- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Widjojonomics Vs Habibienomics : Rival Abadi Dua Mazhab Ekonomi Indonesia


TS
farisalhamid
Widjojonomics Vs Habibienomics : Rival Abadi Dua Mazhab Ekonomi Indonesia
Spoiler for For Widjojonomics:
Spoiler for Widjojonomics:
Ketika kuliah di University of California, Berkeley, Amerika Serikat, Widjojo Nitisastro memprakarsai diskusi setiap Sabtu di antara mahasiswa ekonomi Indonesia. "Ada saya, Ali Wardhana, Sumarlin, dan Harun Zain. Kami berdiskusi sesuai dengan kapasitas kami. Harun Zain bicara tentang tenaga kerja, Sumarlin tentang fiskal, dan saya masalah perencanaan," kata Emil Salim kepada Tempo, 14 Desember 2009. "Jadi Mafia Berkeley bisa ditelusuri dari pertemuan Sabtu ini," lanjutnya.[/QUOTE]
Quote:
Namun, tidak sesederhana itu. Dasar kuat tudingan Mafia Berkeley datang dari tulisan David Ransom berjudul "The Berkeley Mafia and the Indonesia Massacre," dimuat majalah Rampart, Oktober 1970. Dengan semangat "Neo Kiri", tulisan yang dipersiapkan selama hampir setahun itu, mencoba "membongkar" campur-tangan Amerika –dan sudah tentu CIA– terhadap kebijakan ekonomi Indonesia.
Quote:
Sikap Widjojo terhadap tudingan sebagai pemimpin gerombolan Mafia Berkeley, biasa-biasa saja. Di depan publik, dia tidak menyinggung soal itu. Klarifikasi justru datang dari orang-orang dekatnya dan para pengagumnya di kalangan intelektual.
Quote:
"Tuduhan seperti itu tidak adil, penulis Amerika (David Ransom) tidak pernah hidup dan mengerti kondisi yang ditimbulkan oleh ekonomi terpimpin," bela Wakil Presiden Boediono, saat memberikan sambutan dalam peluncuran dua buku Widjojo Nitisasto, Pengalaman Pembangunan Indonesia (kumpulan tulisan dan uraian Widjoyo Nitisastro) dan Esai dari 27 Negara Tentang Widjojo Nitisastro pada 14 Januari 2010.
Widjojo lahir di Malang, Jawa Timur, 23 September 1927. Ayahnya, aktivis Partai Indonesia Raya (Parindra), yang menggerakkan Rukun Tani, underbow Parindra. Ketika pecah perang kemerdekaan, dia baru duduk di kelas I SMT (tingkat SMA), lalu bergabung dengan pasukan pelajar TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar). Dikenal sebagai anak pemberani yang nyaris gugur pada sebuah pertempuran di daerah Ngaglik dan Gunung Sari, Surabaya.
Widjojo lahir di Malang, Jawa Timur, 23 September 1927. Ayahnya, aktivis Partai Indonesia Raya (Parindra), yang menggerakkan Rukun Tani, underbow Parindra. Ketika pecah perang kemerdekaan, dia baru duduk di kelas I SMT (tingkat SMA), lalu bergabung dengan pasukan pelajar TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar). Dikenal sebagai anak pemberani yang nyaris gugur pada sebuah pertempuran di daerah Ngaglik dan Gunung Sari, Surabaya.
Quote:
Usai perang, Widjojo sempat jadi guru di SMP selama tiga tahun. Kemudian kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, meminati bidang demografi. Berkat kecerdasan dan kegigihannya, dia lulus dari FE UI dengan predikat cum laude. Saat mengambil gelar doktor ekonomi di Universitas Berkeley pada 1961, dia muncul sebagai sarjana yang menonjol. Pada 1984, dia menerima penghargaan Elise Walter Haas Award dari Universitas Berkeley. Perhargaan tahunan itu diberikan kepada alumni asing yang jasanya dianggap signifikan. Dan Widjojo menjadi orang Indonesia pertama yang menerimanya.
Widjojo seorang penulis dan peneliti yang mumpuni. Ketika masih menjadi mahasiswa ekonomi UI, bersama seorang ahli dari Kanada Prof. Dr. Nathan Keyfiz, dia menulis buku gemilang, salah satu buku yang amat populer di kalangan mahasiswa ekonomi pada 1950-an. Dalam kata pengantar buku berjudul Soal Penduduk dan Pembangunan Indonesia itu, Mohammad Hatta menyanjung, "Seorang putra Indonesia dengan pengetahuannya mengenai masalah tanah airnya, telah dapat bekerja sama dengan ahli statistik bangsa Kanada. Mengolah buah pemikirannya yang cukup padat dan menuangkannya dalam buku yang berbobot."
Beberapa karya lain Widjojo, yaitu Population Trends in Indonesia –diadaptasi dari disertasinya, The SocioEconomic Research in a University dan The Role of Research in a University.
Menurut Bradley R. Simpson dalam Economists With Guns, pemikiran dan kebijakan ekonomi Widjojo berorientasi Amerika karena mazhab ekonomi UI condong ke Amerika. Hal ini terjadi berkat Sumitro Djojohadikusumo, dekan FE UI, mantan menteri perdagangan dan menteri keuangan, anggota Partai Sosialis Indonesia dan pendukung Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Meski diasingkan pada 1957, Sumitro menjaga hubungan dekat dengan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan CIA selama Demokrasi Terpimpin, sampai dipanggil kembali ke Indonesia oleh Soeharto pada 1966.
"Para ekonom UI di sekitar Sumitro adalah Widjojo Nitisastro, Mohammad Sadli, Subroto, Ali Wardhana, dan Emil Salim. Mereka memainkan peran penting dalam menetapkan kebijakan ekonomi Indonesia dan meruntuhkan bangunan Ekonomi Terpimpin Sukarno," tulis Bradley. Bradley juga mencatat bahwa, "Bagi Widjojo, kepala arsitek kebijakan ekonomi Orde Baru, usaha jajarannya adalah menciptakan ekonomi pasar bebas dan melucuti kontrol negara, sejauh keduanya secara politis bisa dilakukan." (Baca: Emil Salim, Ekosistem dan Ekonomi)
Widjojo mengabdi kepada dunia pendidikan dan pemerintahan. Di kampus UI, dia menjadi Direktur Lembaga Ekonomi dan Riset UI, guru besar dari 1964 sampai 1993 dan menjabat Dekan FE UI dua periode (1961-1964 dan 1964-1968). Dia juga menjadi dosen Seskoad (sejak 1962) dan Lemhanas (sejak 1964), serta menjadi Direktur Lembaga Ekonomi dan Kebudayaan Nasional (Leknas) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (1964-1967).
Pengabdian Widjojo pada negara dimulai pada 1953 sebagai perencana pada Badan Perencanaan Negara. Di usianya yang relatif muda (39 tahun) dia dipercaya sebagai ketua tim penasihat ekonomi presiden Soeharto pada 1966. Setelah jadi ketua Bappenas (1967-1971), dia menjadi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (1971-1973). Kemudian secara berturut-turut, dari 1973 sampai 1983, dia menjadi Menko Ekuin merangkap Ketua Bappenas.
Saat memimpin Bappenas, Widjojo membuat perencanaan ekonomi Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Besarnya peranan dia membuat kebijakan ekonomi sampai melahirkan konsep Widjojonomics, yaitu pandangan bahwa dalam menghadapi kekuatan ekonomi negara maju, negara berkembang hanya bisa memproduksi barang yang unggul secara komparatif, misalnya tekstil dan produk-produk lain yang kurang memiliki kandungan teknologi maju. Pada dekade 1980-an dan 1990-an, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang rata-rata melaju delapan persen per tahun dianggap sebagai hasil dari Widjojonomics. Bank Dunia pun menyebut Indonesia sebagai One of the Asian Miracles. Pada masa Presiden Habibie, Widjojonomics yang mengandalkan sumber daya alam berhadapan dengan Habibienomics yang mementingkan keunggulan kompetitif dengan mengandalkan sumber daya manusia.
Dini hari Jumat 9 Maret 2012, Widjojo menghembuskan nafas terakhirnya dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan
Widjojo seorang penulis dan peneliti yang mumpuni. Ketika masih menjadi mahasiswa ekonomi UI, bersama seorang ahli dari Kanada Prof. Dr. Nathan Keyfiz, dia menulis buku gemilang, salah satu buku yang amat populer di kalangan mahasiswa ekonomi pada 1950-an. Dalam kata pengantar buku berjudul Soal Penduduk dan Pembangunan Indonesia itu, Mohammad Hatta menyanjung, "Seorang putra Indonesia dengan pengetahuannya mengenai masalah tanah airnya, telah dapat bekerja sama dengan ahli statistik bangsa Kanada. Mengolah buah pemikirannya yang cukup padat dan menuangkannya dalam buku yang berbobot."
Beberapa karya lain Widjojo, yaitu Population Trends in Indonesia –diadaptasi dari disertasinya, The SocioEconomic Research in a University dan The Role of Research in a University.
Menurut Bradley R. Simpson dalam Economists With Guns, pemikiran dan kebijakan ekonomi Widjojo berorientasi Amerika karena mazhab ekonomi UI condong ke Amerika. Hal ini terjadi berkat Sumitro Djojohadikusumo, dekan FE UI, mantan menteri perdagangan dan menteri keuangan, anggota Partai Sosialis Indonesia dan pendukung Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Meski diasingkan pada 1957, Sumitro menjaga hubungan dekat dengan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan CIA selama Demokrasi Terpimpin, sampai dipanggil kembali ke Indonesia oleh Soeharto pada 1966.
"Para ekonom UI di sekitar Sumitro adalah Widjojo Nitisastro, Mohammad Sadli, Subroto, Ali Wardhana, dan Emil Salim. Mereka memainkan peran penting dalam menetapkan kebijakan ekonomi Indonesia dan meruntuhkan bangunan Ekonomi Terpimpin Sukarno," tulis Bradley. Bradley juga mencatat bahwa, "Bagi Widjojo, kepala arsitek kebijakan ekonomi Orde Baru, usaha jajarannya adalah menciptakan ekonomi pasar bebas dan melucuti kontrol negara, sejauh keduanya secara politis bisa dilakukan." (Baca: Emil Salim, Ekosistem dan Ekonomi)
Widjojo mengabdi kepada dunia pendidikan dan pemerintahan. Di kampus UI, dia menjadi Direktur Lembaga Ekonomi dan Riset UI, guru besar dari 1964 sampai 1993 dan menjabat Dekan FE UI dua periode (1961-1964 dan 1964-1968). Dia juga menjadi dosen Seskoad (sejak 1962) dan Lemhanas (sejak 1964), serta menjadi Direktur Lembaga Ekonomi dan Kebudayaan Nasional (Leknas) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (1964-1967).
Pengabdian Widjojo pada negara dimulai pada 1953 sebagai perencana pada Badan Perencanaan Negara. Di usianya yang relatif muda (39 tahun) dia dipercaya sebagai ketua tim penasihat ekonomi presiden Soeharto pada 1966. Setelah jadi ketua Bappenas (1967-1971), dia menjadi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (1971-1973). Kemudian secara berturut-turut, dari 1973 sampai 1983, dia menjadi Menko Ekuin merangkap Ketua Bappenas.
Saat memimpin Bappenas, Widjojo membuat perencanaan ekonomi Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Besarnya peranan dia membuat kebijakan ekonomi sampai melahirkan konsep Widjojonomics, yaitu pandangan bahwa dalam menghadapi kekuatan ekonomi negara maju, negara berkembang hanya bisa memproduksi barang yang unggul secara komparatif, misalnya tekstil dan produk-produk lain yang kurang memiliki kandungan teknologi maju. Pada dekade 1980-an dan 1990-an, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang rata-rata melaju delapan persen per tahun dianggap sebagai hasil dari Widjojonomics. Bank Dunia pun menyebut Indonesia sebagai One of the Asian Miracles. Pada masa Presiden Habibie, Widjojonomics yang mengandalkan sumber daya alam berhadapan dengan Habibienomics yang mementingkan keunggulan kompetitif dengan mengandalkan sumber daya manusia.
Dini hari Jumat 9 Maret 2012, Widjojo menghembuskan nafas terakhirnya dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan
Spoiler for Habibienomics:
Spoiler for Habibienomics:
Quote:
Habibienomics adalah sebutan yang diberikan oleh Kwik Kian Gie ketika menanggapi konsep pembangunan ekonomi yang disampaikan oleh Prof. Habibie. Habibienomics mempunya kecendrungan dan kemiripan dengan ekonom-ekonom terkenal seperti Paul Krugman, James Brander, Barbara Spencer, dsb.
Quote:
Pemikiran habibienomics datang dari seorang Profesor Dirgantara yang menuntut ilmu pada ilmu teknik penerbangan, sehingga konsep dari habibienomics menitik beratkan pada pengembangan sumber daya manusia dan penguasaan sains & teknologi dapat menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi.
Quote:
Pemikiran Mazhab Habibienomics dibuktikan dalam kebijakannya yang berpihak pada industry berteknologi canggih, beasiswa keluar negeri yang cukup banyak diberikan oleh BPPT, dan dana untuk R & D. (Research and Development) Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), sekarang PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI), sangat menjanjikan pada era orde baru.
Quote:
Anggaran negara cukup banyak terkuras untuk membiaya IPTN saat itu sehingga banyak musuh-musuh politik dari Prof. Habibie (terutama dari kalangan Mafia Berkeley) mengkritik pemborosan yang dilakukan oleh Mazhab Habibienomics.
[QUOTE]Tapi sesungguhnya bagi saya pribadi, Habibienomics sebenarnya mempunyai dampak yang cukup besar, bukan hanya untuk para engineer, tapi juga lulusan STM dan politeknik (D3) bahkan pula peningkatan keterampilan pekerja dan masyarakat Indonesia.
[QUOTE]Tapi sesungguhnya bagi saya pribadi, Habibienomics sebenarnya mempunyai dampak yang cukup besar, bukan hanya untuk para engineer, tapi juga lulusan STM dan politeknik (D3) bahkan pula peningkatan keterampilan pekerja dan masyarakat Indonesia.
Quote:
Prestasi pesawat N-250 dengan sistem fly-by-wire yang dipuji dunia adalah salah satu prestasi yang membanggakan dari Habibienomics.
Sayangnya, krisis finansial tahun 1997/98 menghentikan IPTN (selain pula kurangnya kemampuan manajerial dari IPTN). Prof. Habibie sendiri yang menjadi Presiden Indonesia setelah menggantikan presiden Soeharto tidak mampu berbuat banyak untuk kemajuan Habibienomics.
Sebenarnya tidak banyak waktu untuk menunjukkan hasil dari Habienomics sehingga banyak pula kritik datang pada Habibienomics yang kuat secara konsep namun lemah dalam implementasi. Saya pribadi harap dengan kembalinya Prof. Habibie dalam industri penerbangan dengan Memperkuat PT. Dirgantara Indonesia dan mendirikan PT. Regio Aviasi Industri (PT.RAI) pada hari kebangkitan teknologi nasional tahun lalu mampu membangkitkan HABIBIENOMICS.
Sayangnya, krisis finansial tahun 1997/98 menghentikan IPTN (selain pula kurangnya kemampuan manajerial dari IPTN). Prof. Habibie sendiri yang menjadi Presiden Indonesia setelah menggantikan presiden Soeharto tidak mampu berbuat banyak untuk kemajuan Habibienomics.
Sebenarnya tidak banyak waktu untuk menunjukkan hasil dari Habienomics sehingga banyak pula kritik datang pada Habibienomics yang kuat secara konsep namun lemah dalam implementasi. Saya pribadi harap dengan kembalinya Prof. Habibie dalam industri penerbangan dengan Memperkuat PT. Dirgantara Indonesia dan mendirikan PT. Regio Aviasi Industri (PT.RAI) pada hari kebangkitan teknologi nasional tahun lalu mampu membangkitkan HABIBIENOMICS.
Sumber : https://marketviews.wordpress.com/2012/03/10/habibienomics-vs-widjojonomics/
Diubah oleh farisalhamid 09-11-2015 21:29
0
3.7K
Kutip
15
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan