- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
[Dongeng] Dengan Tegas Saya Menyatakan Anti Korupsi kah?


TS
cekibot0101
[Dongeng] Dengan Tegas Saya Menyatakan Anti Korupsi kah?
Sesuai judul, saya sekedar mau cerita dongeng saja di sini.
Harap dibaca sekali lagi dongeng.
Jujur ya, saya termasuk mahasiswa yang cukup populer di kampus tempat saya kuliah dulu..
Selain lumayan menonjol di bidang akademis, saya juga aktif dalam kepengurusan di beberapa unit kegiatan mahasiswa.
Selama menjalani beberapa kegiatan itu, perlahan-lahan terbentuk pandangan-pandangan di dalam benak saya mengenai banyak sekali hal yang sebelumnya bagi saya hanya sekedar merupakan bahan berita di TV atau koran, ketika jaman saya masih sekolah dulu .
Salah satunya, sesuai judul, adalah mengenai tindak pidana Korupsi.
Dari puluhan artikel di buletin fakultas dan situs forum kampus yang sudah saya tulis, siapapun bakal kagum akan semangat anti korupsi di dalam tulisan-tulisan saya itu.
Bahkan sampai seorang dosen pun pernah bergurau di tengah kuliahnya di kelas, bahwa mungkin saya akan mendirikan 'KPK Kampus' di universitas kami. Wah, saya bangga banget waktu itu.
Singkat cerita, saya akhirnya lulus dari universitas tercinta itu dengan nilai yang cukup membanggakan. Kemudian saya bekerja di sebuah kantor pemerintah yang nama instansinya cukup sering muncul di media berita, setelah dinyatakan termasuk lolos dari seleksi yang diikuti ribuan pelamar lainnya.
Sekarang ini, dalam waktu kurang dari empat tahun, saya sudah menempati posisi yang terbilang cukup diincar oleh para pegawai lain yang seangkatan dengan saya. Walaupun sebenarnya posisi ini bukan berada di atas bidang seksi saya sebelumnya, tetapi hal itu tidak menjadi masalah. Saya yakin bahwa saya akan mampu beradaptasi dengan cepat.
Untuk mencapai posisi saya ini, selain menunjukkan kinerja yang, menurut saya, termasuk di atas rata-rata, saya juga banyak memaksimalkan pemafaatan aspek-aspek di luar pekerjaan dalam melakukan pendekatan dengan figur-figur yang menurut pengamatan saya penilaiannya memiliki bobot peran yang cukup menentukan bagi peningkatan karir dari pegawai yang ada di tempat saya bekerja tersebut.
Dan sekarang sudah terbukti bahwa pengamatan saya waktu itu memang tidak meleset.
Dengan menduduki posisi yang sekarang, angka penghasilan saya per bulan ternyata meningkat jauh dibanding sebelumnya. Dalam waktu sekitar setengah tahun, total penghasilan saya sekarang kurang lebih sudah sama nilainya dengan penghasilan saya yang sebelumnya selama 17-20 bulan.
Jelas, saya bebahagia sekali dengan anugerah ini.
Berhubung belum memiliki status sebagai seorang suami, karena memang masih dalam tahap berpacaran, saya membagi porsi dalam merayakan kebahagiaan ini lebih besar terhadap ibu saya.
Saya masih ingat bagaimana bahagianya wajah Ibu ketika saya membelikan beliau seperangkat mesin jahit listrik model yang paling baru. Saya sengaja memilih jenis barang ini karena saya ingat ibu saya mulai sering mengeluh tentang mesin jahit miliknya yang katanya sudah mulai sering ngadat.
Ya. Masih segar betul di ingatan saya ketika sore itu, sekitar lima bulan yang lalu, mobil box yang mengantar mesin jahit tersebut tiba di depan rumah kami. Ibu seperti sulit untuk memahami dan tak berani untuk percaya apa yang tengah terjadi. Beliau sempat beberapa kali mengatakan kepada dua orang karyawan berseragam yang turun dari mobil tersebut bahwa mungkin mereka salah alamat. Sampai akhirnya saya menyusul ke depan dan mempersilakan mereka masuk membawa mesin yang mereka antarkan.
Ketika semua sudah beres, dan saya sudah meletakkan mesin tersebut di atas meja kerjanya, saya sempat menangkap bahwa ibu saya seperti kesulitan berusaha menyembunyikan ekspresi wajah terharunya. Mungkin beliau berusaha menahan luapan emosi supaya tidak meledak menjadi tangis,ketika benaknya mulai menerima kenyataan bahwa mesin jahit yang duduk dengan anggun di atas meja ruang jahitnya itu benar-benar sudah menjadi milik beliau sepenuhnya. Tapi matanya yang berkaca-kaca seperti memandikan saya dengan sejuknya air terjun bahagia.
Ucapan terimakasih dari beliau seperti tidak berarti apa-apa jika dibandingkan kebahagiaan saya melihat espresi wajah Ibu yang bersinar-sinar dan tersenyum tanpa henti itu sambil melihat dan memgang-megang mesin barunya. Saya buru-buru masuk kamar, khawatir terlihat olehnya bahwa saya pun ingin menangis.
Hanya saja, tangisan saya bukan karena luapan rasa bahagia ini.
Tetapi...
Ibu saya tidak tahu bahwa mesin jahit itu saya beli dari uang hasil korupsi!
Saya tidak tega melihatnya begitu polos berulang-ulang mengucapkan terima kasih kepada saya serta bibirnya tak henti bergumam membisikkan puji syukur kepada Tuhan atas Karunia-Nya melimpahkan rejeki kepada anak sulungnya ini.
Wajah polosnya yang memancarkan kebahagiaan dan rasa bangga justru seperti mengiris hati saya yang tiba-tiba merasa sangat berdosa.
Detik itu juga, saya seperti tersentak dan baru teringat, menyadari bahwa tentunya Tuhan saat itu Menyaksikan dan Mengetahui bahwa sesungguhnya si anak ini mendapatkannya dari jalan yang Dia Murkai.
Perlahan tapi pasti, rasa ngilu merambat di dalam hati saya ketika menyaksikan semua itu.
Ekspresi bangga dan bahagia pada wajah polos ibu saya, ketika saya menghadiahkan barang dari uang haram kepadanya.
Sekitar enam bulan yang lalu, tepatnya di pekan pertama menduduki posisi yang baru ini, saya mendapati diri saya berada dalam sebuah persimpangan dilema paling besar yang pernah saya hadapi selama hidup.
Pilihannya waktu itu adalah antara menandatangani sebuah surat kerja fiktif, kemudian mendapat imbalan uang dari kegiatan dinas yang sebenarnya tak pernah ada, atau saya bakalan dikecam banyak orang, baik dari atasan maupun bawahan pada garis dinas di seksi yang baru saya masuki itu, jika saya memilih untuk menolak bertandatangan..Yang terakhir ini lantaran mereka semua jadi gagal mendapat jatah dari uang dinas tadi, yang saya lihat nilainya terbilang fantastis.
Dan juga, itu berarti semua atasan yang telah terlanjur bertandatangan akan dituntut pertanggungjawabannya karena sudah berani menyetujui kegiatan dinas fiktif semacam itu.
Waktu itu saya memang mengetahui bahwa kegiatan dinas tersebut tidak akan pernah bisa jalan, karena isi agendanya menyangkut koordinasi dengan pimpinan di seksi saya sebelumnya, yang waktu itu jelas-jelas orangnya sedang berada di luar kota. Saya tahu pasti akan hal itu, karena sebenarnya masih ada beberapa arsip administrasi yang belum diselesaikan menyangkut kepindahan saya justru lantaran menunggu tanda tangan beliiau jika sudah kembali ke kota kami.
Ketika saya mengajukan pertanyaan mengenai hal ini kepada atasan yang menunggu tanda tangan saya di surat bohongan itu, beliau malah dengan enteng mengatakan supaya saya tenang saja, dan nanti 'jatah' saya akan dia tambahkan dari jatah yang akan ia dapatkan jika surat itu sudah selesai.
Mendengar jawabannya waktu itu, saya cuma bisa bengong saja di sana, di depan meja atasan saya yang baru itu.
