- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Prediksi Bangkrutnya/Matinya Media Cetak : Satu Persatu Koran di Indonesia Tutup Usia


TS
xonet
Prediksi Bangkrutnya/Matinya Media Cetak : Satu Persatu Koran di Indonesia Tutup Usia
Bisnis Media Massa Indonesia
Quote:
Prediksi Bangkrutnya/Matinya Media Cetak : Satu Persatu Koran di Indonesia Tutup Usia

Gelegar media online dari berbagai nama besar situs berita , di prediksi akan mengalahkan media cetak " koran ,
majalah dan media-media cetak lainnya" hal itu telah banyak di bahas ahli-ahli media dari berbagai disiplin , pemerhati media di tanah air.
Bukti itu telah jelas di depan mata , seperti situs kebanggaan kita bersama kompasiana ini telah melakukan "perlawanan" pasti untuk gerakan media online di tanah air kita tercinta. Media - media besar yang tidak usah "Ke-sebut" namanya itu di prediksi akan bangkrut , karena peminat media cetak sekarang ini merangsek ke media online . Kita hitung dari perhitungan real saja, "empat tahun lalu" kita sebagai warga biasa yang hidup bermasyarakat secara biasa pula akan kesulitan mencatat nomor hanphone -nya tetangga kita sekalipun , karena memiliki telephone genggam itu harus "rada" punya duit berlebih , dan nyatanya mahal harga handphone tersebut kan,,?
kini mungkin kita akan aneh bila seseorang warga masyarakat (tetangga) kita misalnya apabila di tanya nomor handphone ternyata tidak punya handphonenya , karena sekarang alat komunikasi itu telah sangat beragam harga termurahnya , ada yang murah , ada yang rada murah dikit, dan ada yang murah sekali , dan kita patut berbangga bagi negara kita indonesia , kepemilikan alat komunikasi itu sangat tidak di atur dan pelintir jadi ajang yang "susah" memiliki alat komunikasi yang gampang di bawa tersebut. Sampai - sampai gelandangan yang hidupnya penomenal itupun sekarang pada punya handphne lho,,,!.
Nah , dari hal tersebut kita ke arah "memiliki" hal yang lebih maju lagi , kini era itu telah sedikit bergeser , warga negara kita telah bertanya rada meningkat " punya modem yang sinyalnya higbride engga?, laptopku lemot sekali , atau note book aku harus di instal neh , udah rada berat ,,!!" jadi pergeseran kepemilikan alat komunikasi yang mendunia telah beralih ke level rada hebat, dan otomatis dengan memiliki alat-alat komunikasi dan alat-alat elektronik dengan tingkat ITE yang lebih hebat lagi akan segera mengambil alih kepemilikan alat-alat berbau manual .
Dan ini nyata adanya, di barisan pemerintahan desa pun kini pemerintah daerahnya "berlomba" menyebar alat komunikasi canggih lainnya berencana untuk mengembangkan program yang berbau internet , dengan cara "menghimbau" untuk mengajukan profosal pengadaan laptop , notebook dan alat-alat tingkat ITE hebat lainnya. Prediksi kebangkrutan media cetak itu jelas di hadapan kita, dengan pemaparan yang telah di kemukakan di atas , maka jalur media pintar semacam kompasiana akan di buru situsnya , dengan keberadaannya maka pihak kompasiana sendiri harus lebih cerdik lagi membidik "hal tersebut" dengan membangun management untuk mengkompasianakan masyarakat indonesia , dengan tujuan agar negara kita semakin pintar dan memiliki wawasan yang lebih luas .
Managerial kompasiana mudah-mudahan paham adanya,(amiin,,) , perburuan bahan bacaan yang beragam dari berbagai ilmu,berita,dan kebutuhan akan bahan bacaan yang berbeda lainnya akan semakin di buru di arena media online , maka kebangkrutan media cetak telah "hampir mendekati hari H-nya, di prediksi dengan hitungan matematik online , maka media cetak mengalami kebangkrutan yang nyata karena koran,majalah,dan stensilan lainnya telah tidak akan mewakili emosi pembaca media cetak yang sekarang ini telah kelimpungan , karena medianya tidak pada di beli warga masyarakat , "ah,,mending cari di google saja berita pilpres mah,,," ujar seorang kakek tetanggaku yang punya HP android .
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nokia.com/...331104568b4c85
Quote:
Satu Persatu Koran di Indonesia Tutup Usia

Serikat Penerbit Suratkabar Indonesia pernah mengungkapkan pandangan bahwa televisi dan internet tidak akan membunuh media cetak. Pandangan ini menjadi benang merah pada Seminar Media Industry Outlook 2010 sebagaimana diberitakan Kompas, 20 Januari 2010.
Hanya berselang lima tahun sejak pernyataan itu diungkapkan, sudah beberapa media cetak yang akhirnya gulung tikar.
Memang belum bisa dipastikan, apakah internet menjadi penyebab utama banyaknya media cetak yang tutup atau krisis finansial yang menghantam media cetak dari segala penjuru. Bisa jadi kedua-duanya, sehingga tidak ada jalan lain untuk mengakhiri penderitaan media cetak bersangkutan kecuali ditutup.
Per 31 Oktober 2015, satu lagi media cetak yang harus tutup, diusia yang masih belia. Ialah Harian Bola yang khusus mengusung konsep olahraga utamanya sepakbola. Harian Bola menyusul rekan-rekannya yang lain, yang tutup lebih awal, misalnya Soccer yang tutup di 2014.

harian bola
Foto Merdeka.com
Harian Bola sebenarnya tidak tutup secara permanen, namun bertransformasi menjadi media mingguan dengan nama Bola Sabtu. Pernyataan penutupan Harian Bola ini dipasang di media tersebut dengan judul “Harian Bola Pamitan” di cover belakang pada edisi terakhirnya.
Selain dua media cetak diatas, beberapa anak usaha Kompas Gramedia juga tercatat ada yang ditutup, seperti Majalah Fortune, Chip dan Jeep. Beberapa media cetak yang berbasis mingguan dan bulanan juga tak terhitung jumlahnya yang harus terseok-seok hingga akhirnya ditutup dalam rentang waktu 2010 hingga 2015.
Harian Jurnal Nasional atau Jurnas juga mengalami masalah tragis. Per 1 November 2014 lalu, media ini juga harus tutup usia dan berubah seutuhnya menjadi media online. Hampir sebagian besar karyawan media cetak ini diberhentikan oleh pemilik modal yang tidak sanggup lagi bertahan ditengah gempuran media online.
Di Sulawesi Selatan, juga tercatat ada dua media cetak yang harus tutup di 2015. Keduanya masih berusia sangat muda, yakni Koran Celebes dan Koran Inilah Sulsel. Harian Cakrawala juga pernah ditutup oleh pemilik modalnya karena krisis finansial hingga akhirnya terbit kembali dengan nama The New Cakrawala. Media ini pun masih harus berjuang untuk hidup.
Sejumlah media cetak harian di Sulawesi Selatan juga terus mengurangi jumlah halaman per-edisinya, bahkan ada media yang dulunya terbit nonstop setiap hari, harus mengurangi penerbitan di hari Minggu. Sekaliber Koran Tempo pun telah menghilangkan edisi minggunya, entah untuk efesiensi atau memang lagi penghematan.
Tantangan media cetak saat ini memang sangat berat. Memang beberapa pengiklan masih tetap menggunakan media cetak untuk berpromosi, namun tidak sedikit pula yang perlahan-lahan menarik diri dan mengalihkan iklannya ke media online. Selain penyebarannya yang luas, target sasaran juga bisa dipilih oleh pengiklan.
Strategi marketing media cetak juga kadang tidak terukur secara baik oleh calon pengiklan, karena data yang disampaikan kadang dimanipulasi untuk mencapai kesepakatan harga yang tinggi. Sementara media online, pengiklan bisa langsung mengecek kebenaran datanya. Sangat minim kemungkinan untuk bisa memanipulasi data.
Hal inilah yang menjadi pembeda media cetak dan media online, sehingga banyak media cetak yang tidak mampu berinovasi harus pasra tergerus perkembangan.
Lihat Juga: Pengguna Internet Indonesia Telah Menggurita
Salah satu negara yang paling menonjol ketimpangan medianya adalah Amerika. Media cetak di negara ini dengan massifnya dihancurkan oleh media online, bahkan The New York Times pun harus mengakui kehebatan media online. Media cetak dengan oplah terbesar inipun harus rela mengakui bahwa oplahnya saat ini tengah berkurang dengan sangat drastis.
Bahkan untuk bertahan hidup, perusahaan ini menyewakan sebagian ruang di gedung kantor pusatnya di New York guna membantu biaya operasional. Koran ini pun akhirnya harus ikut tumbuh bersama media online dengan menerbitkan berita disaluran online.
Jika The New York Times masih bertahan dengan edisi cetaknya, sejumlah media tua di Amerika sama sekali tutup secara utuh dan beralih beroperasi secara online murni, diantaranya:
1. Surat kabar Tribune Co
Surat kabar Tribune mengalami masalah keuangan bahkan mengajukan perlindungan pailit pada awal Desember 2008. Akibat menurunnya pemasukan iklan untuk edisi cetak, Tribune memilih untuk fokus di berita online.
2. Majalah Newsweek
Setelah 80 tahun menyebarkan berita di Amerika Serikat, Newsweek mengakhiri edisi cetaknya pada pengujung akhir tahun 2012. Pihak Newsweek memilih untuk terbit dalam format online, Newsweek Global, pada 2013. Perpindahan format disebabkan kurangnya pemasukan iklan.
3. Majalah Reader’s Digest
Perjuangan perusahaan RDA Holding selama 91 tahun untuk menyebarkan berita melalui majalah Reader’s Digest akhirnya harus berakhir pada pertengahan Februari 2013 lalu. Reader’s Digest memilih untuk melayani pembacanya melalui edisi online.
4. Rocky Mountain News
Tepat pada tanggal 27 Februari 2009, surat kabar yang berdiri pada tahun 1859 ini resmi ditutup karena berbagai sebab. Sebelumnya, pada tahun 2008, E.W. Scripps & Co, pemilik harian ini, memilih untuk menjualnya. Akan tetapi, karena tidak ada yang membeli, Scripps memilih menutupnya.
5. The Washington Post
Surat kabar terkemuka di Amerika ini mengalami nasib yang sama dengan The New York Time. Jika The New York Time mampu bertahan dengan menyewakan ruang di gedungnya, The Washington Post harus mengumumkan bahwa pihaknya telah dijual karena masalah finansial.
Redaktur Pelaksana New York Times ,Jill Abramson diberitakan Tempo 16 Agustus 2013 mengatakan, pada awal Juni 2009 lalu sudah sekitar 40 koran di Amerika yang menghadapi kebangkrutan. Sebagian besar media cetak yang bangkrut karena pengiklan lebih memilih memasang iklan di media online ketimbang media cetak.
Data KPCB (Kleiner Perkins Caufield Byers) di 2014 lalu menunjukkan, penurunan jumlah pengiklan yang menggunakan media cetak di Amerika memang mengkhawatirkan. Sebaliknya, televisi tetap menguasai dan disusul media online yang trafiknya terus mengalami pertumbuhan.

Data KPCB (Kleiner Perkins Caufield Byers)
Ini menunjukkan, media cetak memang mengalami masalah besar. Utamanya di Amerika. Tapi tidak akan terlalu lama, hal ini akan juga menerpa Indonesia. Apalagi, pemerintah Indonesia di tahun 2015 akan menerbangkan balon internet di wilayah Indonesia timur berkat kerjasamanya dengan Google. Teknologi ini akan menambah jumlah pengguna internet di Indonesia.
Jika selama ini internet hanya massif di gunakan di Pulau Jawa dan Sumatra, maka tahun depan, keberimbangan penggunaan akan terlihat jelas. Itu artinya, pangsa pasar online di Indonesia timur akan besar dan menjadi tantangan media cetak. Saat ini media cetak di Indonesia Timur masih berjaya, apalagi di Makassar.
Media cetak memang tidak akan mati, tapi tantangan kedepannya akan semakin berat. Apalagi, jumlah pembaca fanatik media cetak terus mengalami penurunan, karena dominasi usia remaja. Remaja saat ini seperti tidak mengenal lagi media cetak. Smartphone telah mengambil alih seluruh fungsi informasi.
Quote:
Grup Kompas Gramedia Tutup 9 Media Miliknya?
EDITOR MONETER.CO 8 OKTOBER 2014 17:13

Grup Kompas Gramedia Tutup 9 Media Miliknya?
Moneter.co – Bisnis media yang kian sengit mulai memakan korban. Tak terkecuali bagi kelompok media besar. Beredar kabar, Kelompok Kompas Gramedia (KKG) menutup hampir sembilan media cetak miliknya. Informasi lain, tak hanya sembilan, tapi sepuluh media cetak.
Informasi yang didapat Moneterco, media yang ditutup mayoritas media cetak atau majalah berlisensi. Tercatat, beberapa media yang kabarnya ditutup antara lain Jeep, Chic, Soccer, hingga Majalah Fortune. Nama-nama itu, boleh dibilang, sudah tak asing lagi karena dari sisi usia sudah cukup lama. Kecuali Fortune yang baru berusia empat tahun.
Akibat penutupan beberapa media itu, kabarnya, tercatat 400 hingga 750 pekerja terpaksa diberhentikan. Hingga berita ini ditulis, belum ada penjelasan dari Kompas Gramedia guna menanggapi rumor yang berkembang tersebut.
Sekadar informasi, Kelompok Kompas Gramedia meluncurkan Majalah Fortune pada 27 Juli 2010 . Kala itu, KKG menyebut Fortune akan jadi panduan bagi pelaku bisnis dalam negeri mengenai apa saja yang perlu dilakukan dalam meningkatkan nilai perusahaan tanpa melupakan etika berbisnis.
“Orang yang akan menggunakan pendekatan optimis akan senantiasa mendapatkan pandangan yang cerah, seluruh tubuh akan terbawa ke arah optimisme juga, dan hidup menjadi jauh lebih berapi dan berarti. Optimisme juga dapat mengarahkan kepada keberuntungan. Agar lebih dekat pada keberuntungan, maka dekatlah dengan Fortune Indonesia,” ungkap CEO Kelompok Kompas Gramedia, Agung Adi Prasetyo, kala itu.
Quote:
Media cetak Indonesia bertumbangan, ada indikasi sindrom menular
Sabtu, 14 November 2015 08:12

Media cetak Indonesia bertumbangan, ada indikasi sindrom menular
Ilustrasi bisnis media cetak. ©2012 Merdeka.com
Merdeka.com - Tutupnya Harian Sinar Harapan per 1 Januari 2016, mengonfirmasi masalah serius yang membetot bisnis media di Indonesia. Sebelum koran sore itu gulung tikar, beberapa perusahaan lain sudah menutup sebagian lini cetaknya dalam dua bulan terakhir, seperti the Jakarta Globe, Koran Tempo Minggu, maupun Harian Bola.
Kepada merdeka.com, Direktur Eksekutif Serikat Perusahaan Pers (SPS) Indonesia, Asmono Wikan, menyatakan perkembangan teknologi cuma salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi media cetak. Masyarakat perlahan lebih rutin mengakes informasi lewat Internet, termasuk berita.
Namun yang lebih memukul perusahaan media, seperti dialami Sinar Harapan, adalah buruknya ekonomi sepanjang tahun ini. Perusahaan penerbitan media cetak harus berpikir keras menambal biaya produksinya. Pertumbuhan ekonomi nasional pada semester I tak sampai 5 persen. Imbasnya sampai akhir tahun ini perusahaan swasta - sumber pendapatan iklan media massa - mengetatkan ikat pinggang.
"Media cetak tumbang karena mereka tak sanggup lagi menghadapi situasi ekonomi makro. Kemudian karena ekonomi melemah menyebabkan bahan percetakan menjadi mahal, contohnya kertas dan tintanya. Lalu, parahnya tidak diimbangi dengan iklan," kata Asmono saat dihubungi Kamis (12/11).
Media cetak yang mengambil ceruk pasar spesifik menurutnya juga lebih rawan. Di sinilah masalah lain Sinar Harapan, menurut Asmono. Target pasarnya pembaca isu nasional, tapi surat kabar ini terbit saban sore. "Jadi peluang untuk dibaca jarang sekali. Paling kalo iklan yang dibaca cuma jadwal bioskop, yang baca juga waktu-waktu senggang saja," ungkapnya.
Pengamat media dari Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, Ignatius Haryanto, menambahkan catatan lain soal krisis yang kini melanda sebagian perusahaan media di Tanah Air. Pekerjaan rumah media cetak menyongsong era digital adalah selalu melakukan regenerasi pembaca. Isu ini sampai menurutnya belum berhasil diatasi, termasuk oleh pemain besar sekalipun.
"Remaja yang sekarang lebih ingin membaca media online dibanding membaca koran," tuturnya.
Masalah makin ruwet, karena prediksi ekonomi tahun depan masih lesu. Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi paling sedikit 5,2 persen, lebih rendah dari patokan pemerintah 5,3 persen.
Di Indonesia hingga tahun lalu tercatat ada 567 media cetak, merujuk data Dewan Pers. Lebih detail lagi, bisnis cetak ini terdiri atas 312 media cetak harian, 173 media cetak mingguan dan 82 media cetak bulanan. Data itu belum dimutakhirkan dengan media-media yang tak lagi eksis dua bulan terakhir.
Persoalan lesunya bisnis cetak tak cuma menjangkit media nasional. Banyak surat kabar regional mengurangi oplah 20-30 persen, menurut data SPS. Padahal pertumbuhan oplah media nasional cuma 0,25 persen pada tahun lalu.
Ignatius khawatir masalah bisa memburuk jika anggaran iklan masih dihemat oleh perusahaan sampai tahun depan. Media yang sirkulasi dan cakupan pembacanya rendah, ditambah tak punya skenario konvergensi media, besar kemungkinan mengikuti jejak Sinar Harapan. "Jarang yang beriklan mempercepat (kebangkrutan)."
efek bangkrutnya media cetak amerika menular ke indonesia.....gara2 efek internet
Efek internet ;
dulu jual mobil, motor, tanah, rumah pasang iklan baris di koran.bayar per hari
sekarang pasang iklan di website iklan : gratis
dulu cari loker beli koran dulu , baca iklan satu2, kl ada yg mau di lamar, bikin cv , copy ini itu, masukin amplop, ke kantor pos , kirim , biaya 10rb/amlop.yg kaya kantor pos dl.ga tau suratnya sampe ga.
sekarang lihat website loker , daftar dulu, kl ada yg cocok klik aplly gratis, di jamin sampai ga pake lama, paling 10 detik.
dulu mau tau berita beli koran dulu, nunggu berita tv n radio, lambat, berita kadang di tambah/di kurangin tergantung pemerintah suka/ga
sekarang buka aja website berita...
dulu mau cari jodoh, kirim foto n biodata ke iklan jodoh di koran
sekarang daftar di website jodoh/kencan, lihat lihat calonnya kl suka kirim pesan ketemuan, kadang gratis, ada yg bayar
dulu saya cari kerja beli koran dulu
sekarang saya malas beli koran, iklan loker makin dikit.malas juga baca iklan baris bikin sakit mata
sekarang jaman google, dikit2 tanya google
apalagi ya :...
BERSAMBUNG KE POST 8
Diubah oleh xonet 14-11-2015 12:49
0
16.1K
Kutip
43
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan