 akan mencapai 29.000 megawatt.