- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Apakah Edit Genom Mampu Menyembuhkan Penyakit Genetik?


TS
dsturridge15
Apakah Edit Genom Mampu Menyembuhkan Penyakit Genetik?
Quote:

Spoiler for Sumber:
Quote:
Keajaiban Pengetahuan, Bayi Ini Sembuh dari Leukemia Setelah Gennya Diedit
Fajar masa edit genom telah menyingsing. Minggu lalu, di London, dokter mengumumkan keberhasilan penyembuhan leukemia dengan teknologi edit genom.
Layla Richards adalah orang pertama di dunia yang merasakan "keajaiban" edit genom. Sebelumnya, baru tikus yang merasakan teknologi ini.
Beberapa waktu lalu, Layla ibarat divonis mati. Dokter mengatakan kepada orangtua Layla bahwa mereka sudah kehilangan cara untuk mengobati leukemia.
Tak ingin putus asa, orangtua Layla memilih pengobatan edit genom. Dokter pun bertindak. Setelah beberapa bulan, Layla tidak hanya bisa tersenyum, tetapi juga bebas dari leukemia dan bisa tersenyum pada usia satu tahun.
Bagaimana edit genom bekerja?
Semua pengobatan genetik berbasis pada perubahan material genetik, asam deoksiribonukleat (DNA), yang menyimpan semua kode, perintah, dan kunci sifat pemiliknya.
Prinsipnya, DNA baru dimasukkan ke dalam sel berisi DNA yang mengalami "kesalahan" sehingga mengakibatkan penyakit tertentu. DNA dibawa ke dalam sel dengan pembawa tertentu, bisa berupa virus atau bakteri.
Teknologi edit genom pernah diuji coba pada pasien bubble boy syndrome, seseorang yang mengalami mutasi pada gen IL2RG sehingga tidak memiliki sistem kekebalan tubuh.
Genom penderita bubble boy berhasil diperbaiki dengan memasukkan virus yang membawa DNA "sehat". Sayang, percobaan kemudian dibatalkan setelah sang pasien mengalami leukemia.
Masalah yang terjadi saat itu, DNA dimasukkan secara random sehingga mengganggu sistem dan malah memicu perkembangan kanker.
Sejak saat itu, teknologi edit genom terus dikembangkan. Fokus utamanya adalah presisi, memotong, dan menempel gen pada lokasi yang tepat. Berkembang kemudian teknologi-teknologi gunting molekuler, Zinc, Talens, dan Cispr.
Keberhasilan aplikasi edit genom terhadap Layla memicu decak kagum.
Dari donor, dokter mengambil sel darah putih yang sehat. Talens digunakan untuk merekayasa perlindungan dari obat anti-kanker sehingga tidak menyerang sel sehat.
Lalu, virus yang membawa gen baru sehat dimasukkan sehingga bisa menyerang sel-sel leukemia. Upaya itu juga akhirnya membuahkan hasil.
Waseem Qasim, dokter dari Great Ormond Street Hospital, yang terlibat dalam penanganan Layla, mengatakan, "Teknologi edit genom bergerak cepat dan akurasi untuk menarget area gen tertentu menjadi lebih efisien."
Teknologi edit genom sendiri berpotensi untuk mengoreksi ragam kesalahan genetik sehingga berpotensi beragam penyakit. Adrian Thrasher, juga dari Great Ormond Street Hospital, seperti dikutip BBC, Jumat (5/11/2015), mengatakan, teknologi edit genom akan mencapai puncaknya pada 10 tahun ke depan.
Editor : Yunanto Wiji Utomo
Fajar masa edit genom telah menyingsing. Minggu lalu, di London, dokter mengumumkan keberhasilan penyembuhan leukemia dengan teknologi edit genom.
Layla Richards adalah orang pertama di dunia yang merasakan "keajaiban" edit genom. Sebelumnya, baru tikus yang merasakan teknologi ini.
Beberapa waktu lalu, Layla ibarat divonis mati. Dokter mengatakan kepada orangtua Layla bahwa mereka sudah kehilangan cara untuk mengobati leukemia.
Tak ingin putus asa, orangtua Layla memilih pengobatan edit genom. Dokter pun bertindak. Setelah beberapa bulan, Layla tidak hanya bisa tersenyum, tetapi juga bebas dari leukemia dan bisa tersenyum pada usia satu tahun.
Bagaimana edit genom bekerja?
Semua pengobatan genetik berbasis pada perubahan material genetik, asam deoksiribonukleat (DNA), yang menyimpan semua kode, perintah, dan kunci sifat pemiliknya.
Prinsipnya, DNA baru dimasukkan ke dalam sel berisi DNA yang mengalami "kesalahan" sehingga mengakibatkan penyakit tertentu. DNA dibawa ke dalam sel dengan pembawa tertentu, bisa berupa virus atau bakteri.
Teknologi edit genom pernah diuji coba pada pasien bubble boy syndrome, seseorang yang mengalami mutasi pada gen IL2RG sehingga tidak memiliki sistem kekebalan tubuh.
Genom penderita bubble boy berhasil diperbaiki dengan memasukkan virus yang membawa DNA "sehat". Sayang, percobaan kemudian dibatalkan setelah sang pasien mengalami leukemia.
Masalah yang terjadi saat itu, DNA dimasukkan secara random sehingga mengganggu sistem dan malah memicu perkembangan kanker.
Sejak saat itu, teknologi edit genom terus dikembangkan. Fokus utamanya adalah presisi, memotong, dan menempel gen pada lokasi yang tepat. Berkembang kemudian teknologi-teknologi gunting molekuler, Zinc, Talens, dan Cispr.
Keberhasilan aplikasi edit genom terhadap Layla memicu decak kagum.
Dari donor, dokter mengambil sel darah putih yang sehat. Talens digunakan untuk merekayasa perlindungan dari obat anti-kanker sehingga tidak menyerang sel sehat.
Lalu, virus yang membawa gen baru sehat dimasukkan sehingga bisa menyerang sel-sel leukemia. Upaya itu juga akhirnya membuahkan hasil.
Waseem Qasim, dokter dari Great Ormond Street Hospital, yang terlibat dalam penanganan Layla, mengatakan, "Teknologi edit genom bergerak cepat dan akurasi untuk menarget area gen tertentu menjadi lebih efisien."
Teknologi edit genom sendiri berpotensi untuk mengoreksi ragam kesalahan genetik sehingga berpotensi beragam penyakit. Adrian Thrasher, juga dari Great Ormond Street Hospital, seperti dikutip BBC, Jumat (5/11/2015), mengatakan, teknologi edit genom akan mencapai puncaknya pada 10 tahun ke depan.
Editor : Yunanto Wiji Utomo
Spoiler for Sumber:
Quote:
Peneliti Sukses Melawan HIV dengan Mengedit Genom
Peneliti dari Amerika Serikat berhasil melawan HIV dengan mengedit genom pasien pengidapnya sehingga mampu menumbuhkan resistensi terhadap virus tersebut.
Keberhasilan itu masih dalam skala riset klinis yang sangat awal. Makalah hasil penelitian dipublikasikan di The New England Journal of Medicine.
Edit genom adalah sebuah proses menyisipkan, mengganti, atau menghilangkan gen tertentu dari genom.
Proses edit genom dibantu dengan senyawa nuklease. Senyawa itu berperan memotong dan menyambung gen sehingga sering disebut gunting molekuler.
Dalam upaya mengatasi HIV dengan edit genom, peneliti menggunakan gunting molekuler bernama Zinc Finger Nuclease (ZFN).
Dengan gunting molekuler itu, peneliti berupaya memutasikan gen bernama CCR5, membuatnya tak berfungsi.
Pada manusia normal, CCR5 berfungsi menghasilkan protein yang justru membantu HIV menyerang kekebalan tubuh.
Carl June dan Pablo Tebas dari University of Pennsylvania di Philadelphia, menjaring 12 orang pengidap HIV dan telah mengonsumsi Anti Retroviral (ARV) sebagai obyek penelitian.
Kedua peneliti mengambil darah ke-12 orang itu, mengulturkan sel darahnya, serta memasukkan ZFN dalam kultur itu.
Hasil analisis genetik menunjukkan bahwa ZFN mampu mengubah gen CCR5 pada kultur sel darah sebanyak 25 persen.
Peneliti kemudian mentransfusikan sel darah dengan CCR5 termutasi ke dalam tubuh sukarelawan dan menganalisis jumlah virus dalam tubuh mereka. 6 dari 12 pasien telah stop minum ARV.
Hasil penelitian menunjukkan, jumlah virus pada 6 orang pengidap HIV itu sempat tak terdeteksi, kemudian kembali meningkat tetapi namun lebih pelan dari normalnya.
Berdasarkan hasil itu, peneliti menyimpulkan, adanya HIV memicu sel dengan CCR5 termutasi untuk memperbanyak diri hingga akhirnya menyulitkan HIV untuk menyerang kekebalan.
"Mereka menggunakan HIV untuk membantu memusnashkan dirinya sendiri," kata Paula Cannon dari University of Southern California di Los Angeles yang tak terlibat riset.
Tebas mengungkapkan, tujuan dari edit genom sebagai salah satu bentuk terapi gen ini adalah menghilangkan ketergantungan pengidap HIV terhadap ARV.
Tebas dan June gembira dengan hasil riset awal mereka. Mereka juga senang dengan pengamatan pada satu sukarelawan dimana jumlah virus tak meningkat selama 12 minggu walaupun tak minum ARV.
Analisis genetik mengungkap bahwa sukarelawan itu sudah punya satu kopi CCR 5 yang mutasi. "Alam telah melakukan setengah pekerjaan," kata Tebas seperti dikutip Nature, Rabu (5/3/2014).
Setelah menambahkan sel yang dimodifikasi dalam penelitian, lebih dari setengah sel T yang menjadi senjata kekebalan tubuh telah resisten dari HIV.
John Rossi, pakar biologi molekuler dari Beckman Research Institute of the City of Hope National Medical Center di California yang tak terlibat riset mengatakan, riset ini adalah terobosan.
"Ini adalah kemajuan besar pertama dalam terapi gen terkait HIV sejak yang ditunjukkan pada 'pasien Berlin' Timothy Brown yang bebas dari HIV," ungkapnya.
Brown awalnya adalah penderita HIV sekaligus leukimia. Ia kemudian menerima perawatan cangkok sumsum tulang belakang.
Beruntung, donor sel punca sumsum tulang belakangnya membawa gen CCR5 yang termutasi sehingga membuat Brown kemudian resisten dari HIV.
Riset June dan Tebas menawarkan keberhasilan seperti pada kasus Brown dengan cara yang lebih mungkin dilakukan dan lebih aman.
Perawatan dalam kasus Brown, jika diulang pada seluruh penderita HIV, sulit dilakukan dan berisiko tinggi.
Tujuan tahap riset June dan Tebas kali ini adalah menguji keamanan. Berdasarkan riset, disimpulkan bahwa edit genom aman.
Untuk meningkatkan efektifitas, June dan Tebas kini berencana melakukan riset lanjut. Salah satu caranya adalah meningkatkan persentase mutasi CCR5 dalam satu kultur sel.
Peneliti dari Amerika Serikat berhasil melawan HIV dengan mengedit genom pasien pengidapnya sehingga mampu menumbuhkan resistensi terhadap virus tersebut.
Keberhasilan itu masih dalam skala riset klinis yang sangat awal. Makalah hasil penelitian dipublikasikan di The New England Journal of Medicine.
Edit genom adalah sebuah proses menyisipkan, mengganti, atau menghilangkan gen tertentu dari genom.
Proses edit genom dibantu dengan senyawa nuklease. Senyawa itu berperan memotong dan menyambung gen sehingga sering disebut gunting molekuler.
Dalam upaya mengatasi HIV dengan edit genom, peneliti menggunakan gunting molekuler bernama Zinc Finger Nuclease (ZFN).
Dengan gunting molekuler itu, peneliti berupaya memutasikan gen bernama CCR5, membuatnya tak berfungsi.
Pada manusia normal, CCR5 berfungsi menghasilkan protein yang justru membantu HIV menyerang kekebalan tubuh.
Carl June dan Pablo Tebas dari University of Pennsylvania di Philadelphia, menjaring 12 orang pengidap HIV dan telah mengonsumsi Anti Retroviral (ARV) sebagai obyek penelitian.
Kedua peneliti mengambil darah ke-12 orang itu, mengulturkan sel darahnya, serta memasukkan ZFN dalam kultur itu.
Hasil analisis genetik menunjukkan bahwa ZFN mampu mengubah gen CCR5 pada kultur sel darah sebanyak 25 persen.
Peneliti kemudian mentransfusikan sel darah dengan CCR5 termutasi ke dalam tubuh sukarelawan dan menganalisis jumlah virus dalam tubuh mereka. 6 dari 12 pasien telah stop minum ARV.
Hasil penelitian menunjukkan, jumlah virus pada 6 orang pengidap HIV itu sempat tak terdeteksi, kemudian kembali meningkat tetapi namun lebih pelan dari normalnya.
Berdasarkan hasil itu, peneliti menyimpulkan, adanya HIV memicu sel dengan CCR5 termutasi untuk memperbanyak diri hingga akhirnya menyulitkan HIV untuk menyerang kekebalan.
"Mereka menggunakan HIV untuk membantu memusnashkan dirinya sendiri," kata Paula Cannon dari University of Southern California di Los Angeles yang tak terlibat riset.
Tebas mengungkapkan, tujuan dari edit genom sebagai salah satu bentuk terapi gen ini adalah menghilangkan ketergantungan pengidap HIV terhadap ARV.
Tebas dan June gembira dengan hasil riset awal mereka. Mereka juga senang dengan pengamatan pada satu sukarelawan dimana jumlah virus tak meningkat selama 12 minggu walaupun tak minum ARV.
Analisis genetik mengungkap bahwa sukarelawan itu sudah punya satu kopi CCR 5 yang mutasi. "Alam telah melakukan setengah pekerjaan," kata Tebas seperti dikutip Nature, Rabu (5/3/2014).
Setelah menambahkan sel yang dimodifikasi dalam penelitian, lebih dari setengah sel T yang menjadi senjata kekebalan tubuh telah resisten dari HIV.
John Rossi, pakar biologi molekuler dari Beckman Research Institute of the City of Hope National Medical Center di California yang tak terlibat riset mengatakan, riset ini adalah terobosan.
"Ini adalah kemajuan besar pertama dalam terapi gen terkait HIV sejak yang ditunjukkan pada 'pasien Berlin' Timothy Brown yang bebas dari HIV," ungkapnya.
Brown awalnya adalah penderita HIV sekaligus leukimia. Ia kemudian menerima perawatan cangkok sumsum tulang belakang.
Beruntung, donor sel punca sumsum tulang belakangnya membawa gen CCR5 yang termutasi sehingga membuat Brown kemudian resisten dari HIV.
Riset June dan Tebas menawarkan keberhasilan seperti pada kasus Brown dengan cara yang lebih mungkin dilakukan dan lebih aman.
Perawatan dalam kasus Brown, jika diulang pada seluruh penderita HIV, sulit dilakukan dan berisiko tinggi.
Tujuan tahap riset June dan Tebas kali ini adalah menguji keamanan. Berdasarkan riset, disimpulkan bahwa edit genom aman.
Untuk meningkatkan efektifitas, June dan Tebas kini berencana melakukan riset lanjut. Salah satu caranya adalah meningkatkan persentase mutasi CCR5 dalam satu kultur sel.
0
1.6K
Kutip
11
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan