- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ketergantungan Impor, Indonesia Jadi Swasembada Pangan Semu


TS
ketek..basah
Ketergantungan Impor, Indonesia Jadi Swasembada Pangan Semu
DEPOK - Isu ketahanan pangan menjadi isu strategis bagi sebuah negara untuk mempertahankan stabilitas politik dan ekonomi. Masalah pangan jangan sampai menjadi pintu masuk hancurnya sebuah negara jika tidak pandai mengelola.
“Ini sangat mudah dipicu karena makanan itu salah satu sumber pokok yakni urusan perut, masyarakat gampang sekali dikendalikan isu tadi. Karena itulah kita harus memandang isu makanan ini menjadi isu strategis dalam perspektif politik dalam negeri, dalam perspektif membangun kesejahteraan dan meningkatkan hubungan internasional,” kata Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail, Minggu (10/10/2015).
Pakar Teknologi Pangan A&M Texas University ini mengatakan jika berbicara masalah dalam negeri dan masalah pangan, bukan hanya masalah beras. Di Indonesia bicara soal pangan terdiri dari isu kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
“Pada sisi-sisi tertentu, kita saat ini sudah potensi surplus yakni lemak dari sisi kelapa sawit, tapi dari sisi sayur mayur dan buah-buahan kita rentan dari sisi manajemen namun potensinya besar. Dari sisi manajemen produksi, manajemen handling pasca panen, manajemen distribusi tak ditata baik. Mengingat sebenarnya buah sayur menjadikan Indonesia sebagai net importir, bukan eksportir. Ini yang harus digarap lagi oleh bangsa ini,” jelasnya.
Nur Mahmudi menambahkan dari sisi karbohidrat potensinya sangat besar, tetapi karena terdistorsi, akhirnya bangsa ini secara semu seolah – olah kekurangan karbohidrat karena hanya mengacu pada beras.
“Perlahan – lahan dibujuk pada terigu. Kita mulai bergeser meninggalkan sumber-sumber karbohidrat lain yang strategis seperti sagu, singkong, ubi, jagung, talas, sukun, pisang, dan lainnya. Itu kan bagian aneka karbohidrat yang terabaikan. Terdorong lagi lebih menyukai ada introduksi baru ternyata produk impor,” tukasnya.
Nur Mahmudi menambahkan dari sisi protein juga sama dimana Indonesia mempunyai potensi besar namun menjadi net importir. Protein bahkan dimulai dari pakannya sudah mengimpor.
“Mulai dari pakannya dalam tepung ikan. Lalu importir daging sapi, kita juga importir ikan salmon, sementara kita punya sumber – sumber makanan yang enak dan bagus, ngapain kita didorong – dorong menjadi konsumen barang begitu. Ayam dan telur seolah – olah menjadi swasembada semu, bisa cukupi itu. Tetapi dibalik itu masih impor pakannya, baik dari sumber protein dari tepung ikan dan tepung jagungnya. Ini harus diwaspadai,” tegas Nur Mahmudi.
sumur
“Ini sangat mudah dipicu karena makanan itu salah satu sumber pokok yakni urusan perut, masyarakat gampang sekali dikendalikan isu tadi. Karena itulah kita harus memandang isu makanan ini menjadi isu strategis dalam perspektif politik dalam negeri, dalam perspektif membangun kesejahteraan dan meningkatkan hubungan internasional,” kata Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail, Minggu (10/10/2015).
Pakar Teknologi Pangan A&M Texas University ini mengatakan jika berbicara masalah dalam negeri dan masalah pangan, bukan hanya masalah beras. Di Indonesia bicara soal pangan terdiri dari isu kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
“Pada sisi-sisi tertentu, kita saat ini sudah potensi surplus yakni lemak dari sisi kelapa sawit, tapi dari sisi sayur mayur dan buah-buahan kita rentan dari sisi manajemen namun potensinya besar. Dari sisi manajemen produksi, manajemen handling pasca panen, manajemen distribusi tak ditata baik. Mengingat sebenarnya buah sayur menjadikan Indonesia sebagai net importir, bukan eksportir. Ini yang harus digarap lagi oleh bangsa ini,” jelasnya.
Nur Mahmudi menambahkan dari sisi karbohidrat potensinya sangat besar, tetapi karena terdistorsi, akhirnya bangsa ini secara semu seolah – olah kekurangan karbohidrat karena hanya mengacu pada beras.
“Perlahan – lahan dibujuk pada terigu. Kita mulai bergeser meninggalkan sumber-sumber karbohidrat lain yang strategis seperti sagu, singkong, ubi, jagung, talas, sukun, pisang, dan lainnya. Itu kan bagian aneka karbohidrat yang terabaikan. Terdorong lagi lebih menyukai ada introduksi baru ternyata produk impor,” tukasnya.
Nur Mahmudi menambahkan dari sisi protein juga sama dimana Indonesia mempunyai potensi besar namun menjadi net importir. Protein bahkan dimulai dari pakannya sudah mengimpor.
“Mulai dari pakannya dalam tepung ikan. Lalu importir daging sapi, kita juga importir ikan salmon, sementara kita punya sumber – sumber makanan yang enak dan bagus, ngapain kita didorong – dorong menjadi konsumen barang begitu. Ayam dan telur seolah – olah menjadi swasembada semu, bisa cukupi itu. Tetapi dibalik itu masih impor pakannya, baik dari sumber protein dari tepung ikan dan tepung jagungnya. Ini harus diwaspadai,” tegas Nur Mahmudi.
sumur
0
761
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan