Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bhiineekaaAvatar border
TS
bhiineekaa
Jakarta vs Bekasi, Begini Kisruh Sampah Bantargebang dari Masa ke Masa

Jakarta - Kisruh masalah sampah antara Bekasi dan Jakarta, seperti yang tengah terjadi sekarang ini, bukanlah hal baru. Masalah yang kurang lebih sama pernah terjadi belasan tahun lalu. Pada 1999, Bekasi juga pernah memprotes pengelolalan sampah yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang. Terutama mengenai dampaknya terhadap lingkungan yang ditimbulkan oleh pembuangan tersebut.

Konflik bahkan sempat berujung pada penutupan TPA Bantargebang yang dilakukan Pemerintah Kota Bekasi pada 10 Desember 2001. Penutupan ini mengakibatkan ratusan ribu meter kubik sampah tak terangkut dari Jakarta. Dalam bukunya yang berjudul 'Konflik Sampah Kota', Ali Anwar menulis bahwa penutupan tersebut mengakibatkan sampah tak bisa diangkut keluar dari Ibu Kota.

Padahal, saat itu sampah yang harus dibuang dari Jakarta mencapai 25.600 meter kubik per hari, atau setara 6.000 ton. Hal ini mengakibatkan sampah menggunung di di berbagai sudut Ibu Kota. Air lindi mengalir, menyebarkan bau tak sedap di mana-mana, baik di permukiman, bahkan di jalan-jalan protokol Kota Jakarta.

Penutupan itu dilakukan lantaran tuntutan Bekasi agar Jakarta memperbaiki manajemen persampahan, tak ditanggapi Jakarta. Bekasi juga menuntut untuk mengambil alih 50 persen lahan TPA Bantargebang. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi sampai membentuk Tim Evaluasi TPA Bantargebang untuk mengevaluasi TPA tersebut.

Sebulan sebelum TPA Bantargebang ditutup, tim sempat berkunjung ke Kota Surabaya pada 6-8 November 2001. Kunjungan dilakukan untuk melihat langsung dampak yang ditimbulkan dari penutupan TPA Sampah Keputih. Penutupan itu rupanya berakibat fatal bagi Surabaya. Sekitar 172 ribu meter kubik sampah menggunung di jalan-jalan Kota Pahlawan. Jumlah itu dari perhitungan 8.600 meter kubik sampah yang tak bisa dibuang selama 20 hari.

Disebutkan dalam buku pertama yang menulis soal sampah kota itu, bahwa untuk menyingkirkan sampah di Surabaya tersebut dibutuhkan waktu 127 hari menggunakan 150 truk yang bekerja tiga rit setiap hari.

Kunjungan tim itu dilakukan meskipun sistem persampahan di TPA Keputih berbeda dengan Bantargebang. Keputih menggunakan sistem open dumping, sedangkan Bantargebang dengan sistem sanitary landfill.

"Rupanya bukan sistemnya yang menjadi sorotan, melainkan dampak yang ditimbulkan akibat penutupan TPA Keputih," tulis Ali Anwar, yang juga dikenal sebagai sejarawan Bekasi, dalam buku terbitan Februari 2003 tersebut.

Nah, sekembalinya dari kunjungan ke Surabaya, pada 11 November, Ketua Tim Evaluasi DPRD Bekasi Hasnul Kholid Pasaribu meminta Jakarta bercermin pada kejadian di Surabaya. Tidak ada gelagat Pemerintah Provinsi DKI mau menyelesaikan masalah itu. DPRD juga berang lantaran Wali Kota Bekasi Nonon Sonthanie diam-diam menemui Sutiyoso untuk kompromi dengan Gubernur DKI Jakarta itu.

Akhirnya pada 14 November 2001, Panitia Khusus DPRD Bekasi memutuskan agar TPA Bantargebang ditutup total. Rekomendasi ini diberikan kepada Pemkot Bekasi. Mendengar demikian, Sutiyoso mengancam akan menggugat Pemkot Bekasi jika TPA Bantargebang ditutup. Ia menyebut Pemprov DKI sudah berbuat banyak sebagai kompensasi keberadaan TPA tersebut. Antara lain, membangun jaringan jalan senilai Rp 40 miliar, puskesmas, ambulans, hingga insentif Rp 2,5 miliar.

Menyusul ancaman Sutiyoso, ratusan warga Desa Sumur Batu, Bantargebang, melakukan pembakaran sebuah truk sampah DKI Jakarta. Peristiwa itu bermula ketika truk sampah Dinas Kebersihan DKI bernomor B-9443-JQ yang seharusnya membuang sampah dalam lokasi TPA dengan sistem sanitary landfill, ternyata membuang sampah di tepi jalan arah TPA. Aksi itu membuat warga kesal.

Atas permintaan DPRD, Pemkot Bekasi akhirnya menyatakan menutup total TPA tersebut. Namun hari pertama penutupan TPA Bantargebang berlangsung panas dan berbuntut kerusuhan antara warga yang mendukung penutupan TPA dengan para pemulung yang menolak penutupan. Sebanyak 14 kendaraan Dinas Kebersihan DKI Jakarta diamuk massa di Bantargebang, dua di antaranya dibakar. Kantor TPA juga dibakar.

Namun, konflik sampah pada 2001 itu akhirnya bisa selesai setelah pemerintah pusat turun tangan. Dengan difasilitasi Kementerian Dalam Negeri (dulu masih departemen), Pemerintah Provinsi DKI dan Pemkot Bekasi kembali berunding. Sutiyoso juga mengadakan pertemuan dengan Pemkot dan DPRD Bekasi. TPA Bantargebang pun dibuka kembali pada 15 Desember 2001. Penutupan selama lima hari itu menimbulkan dampak yang luar biasa bagi Ibu Kota.


Kisruh di Era Ahok

Berselang 14 tahun kemudian, kisruh sampah antara DKI dan Bekasi kembali bergulir. Kali ini DPRD Bekasi menyampaikan permasalahan yang nyaris sama dengan kasus terdahulu. Mereka menyampaikan keberatannya soal rute truk, jam kerja dan lainnya.

"Ini komplain DPRD Bekasi karena Jakarta melewati batas waktu pengiriman yang tidak sesuai. Yang kedua, melewati rute yang tidak ditentukan. Ketiga, yang paling parah mobil truknya sudah rusak semua, jadi air sampahnya berantakan di jalan, bikin bau. Keempat, fasilitas sarana dan prasarana di Bantargebang belum dipenuhi sesuai dengan peranjian antara Jakarta dan Bekasi," ujar Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi.

Massa juga ikut turun tangan. Mereka yang tampil dengan seragam loreng hitam itu mencegah truk sampah asal Jakarta melintas menuju Bantargebang yang telah beralih nama dari TPA menjadi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi. Siang tadi, satu unit truk mencoba melintas dan terpaksa memutar arah karena pendemo mengadang dan meminta truk tersebut kembali ke Jakarta.

Massa aksi yang didominasi pria berseragam loreng hitam itu berkumpul di posko simpang Cileungsi menuju Bantargebang. Mereka memasang spanduk besar di dekat lokasi aksi.

Belum jelas, bagaimana penyelesaian dari kisruh terakhir ini. Namun yang pasti, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama sudah mengajak pihak Bekasi untuk duduk bersama.

"Bekasi buang sampah ke Bantargebang bayar enggak sama kita? Enggak. Jadi ya sudah gitu loh kita mesti duduk bareng. Ini jelas ada sebuah tanda kutip kenapa incinerator terus dipermasalahkan, sampah nambah banyak. Kita lagi mau atasi bersama," terangnya.

(dim/mad)http://m.detik.com/news/berita/3060998/jakarta-vs-bekasi-begini-kisruh-sampah-bantargebang-dari-masa-ke-masa

Saat konflik 2001, prosedur nya sudah benar .. DPRD Bekasi harusnya menyatakan ketidaksetujuannya kepada pemda Bekasi agar meninjau ulang perjanjian dengan pemda dki, bukan seperti sekarang DPRD Bekasi malah manggil gubernur dki ..

Yang diawasi DPRD Bekasi itu pemda dki atau pemda Bekasi? Logika kok kebalik2? emoticon-Cape d... (S)

Dan ujung2nya adalah ngincer duit apbd nya dki, ditambah mungkin ke takut an beberapa pihak karena pemda dki ingin beli truk sampah, yang mungkin dimasa depan bisa mengurangi bisnis sadar sang anggota DPRD itu? Wallahualam..
0
1.9K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan