Negeri Tiongkok paham betul bagaimana memperlakukan lansia. Bahkan, anak punya kewajiban yang diatur undang-undang untuk tidak menelantarkan orangtua, kakek, nenek yang berstatus lansia.

Hal tersebut dikemukakan Kepala Subbid Diseminasi dan Kerja Sama Pusat Penelitian Sumber Daya Regional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rita Pawestri Zaenuddin melalui pengamatannya terhadap fenomena ageing society di Jakarta, Rabu (7/10).

"Ageing society memberi dampak ke negara. Usia tua disebut lansia di Tiongkok berusia 65 tahun ke atas. Diprediksi tahun 2050 seperempat penduduk Tiongkok lansia," katanya.

Kondisi ini, lanjutnya, jika tidak ditangani dengan baik bisa menjadi bencana. Kaum lansia membutuhkan penanganan agar tidak terlantar, berada di komunitas yang memberdayakan dan disokong pendapatan agar sejahtera.

Di Tiongkok lansia berbagai kalangan mendapat asuransi, pensiun, dan jaminan kesehatan. Bahkan, pelayanan tersebut berlaku untuk lansia di kota dan desa.

"Support psikologi dan finansial orangtua harus tercukupi. Bahkan, ada undang-undang yang mengatur pelayanan kepada orang tua yang lansia. Kalau tidak dilakukan bisa masuk penjara," ucapnya.

Indonesia juga seharusnya bisa mengadopsi semangat aturan tersebut. Fasilitas umum, transportasi publik pun harus memenuhi teraksesan lansia di mana saat ini belum sepenuhnya ramah lansia.

"Indonesia sudah masuk ageing society. Sudah lebih dari tujuh persen jumlahnya jika dihitung batasan lansia sejak 60 tahun ke atas," ujarnya.

Menurut referensi United Nation jika di suatu negara memiliki tujuh persen dari populasi penduduk adalah lansia dikategorikan ageing society, 14 persen dari populasi aged society, dan 20 persen berkategori superaged society.

"Indonesia perlu belajar dari negara lain untuk menjawab apa yang dibutuhkan lansia. Sekolah juga perlu mengajarkan anak-anak untuk terus berbakti kepada orangtua," tandasnya.

http://www.beritasatu.com/gaya-hidup...ni-lansia.html