Jakarta, GATRAnews - Sri Edi Swasono mengungkapkan berbagai keprihatinan nasional yang menurutnya kerap disampaikannya di berbagai forum. Salah satu hal yang dikritik oleh guru besar ekonomi di Universitas Indonesia ini, yakni pembangunan di negeri ini yang justru mendorong Indonesia menjadi "pelayan" kepentingan global dan mancanegara.


"Mengapa pembangunan yang terjadi di Indonesia ini, menggusur orang miskin dan bukan menggusur kemiskinan. Akibatnya pembangunan sebagai kepanjangan kapitalisme global, telah menjadi proses dehumanisasi," tanya Sri Edi, saat menjadi salah satu narasumber diskusi gelaran Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Sabtu (7/11) pagi.

Poin lain yang ditekankan Sri Edi pada diskusi yang bertajuk Membangun Budaya Bangsa dan Nilai Keindonesiaan Demi Masa Depan Bangsa tersebut, yakni masalah pembangunan. "Mengapa yang terjadi sekadar `pembangunan di Indonesia` dan bukan `pembangunan Indonesia`?," ujarnya.

Para pekerja asing yang disebut Sri Edi sebagai "orang mancanegara" mendominasi pembangunan di negeri ini, menjadi pemegang konsensi bagi usaha-usaha ekonomi strategis. "Sedangkan orang Indonesia menjadi penonton atau sekadar jongos globalisasi," kritik mantan anggota MPR ini.

Kesejahteraan rakyat, lanjut Sri Edi, tak kunjung tercapai. Kesenjangan antara kaya dan miskin semakin meningkat. Globalisasi ekonomi dengan pasar bebas dengan persaingan dan perdagangan bebasnya, semakin mempertajam kesenjangan ini.

Sri Edi juga sempat melontarkan pendapatnya tentang jargon "Tuan di Negeri Sendiri", yang menurutnya sudah tidak lazim lagi digunakan pada saat ini. "(Indonesia) hanya menjadi pelayan kepentingan global dan mancanegara," katanya.

Lalu mengapa kita tetap menjadi kuli di negeri sendiri. Mengapa kita hanya sekadar menjadi master of ceremony? Akibatnya GDP berkembang lebih cepat dari GNP. Banyak ekonom lengah akan perihal ini," demikian Sri Edi.

http://www.gatra.com/nusantara/nasio...sur-kemiskinan

jangan miskin atau semakin tergusur