Terus terang, saya tidak sanggup melawan kata-kata orang yang menjadi atasan saya ini. Karena sebenarnya saya dan dirinya sudah saling mengenal sejak bertahun-tahun yang lalu. Yaitu sejak masih di bawah satu almamater dulu. Beliau ini termasuk di dalam jajaran senior yang jadi panutan kami. Kami semua kagum, segan, dan menaruh hormat kepadanya. Bahkan, terus terang, orang ini juga lah salah satu penyebab tumbuhnya jiwa dan semangat Anti-Korupsi yang menjadi indentitas saya selama berada di dalam pagar Universitas tempat kami kuliah dulu. Seperti saya, dan juga ratusan atau mungkin ribuan mahasiswa lainnya, orang ini dulu juga identik dengan pandangan-pandangan sinisnya terhadap topik-topik dan figur-figur pemerintah yang muncul di media menyangkut kasus pidana korupsi.
Tapi sekarang?
Sejak saat itu sampai sekarang ini, dalam waktu hanya setengah tahun ini, entah sudah berapa banyak surat 'sulap' yang pernah saya tandatangani, dan berapa jumlah uang yang sudah masuk ke kantong saya lewat metode haram yang disebut Korupsi ini. Sebuah metode yang dulu saya berkoar-koar di depan orang banyak bahwa saya akan berdiri tegas untuk melawannya, tanpa peduli apa pun resiko yang akan saya hadapi. Dalam waktu kurang lebih enam bulan ini, saya seperti mengkhianati semangat, jiwa, dan diri saya sendiri.
Dan hari ini, akhirnya fikiran saya yang sekarang ini muncul. Entah karena jeritan di dalam hati saya yang dulu itu masih terlalu keras menggema di dalam benak saya sampai sekarang, atau mungkin saya termasuk orang yang sok suci, atau mungkin juga karena 'atau-atau' yang lainnya, tetapi akhirnya saya mulai berani mengumpulkan fikiran saya sendiri dan berniat untuk membuat satu keputusan tegas.
Saya mengundurkan diri dari pekerjaan ini.
Saya berniat, begitu sampai di rumah nanti, saya akan menjual semua barang yang pernah saya beli dari hasil pekerjaan laknat Korupsi ini, termasuk mesin jahit yang tempo hari saya hadiahkan kepada ibu saya. Entah bagaimana perasaan ibu saya nantinya, mengingat saya dengar bahwa ia sudah ramai menceritakan pada orang-orang, membanggakan hadiah pemberian dari putranya itu. Tapi saya sudah bertekad bulat. Sudah yakin seyakin-yakinnya.
Bahkan, nanti, setelah menjual barang-barang itu semuanya, saya akan ajak ibu saya untuk menyerahkan seluruh uang hasil penjualannya ke suatu tempat yang sepertinya akan bisa mencuci semua dosa saya dari perbuatan nista dalam mendapatkannya. Ke mana saja. Entah ke suatu Yayasan, Panti, atau apalah namanya. Yang penting, saya bisa terlepas jauh dari semua yang mengingatkan saya pada pekerjaan sialan ini.
Saya berharap ibu saya akan mencurahkan restunya dan kerelaan hatinya dalam mendukung keputusan putra sulungnya ini, serta mendoakan agar saya secepatnya mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik, supaya bisa membelikan beliau mesin jahit yang baru. Meskipun dari model yang jauh lebih sederhana, tapi menggunakan uang halal.
Sekali lagi saya baca surat pengunduran diri di tangan saya itu, lalu membubuhi tanda tangan dengan hati-hati.
Setelah itu saya bangkit perlahan-lahan dari kursi. Saya berdiri sebentar sebelum membuka pintu ruangan, sekedar menarik nafas panjang untuk sekali lagi memantapkan niat dan fikiran.saya ini. Kemudian saya membuka pintu dengan gerakan mantap,.dan berjalan dengan langkah penuh kepastian.
Menuju ruangan atasan saya.
Udah.
Segitu aja dongengnya.
Kayanya rada basi, sih. Tapi ya... namanya dongeng.
Ya udah.
Trims buat agan-agan semuanya yang udah mau mampir.
Agan SR juga silakan masuk, monggo dinikmati seadanya.
Harap dibaca sekali lagi dongeng.
Spoiler for :
Jujur ya, saya termasuk mahasiswa yang cukup populer di kampus tempat saya kuliah dulu..
Selain lumayan menonjol di bidang akademis, saya juga aktif dalam kepengurusan di beberapa unit kegiatan mahasiswa.
Selama menjalani beberapa kegiatan itu, perlahan-lahan terbentuk pandangan-pandangan di dalam benak saya mengenai banyak sekali hal yang sebelumnya bagi saya hanya sekedar merupakan bahan berita di TV atau koran, ketika jaman saya masih sekolah dulu .
Salah satunya, sesuai judul, adalah mengenai tindak pidana Korupsi.
Dari puluhan artikel di buletin fakultas dan situs forum kampus yang sudah saya tulis, siapapun bakal kagum akan semangat anti korupsi di dalam tulisan-tulisan saya itu.
Bahkan sampai seorang dosen pun pernah bergurau di tengah kuliahnya di kelas, bahwa mungkin saya akan mendirikan 'KPK Kampus' di universitas kami. Wah, saya bangga banget waktu itu.
Spoiler for :
Singkat cerita, saya akhirnya lulus dari universitas tercinta itu dengan nilai yang cukup membanggakan. Kemudian saya bekerja di sebuah kantor pemerintah yang nama instansinya cukup sering muncul di media berita, setelah dinyatakan termasuk lolos dari seleksi yang diikuti ribuan pelamar lainnya.
Sekarang ini, dalam waktu kurang dari empat tahun, saya sudah menempati posisi yang terbilang cukup diincar oleh para pegawai lain yang seangkatan dengan saya. Walaupun sebenarnya posisi ini bukan berada di atas bidang seksi saya sebelumnya, tetapi hal itu tidak menjadi masalah. Saya yakin bahwa saya akan mampu beradaptasi dengan cepat.
Untuk mencapai posisi saya ini, selain menunjukkan kinerja yang, menurut saya, termasuk di atas rata-rata, saya juga banyak memaksimalkan pemafaatan aspek-aspek di luar pekerjaan dalam melakukan pendekatan dengan figur-figur yang menurut pengamatan saya penilaiannya memiliki bobot peran yang cukup menentukan bagi peningkatan karir dari pegawai yang ada di tempat saya bekerja tersebut.
Dan sekarang sudah terbukti bahwa pengamatan saya waktu itu memang tidak meleset.
Spoiler for :
Dengan menduduki posisi yang sekarang, angka penghasilan saya per bulan ternyata meningkat jauh dibanding sebelumnya. Dalam waktu sekitar setengah tahun, total penghasilan saya sekarang kurang lebih sudah sama nilainya dengan penghasilan saya yang sebelumnya selama 17-20 bulan.
Jelas, saya bebahagia sekali dengan anugerah ini.
Berhubung belum memiliki status sebagai seorang suami, karena memang masih dalam tahap berpacaran, saya membagi porsi dalam merayakan kebahagiaan ini lebih besar terhadap ibu saya.
Saya masih ingat bagaimana bahagianya wajah Ibu ketika saya membelikan beliau seperangkat mesin jahit listrik model yang paling baru. Saya sengaja memilih jenis barang ini karena saya ingat ibu saya mulai sering mengeluh tentang mesin jahit miliknya yang katanya sudah mulai sering ngadat.
Ya. Masih segar betul di ingatan saya ketika sore itu, sekitar lima bulan yang lalu, mobil box yang mengantar mesin jahit tersebut tiba di depan rumah kami. Ibu seperti sulit untuk memahami dan tak berani untuk percaya apa yang tengah terjadi. Beliau sempat beberapa kali mengatakan kepada dua orang karyawan berseragam yang turun dari mobil tersebut bahwa mungkin mereka salah alamat. Sampai akhirnya saya menyusul ke depan dan mempersilakan mereka masuk membawa mesin yang mereka antarkan.
Ketika semua sudah beres, dan saya sudah meletakkan mesin tersebut di atas meja kerjanya, saya sempat menangkap bahwa ibu saya seperti kesulitan berusaha menyembunyikan ekspresi wajah terharunya. Mungkin beliau berusaha menahan luapan emosi supaya tidak meledak menjadi tangis,ketika benaknya mulai menerima kenyataan bahwa mesin jahit yang duduk dengan anggun di atas meja ruang jahitnya itu benar-benar sudah menjadi milik beliau sepenuhnya. Tapi matanya yang berkaca-kaca seperti memandikan saya dengan sejuknya air terjun bahagia.
Spoiler for :
Ucapan terimakasih dari beliau seperti tidak berarti apa-apa jika dibandingkan kebahagiaan saya melihat espresi wajah Ibu yang bersinar-sinar dan tersenyum tanpa henti itu sambil melihat dan memgang-megang mesin barunya. Saya buru-buru masuk kamar, khawatir terlihat olehnya bahwa saya pun ingin menangis.
Hanya saja, tangisan saya bukan karena luapan rasa bahagia ini.
Tetapi...
Spoiler for :
Ibu saya tidak tahu bahwa mesin jahit itu saya beli dari uang hasil korupsi!
Saya tidak tega melihatnya begitu polos berulang-ulang mengucapkan terima kasih kepada saya serta bibirnya tak henti bergumam membisikkan puji syukur kepada Tuhan atas Karunia-Nya melimpahkan rejeki kepada anak sulungnya ini.
Wajah polosnya yang memancarkan kebahagiaan dan rasa bangga justru seperti mengiris hati saya yang tiba-tiba merasa sangat berdosa.
Detik itu juga, saya seperti tersentak dan baru teringat, menyadari bahwa tentunya Tuhan saat itu Menyaksikan dan Mengetahui bahwa sesungguhnya si anak ini mendapatkannya dari jalan yang Dia Murkai.
Perlahan tapi pasti, rasa ngilu merambat di dalam hati saya ketika menyaksikan semua itu.
Ekspresi bangga dan bahagia pada wajah polos ibu saya, ketika saya menghadiahkan barang dari uang haram kepadanya.
Spoiler for :
Sekitar enam bulan yang lalu, tepatnya di pekan pertama menduduki posisi yang baru ini, saya mendapati diri saya berada dalam sebuah persimpangan dilema paling besar yang pernah saya hadapi selama hidup.
Pilihannya waktu itu adalah antara menandatangani sebuah surat kerja fiktif, kemudian mendapat imbalan uang dari kegiatan dinas yang sebenarnya tak pernah ada, atau saya bakalan dikecam banyak orang, baik dari atasan maupun bawahan pada garis dinas di seksi yang baru saya masuki itu, jika saya memilih untuk menolak bertandatangan..Yang terakhir ini lantaran mereka semua jadi gagal mendapat jatah dari uang dinas tadi, yang saya lihat nilainya terbilang fantastis.
Dan juga, itu berarti semua atasan yang telah terlanjur bertandatangan akan dituntut pertanggungjawabannya karena sudah berani menyetujui kegiatan dinas fiktif semacam itu.
Waktu itu saya memang mengetahui bahwa kegiatan dinas tersebut tidak akan pernah bisa jalan, karena isi agendanya menyangkut koordinasi dengan pimpinan di seksi saya sebelumnya, yang waktu itu jelas-jelas orangnya sedang berada di luar kota. Saya tahu pasti akan hal itu, karena sebenarnya masih ada beberapa arsip administrasi yang belum diselesaikan menyangkut kepindahan saya justru lantaran menunggu tanda tangan beliiau jika sudah kembali ke kota kami.
Ketika saya mengajukan pertanyaan mengenai hal ini kepada atasan yang menunggu tanda tangan saya di surat bohongan itu, beliau malah dengan enteng mengatakan supaya saya tenang saja, dan nanti 'jatah' saya akan dia tambahkan dari jatah yang akan ia dapatkan jika surat itu sudah selesai.
Mendengar jawabannya waktu itu, saya cuma bisa bengong saja di sana, di depan meja atasan saya yang baru itu.
Spoiler for :
Terus terang, saya tidak sanggup melawan kata-kata orang yang menjadi atasan saya ini. Karena sebenarnya saya dan dirinya sudah saling mengenal sejak bertahun-tahun yang lalu. Yaitu sejak masih di bawah satu almamater dulu. Beliau ini termasuk di dalam jajaran senior yang jadi panutan kami. Kami semua kagum, segan, dan menaruh hormat kepadanya. Bahkan, terus terang, orang ini juga lah salah satu penyebab tumbuhnya jiwa dan semangat Anti-Korupsi yang menjadi indentitas saya selama berada di dalam pagar Universitas tempat kami kuliah dulu. Seperti saya, dan juga ratusan atau mungkin ribuan mahasiswa lainnya, orang ini dulu juga identik dengan pandangan-pandangan sinisnya terhadap topik-topik dan figur-figur pemerintah yang muncul di media menyangkut kasus pidana korupsi.
Tapi sekarang?
Spoiler for :
Sejak saat itu sampai sekarang ini, dalam waktu hanya setengah tahun ini, entah sudah berapa banyak surat 'sulap' yang pernah saya tandatangani, dan berapa jumlah uang yang sudah masuk ke kantong saya lewat metode haram yang disebut Korupsi ini. Sebuah metode yang dulu saya berkoar-koar di depan orang banyak bahwa saya akan berdiri tegas untuk melawannya, tanpa peduli apa pun resiko yang akan saya hadapi. Dalam waktu kurang lebih enam bulan ini, saya seperti mengkhianati semangat, jiwa, dan diri saya sendiri.
Dan hari ini, akhirnya fikiran saya yang sekarang ini muncul. Entah karena jeritan di dalam hati saya yang dulu itu masih terlalu keras menggema di dalam benak saya sampai sekarang, atau mungkin saya termasuk orang yang sok suci, atau mungkin juga karena 'atau-atau' yang lainnya, tetapi akhirnya saya mulai berani mengumpulkan fikiran saya sendiri dan berniat untuk membuat satu keputusan tegas.
Saya mengundurkan diri dari pekerjaan ini.
Spoiler for :
Saya berniat, begitu sampai di rumah nanti, saya akan menjual semua barang yang pernah saya beli dari hasil pekerjaan laknat Korupsi ini, termasuk mesin jahit yang tempo hari saya hadiahkan kepada ibu saya. Entah bagaimana perasaan ibu saya nantinya, mengingat saya dengar bahwa ia sudah ramai menceritakan pada orang-orang, membanggakan hadiah pemberian dari putranya itu. Tapi saya sudah bertekad bulat. Sudah yakin seyakin-yakinnya.
Bahkan, nanti, setelah menjual barang-barang itu semuanya, saya akan ajak ibu saya untuk menyerahkan seluruh uang hasil penjualannya ke suatu tempat yang sepertinya akan bisa mencuci semua dosa saya dari perbuatan nista dalam mendapatkannya. Ke mana saja. Entah ke suatu Yayasan, Panti, atau apalah namanya. Yang penting, saya bisa terlepas jauh dari semua yang mengingatkan saya pada pekerjaan sialan ini.
Saya berharap ibu saya akan mencurahkan restunya dan kerelaan hatinya dalam mendukung keputusan putra sulungnya ini, serta mendoakan agar saya secepatnya mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik, supaya bisa membelikan beliau mesin jahit yang baru. Meskipun dari model yang jauh lebih sederhana, tapi menggunakan uang halal.
Spoiler for :
Sekali lagi saya baca surat pengunduran diri di tangan saya itu, lalu membubuhi tanda tangan dengan hati-hati.
Setelah itu saya bangkit perlahan-lahan dari kursi. Saya berdiri sebentar sebelum membuka pintu ruangan, sekedar menarik nafas panjang untuk sekali lagi memantapkan niat dan fikiran.saya ini. Kemudian saya membuka pintu dengan gerakan mantap,.dan berjalan dengan langkah penuh kepastian.
Menuju ruangan atasan saya.
Udah.
Segitu aja dongengnya.
Kayanya rada basi, sih. Tapi ya... namanya dongeng.
Ya udah.
Trims buat agan-agan semuanya yang udah mau mampir.
Agan SR juga silakan masuk, monggo dinikmati seadanya.
Diubah oleh cekibot0101 03-01-2017 01:11
0
1.2K
Kutip
15
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan