- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Anggota DPD Sebut Aturan Pembakaran Hutan Hanya untuk Masyarakat Adat


TS
ketek..basah
Anggota DPD Sebut Aturan Pembakaran Hutan Hanya untuk Masyarakat Adat
JAKARTA, KOMPAS.com - Kebakaran hutan dan lahan semakin meluas. Hingga Kamis (22/10/2015), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat setidaknya terdapat 2.742 titik api di Indonesia.
Kalimantan Tengah menjadi salah satu wilayah dengan titik api terbanyak, yaitu sebanyak 462 titik per Kamis kemarin. Namun, ternyata pembakaran hutan diizinkan di Provinsi Kalimantan Tengah dan tertuang dalam Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Perubahan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 52 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan Bagi Masyarakat di Kalimantan Tengah.
Terkait hal tersebut, anggota DPD RI dari Kalimantan Tengah, Permana Sari menjelaskan, masyarakat Dayak memang secara turun-temurun memiliki adat untuk membakar lahan. Sehingga peraturan tersebut dikeluarkan untuk memberi kesempatan bagi masyarakat adat.
"Ini khusus masyarakat adat, bukan pembakaran lahan yang dari perusahaan. Tapi selama ini masih terkendali," kata Permana saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (23/10/2015).
Ia menambahkan, peraturan tersebut memiliki pengecualian dan tidak akan berlaku pada keadaan darurat.
Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (7) UU 15/2010 yang berbunyi, "Semua perizinan pembakaran terbatas dan terkendali dinyatakan tidak berlaku apabila Gubernur mengumumkan status 'BERBAHAYA' berdasarkan Indeks Kebakaran dan atau Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) sampai tingkat kebakaran atau keadaan darurat pencemaran udara dinyatakan berhenti."
Dengan demikian, Permana mengatakan, seharusnya peraturan itu sudah tidak berlaku karena Kalimantan Tengah sudah menyatakan status darurat sejak September lalu. Namun, Permana mengaku, sosialisasi ke masyarakat merupakan hal yang sulit karena pembakaran hutan telah dianggap hal yang biasa.
Ia mengatakan, peraturan daerah bisa dikaji ulang, tidak hanya bagi Kalimantan Tengah tapi juga daerah lainnya. Itulah sebabnya, menurut Permana, DPD tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengendalian Hutan dan Lahan.
Ia berharap, dengan adanya undang-undang tersebut, dapat ditunjuk siapa yang bertanggung jawab apabila ada kebakaran hutan.
"Kami ingin ada badan yang bertanggung jawab. Kalau sekarang kan sepertinya ada kesan ini punya daerah, punya pusat, ini BNPB, BPBD. Seperti ada pengkotakan sehingga tindakannya kurang efektif," ujar Permana.
sumur
Kalimantan Tengah menjadi salah satu wilayah dengan titik api terbanyak, yaitu sebanyak 462 titik per Kamis kemarin. Namun, ternyata pembakaran hutan diizinkan di Provinsi Kalimantan Tengah dan tertuang dalam Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Perubahan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 52 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan Bagi Masyarakat di Kalimantan Tengah.
Terkait hal tersebut, anggota DPD RI dari Kalimantan Tengah, Permana Sari menjelaskan, masyarakat Dayak memang secara turun-temurun memiliki adat untuk membakar lahan. Sehingga peraturan tersebut dikeluarkan untuk memberi kesempatan bagi masyarakat adat.
"Ini khusus masyarakat adat, bukan pembakaran lahan yang dari perusahaan. Tapi selama ini masih terkendali," kata Permana saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (23/10/2015).
Ia menambahkan, peraturan tersebut memiliki pengecualian dan tidak akan berlaku pada keadaan darurat.
Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (7) UU 15/2010 yang berbunyi, "Semua perizinan pembakaran terbatas dan terkendali dinyatakan tidak berlaku apabila Gubernur mengumumkan status 'BERBAHAYA' berdasarkan Indeks Kebakaran dan atau Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) sampai tingkat kebakaran atau keadaan darurat pencemaran udara dinyatakan berhenti."
Dengan demikian, Permana mengatakan, seharusnya peraturan itu sudah tidak berlaku karena Kalimantan Tengah sudah menyatakan status darurat sejak September lalu. Namun, Permana mengaku, sosialisasi ke masyarakat merupakan hal yang sulit karena pembakaran hutan telah dianggap hal yang biasa.
Ia mengatakan, peraturan daerah bisa dikaji ulang, tidak hanya bagi Kalimantan Tengah tapi juga daerah lainnya. Itulah sebabnya, menurut Permana, DPD tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengendalian Hutan dan Lahan.
Ia berharap, dengan adanya undang-undang tersebut, dapat ditunjuk siapa yang bertanggung jawab apabila ada kebakaran hutan.
"Kami ingin ada badan yang bertanggung jawab. Kalau sekarang kan sepertinya ada kesan ini punya daerah, punya pusat, ini BNPB, BPBD. Seperti ada pengkotakan sehingga tindakannya kurang efektif," ujar Permana.
sumur
0
553
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan