Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mahadewakuntiAvatar border
TS
mahadewakunti
Jati Diri Masyarakat Indonesia Berubah sejak Peristiwa 1965
Kamis, 12/11/2015 07:22

Jati Diri Masyarakat Indonesia Berubah sejak Peristiwa 1965

Reporter: Gilang Fauzi, CNN Indonesia

Sidang Perkara HAM 1965 di Pengadilan Rakyat Internasional di Den Haag, Belanda

Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Sidang Rakyat Internasional atau International People's Tribunal (IPT) 1965 Saskia E. Wieringa menyatakan inti dari penyelenggaraan sidang pengadilan rakyat di Den Haag, Belanda, adalah untuk mengungkap siapa yang bertanggung jawab dalam tragedi genosida atau pembunuhan massal di balik peristiwa 1965.

Dalam riset yang dilakukan selama lebih dari 35 tahun, profesor dari Universitas Amsterdam itu mendapati temuan bahwa sejarah telah direkayasa sedemikian rupa untuk mengubah haluan pemikiran dari masyarakat yang sosialis menjadi masyarakat yang mendewakan materi.

Pascaperistiwa 1965, kata Weiringa, tidak ada lagi wacana revolusi sosialis, yang ada hanyalah wacana pembangunan dengan cara pandang yang amat sempit.

Slogan pembangunan yang diagung-agungkan pemerintah kala itu dipandang tidak lebih hanya untuk memperkaya segelintir elite penguasa.

"Ketika itulah korupsi melangit. Kalau sebelumnya rakyat bangga untuk membangun masyarakat Indonesia yang adil, sesudah 1965 orang hanya bangga kalau mereka punya mobil mewah," kata Weiringa dalam pernyataan terbuka di Sidang Rakyat Internasional Den Haag.

"Dengan definisi itu, kita bisa mengatakan seluruh masyarakat Indonesia berubah. Maka definisi genosida itu betul-betul berlaku," ujar Weiringa.

Masyarakat berubah bukan hanya karena Presiden Soekarno digulingkan. Menurutnya, hal itu terjadi karena tanpa disadari sila kelima dalam pancasila sudah tidak lagi berlaku. 

Pasalnya, Weiringa menilai masyarakat Indonesia tidak lagi mendapatkan hak untuk membicarakan keadilan. Organisasi yang dianggap terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dijadikan kambing hitam untuk kemudian dibasmi eksistensinya.

"Semua aktivitas sosial dihancurkan," kata Weiringa.

Genosida menjadi sorotan penting lantaran pembunuhan besar-besaran yang dilakukan secara berencana telah dianggap sebagai perbuatan yang dikutuk dunia internasional.

Namun pada kenyataannya, kata Weiringa, negara-negara Barat pada saat peristiwa 1965 terjadi malah mendorong pembantaian massal bangsa yang kala itu berada di bawah rezim pemerintahan Soeharto.

"Genosida ini penting untuk dicegah agar tidak kembali terulang. Maka sudah menjadi kewajiban dunia internasional untuk mencari kebenaran dan membawa keadilan untuk hal ini," kata Weiringa.

Meski telah menampilkan saksi dari banyak kalangan intelektual di Indonesia, pemerintah tetap mengabaikan keberadaan sidang rakyat tersebut. 

Wakil Presiden Jusuf Kalla bahkan menyatakan pengadilan itu hanya semu dan tak layak untuk ditanggapi. 

Sementara, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan bersikeras bahwa negara tidak perlu meminta maaf atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi pada tahun 1965.

Oleh karenanya, ia menentang adanya sidang maraton Pengadilan Rakyat Internasional atas Kejahatan Kemanusiaan 1965 yang terjadi di Indonesia atau International People’s Tribunal (IPT) 1965 pada hari ini di Den Haag, Belanda. Sidang rakyat itu rencananya bakal diselenggarakan selama empat hari hingga Jumat (13/11).

"Siapa yang mau diadili? Kok dia yang mutusin kita?" ujar Luhut lantang di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, kemarin malam.

http://m.cnnindonesia.com/nasional/2...eristiwa-1965/

betul sekali, seandainya jika peristiwa g30s tidak terjadi , kira2 kondisi negara ini sekarang ya
0
2.1K
17
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan