
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Indonesian Corruption Watch (ICW) menunjukan dokumen berupa surat pernyataan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Efdinal yang menawarkan tanah miliknya kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pada surat itu, tertulis nama Efdinal yang beralamat kantor di Gedung Badan Pemeriksa Keuangan, Jalan Gatot Subroto Nomor 31, Jakarta Pusat.
Surat yang dibuat 9 Desember 2008 itu, ditandatangani Efdinal yang menyatakan diri sebagai pemilik tanah.
'
Dengan ini menawarkan tanah milik saya yang sepenuhnya saya kuasai dan duduki. Terletak di tengah-tengah area TPU (Tempat Pemakaman Umum) Pondok Kelapa untuk dibebaskan atau dibeli oleh Pemerintah DKI guna memenuhi kebutuhan pelayanan umum kepada masyarakat, yang sangat membutuhkan area tanah pemakaman'
Itu lah sepenggal kata-kata yang tertulis dalam surat tersebut.
Efdinal memang belum mengalihkan nama dari pemilik lama, masing-masing atas nama Mat Sohe, Bahrudin Encit, dan Asan Kajan.
Tanah atas nama Mat Sohe dengan girik C 1545 petak 43 S.I dengan luas 2800 meter persegi. Sementara tanah atas nama Bahrudin Encit dengan girik C 1543 petak 45 D.1 dengan luas 2119 meter persegi, dan girik C 1543 petak 42 S.1 dengan luas 1575 meter persegi.
Serta tanah atas nama Asan Kajan dengan girik C 1547 petak 42a S.1 dengan luas 3124 meter persegi.
Tinta hitam di atas kertas putih terbaca, bahwa surat ditujukan untuk Gubernur DKI Jakarta. Tertera pula alasan ditawarkannya tanah tersebut.
'Ada oknum pegawai Kantor Pelayanan Pemakaman yang sengaja menghambat program pembebasan lahan TPU'
Itu lah alasan yang tertulis dalam dokumen tersebut.
Pada surat itu juga, disebutkan, bahwa Efdinal menawarkan semua lahan di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun 2008, dan masih dapat dinegosiasikan dengan harga yang menguntungkan Pemerintah Provinsi DKI.
Sebelumnya, Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta Efdinal membantah memiliki tanah di Jakarta Timur.
Ia mengaku tidak pernah membeli lahan di tengah area Tempat Pemakaman Umum Pondok Kelapa, Jakarta Timur tersebut.
"Saya tidak punya lahan di sana. Itu bukan punya saya. Itu milik masyarakat. Punya tiga orang di empat lokasi," ujar Efdinal saat dihubungi, Kamis (12/11/2015).
Keterlibatannya, ujar Efdinal, terkait sengketa lahan diawali kedatangan tiga pemilik lahan kepadanya sekitar 2005 ketika dirinya masih berstatus sebagai staf di BPK.
Lanjut Efdinal, tiga orang yang mendatangi Efdinal penduduk sekitar TPU Pondok Kelapa yang lahannya diurug Pemprov DKI 1990-an.
Ternyata ketiga orang itu, belum dibayar persoalan ganti ruginya, "Masalahnya itu sudah berlangsung 15 tahun," ujar dia.
Efdinal mengatakan hanya ingin membantu ketiga orang tersebut, karena jelas bahwa mereka sah memiliki lahan.
Buktinya, ketiga orang itu memiliki bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, bukti pengukuran dari Dinas Penataan Kota, dan Badan Pertanahan Nasional.
"Jadi, saya hanya membantu mereka. Saya menolong supaya mereka mendapatkan haknya. Sementara dokumen yang menjadi acuan Pemprov DKI justru mencantumkan keterangan lahan di lokasi yang berbeda,"ujar Efdinal.
Sebelumnya ICW melaporkan Kepala BPK DKI Jakarta karena diduga menyalahgunakan wewenangnya yakni memanfaatkan tanah sengketa demi mengeruk keuntungan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI.
"Kami melaporkan EDN karena melanggar kode etik, menggunakan wewenangnya sebagai pejabat BPK. Pertanyaannya, kenapa EDN berani mengambil resika beli tanah 9.618 meter persegi, padahal tanah itu masih sengketa," ujar Divisi Investigasi ICW Febri Hendri.
Ya bisa ditebak klo yg punya wewenang meriksa orang seperti ini akan ketahuan kemana arahnya