- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
setelah 30 Tahun, akhirnya Saya Bertemu dengan "kakak" saya.


TS
setanpb
setelah 30 Tahun, akhirnya Saya Bertemu dengan "kakak" saya.
Quote:

Nama pemuda difoto itu : Arloren Antoni. Persis sama dengan nama saya. Kisah pilu itu dimulai sekitar tahun 1970 dari rumah Orang tua saya sendiri mengangkat seorang anak perempuan belia bernama Nurtini, yang merupakan ibu kandung anak difoto itu. Nurtini saat itu berumur sekitar 6 - 7 tahun. Nurtini diangkat anak oleh papa / mama saya. Kebetulan di tahun 1960 - 1970-an papa saya adalah salah satu Muspika di kec. Sungayang dan mama saya sendiri adalah seorang pendidik.
.
“Nurtini kecil” dibesarkan ditengah tengah keluarga kami karena ia anak tunggal sekaligus seorang yatim piatu. Ia lebih tua dari abang sulung saya. Jadilah Nurtini anak “sulung terdaulat” dikeluarga kami. Sebagai anak bungsu otomatis saya lebih banyak diasuh oleh “Uni Nur” atau “Ni Nur” karena papa saya cukup sibuk kerja sampai sore bahkan kadang sampai malam dan mama saya sebagai guru juga paling cepat pulang siang hari kalau gak ada kegiatan lain. Saya sangat lengket dengan Ni Nur. Dengan Ni Nur-lah masa-masa kecil saya dihabiskan selain dengan anggota keluarga yang lain.
.
Belasan tahun ia berada di tengah tengah keluarga kami hingga saya menamatkan SD dan Ni-Nur mungkin berumur sekitar 19 – 20 tahunan. Paman Ni Nur, (istilah kami di Minang : Mamaknya) merenggut paksa Ni Nur dari keluarga kami. Alasannya karena si Nur mau dikimpoikan, ujar mamaknya. Papa Mama saya tidak memberikan. Ni Nur ditahan karena memang sudah ada niatan akan menikahkan Ni Nur dengan seorang lelaki pilihan Orang Tua saya daripada dibawa lagi ke kampungnya di lawang – Matua kab Agam. Dan alhamdulillah Ni Nur selamat, ia tak jadi dibawa mamaknya.
.
Tapi mundurnya mamak Ni Nur saat itu bukan karena ia mengaku kalah. Ia sengaja mundur dan menyusun langkah lebih matang. Berselang sebulan ia datang lagi dengan rombongan family Ni Nur yang lebih besar bahkan hadir juga tetua adat Minang dari Lawang. Papa Mama saya harus kalah, Ni Nur-pun dibawa mereka. Isak tangis keluarga kami tak tak terbendung, agak sedikitpun kami sekeluarga tidak rela melepas kepergian ni Nur (sampai disini saat mengetik ini air mata saya menetes terisak). Ia kakak saya. Sayalah yang paling merasa kehilangan Ni Nur karena saya anak bungsu. Ia yang merawat saya karena kedua ortu saya bekerja. Papa Mama saya melepas kepergian Ni Nur (yang katanya akan dinikahkan) dengan membekali dia dengan perhiasan emas yg lengkap di pergelangan tangannya, dilehernya, dijari dan di kupingnya (anting). Itu terjadi sekitar tahun 1985 – 1986.
.
Sejak kepergian itu keluarga kami kehilangan kontak dengan Ni Nur. Alat Transportasi dan alat komunikasi sekitar tahun 1985 itu belumlah semaju seperti sekarang. Angkutan pedesaan cukup sulit, HP jangan ditanya. Bahkan kami tidak pernah dikabari mamaknya tsb apakah Ni Nur sudah dinikahkan atau belum. Malahan kami mendapat kabar pahit bahwa mamaknya yang dulu merenggut Ni Nur dari tengah keluarga kami telah menyitasemua emas perhiasan yang diberikan papa mama saya. Saya mendengar perhiasannya dirampas saat saya SMP. Saya sempat mendidih dan marah tapi gak tau mau berbuat apa.
.
30 tahun telah telah berlalu, keluarga kami bener bener tidak tau lagi kabar Ni Nur. Sampai akhirnya Bulan Agustus 2015 kemaren abang sulung saya pulang kampung dan membawa Papa Mama saya ke dusun Lawang Desa Matua Kab Agam untuk mencari Ni Nur. Berbekal dengan selembar foto kami sekeluarga, abang saya menyebarkan fotocopi dari foto usang tsb lengkap dengan nama-nama kami berlima plus nama kedua ortu saya bahwa kami mencari kakak sulung kami bernama Nurtini. Puluhan fotocopi dari foto kami sekeluarga disebarkan di pasar-pasar Matua dan lawang. Khusus dibagian foto Ni Nur dilingkari sebagai sosok yang sedang kami cari. Para Kepala desa disana ditemui abang saya dan kami mintai tolong..
.
Tak ada kabar apapun hingga dua bulan setelah itu sekitar awal Oktober kemaren saya mendapat telepon dari seorang ibu-ibu yang tidak saya kenal yang mengaku bahwa ada yang kenal dengan Nurtini. Namun yang sangat menyakitkan dan membuat isak tangis kami adalah bahwa kakak kami Nurtini tsb sudah meninggal 18 tahun yang lalu saat melahirkan anaknya yang ke empat. Ke empat nama anak Ni Nur diberi nama sama dengan nama-nama kami semua. Ibu itu memberi tau bahwa anak sulung Ni Nur bernama: “Anton”. Bahkan nama lengkap si sulung itu “ARLOREN ANTONI”. Saya kaget. Rupanya Ni Nur tidak pernah lupa pada kami. Bahkan Ni Nur memberi keempat nama anak anaknya dengan nama nama adik adiknya yang telah puluhan tahun berpisah dengannya.
.
Isak tangis-pun kembali tumpah (bahkan saat saya mengetik ini....). dulu kami menangis karena kami tak rela dipisahkan. Kini setelah dapat kabar beliau telah tutup usia, saya kembali tak bisa membendung kesedihan saya. Saya putuskan untuk pulang kampung. Perjalanan yang cukup jauh apalagi kabut asap di sekitaran Riau / Sumbar yang tak memungkin saya untuk dapat segera pulang karena jadwal pesawat yang tak menentu, membuat saya memutuskan untuk membawa kendaraan saya sendiri. Resikonya dirumah gak ada kendaraan dan anak anak pergi sekolah pakai dua Sepeda Motor yang ada. Ya apa boleh buat. Setibanya di rumah ortu saya dan setelah beristirahat yang cukup, saya bawa ortu saya keliling Sumatera Barat hingga ke Kota Padang.
.
Sore jam 15.00 wib kami singgah ke Bukik Tinggi via padang panjang lalu membuat janji dengan anak Ni Nur yang sulung yang bernama ARLOREN ANTONI. Sejak masih di Padang panjang saya sudah mulai intens menelepon keponaan saya ini. Setibanya disebuah persimpangan di Bukik tinggi yang dijanjikan pertemuan haru itupun terjadi. Saya turun dari kendaraan saya, saya peluk anak muda yang bernama ARLOREN ANTONI itu. Saya tak bisa membendung tangis saya. Almarhum Ibunyalah yang telah merawat saya. Kedua Ortu saya juga sama. Kami saling bertangisan dijalan lintas Padang Panjang – Bukik Tinggi yang rame, macet dan padat itu. Orang di sekeliling kami pada bengong. Bahkan ada yang nyeletuk:
.
“Kecelakaan ya....?? Mobil uda nabrak anak itu ya....??”
.
Hadeuh...... Nabrak apaan ....?? panjang lebar saya menjelaskan pada orang-orang yang mulai ramai berkerumun. Akhirnya mereka maklum dengan pertemuan kami dan malahan ada yang berinisiatif meminjamkan kursi untuk kami berempat agar bisa duduk di pinggir jalan yang merupakan kursi milik warung Sate yang belum mulai berjualan.
Apapun ceritanya, si ARLOREN ANTONI yang difoto itu adalah keponakan saya. Di dalam foto dia diapit oleh papa mama saya.
.
Hanya saja saya sedih, mereka berempat beradik kakak namun tidak ada satupun yang tamat SD. Hanya sekedar bisa baca tulis saja lalu berhenti sekolah. Padahal neneknya atau Mama saya yang membesarkan alm Ni Nur, ibu kandung mereka, adalah seorang guru. Petemuan sore itu cukup mengharukan. Setelah bercerita dan melepas kangen, Ibu saya meninggalkan uang saku yang cukup untuk mereka berempat agar datang ke rumah kami.
.
Kamipun kemudian berpisah, ponaan saya si Arloren Antoni itu kembali ke rumahnya untuk membantu seorang familinya jualan di Bukik Tinggi. Saya dan orang tua saya kembali melanjutkan perjalanan. Saya udah punya niat, dilain kesempatan saya akan datang bersama istri dan anak anak saya ke Lawang untuk berziarah ke makam kakak saya Ni Nur.
.
Harapan dan doa saya, semoga almarhum Ni Nur berbaring dengan tenang diperistirahatannya yang terakhir.
Alfatihah.......
bukan cerita milik ane, cek sumur yak...
0
2.4K
Kutip
17
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan