Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ranocchia1908Avatar border
TS
ranocchia1908
Barang Impor dan Harga Beras Ancam Target Inflasi di Akhir Tahun


Meski pada bulan September 2015 terjadi deflasi sebesar 0,05 persen, pemerintah perlu mewaspadai kenaikan inflasi inti dan meningkatnya harga beras. Dua faktor ini bisa mengancam pencapaian target inflasi pada akhir tahun nanti yang sebesar 4,4 persen.

Penyebab kenaikan inflasi inti secara tahunan adalah pelemahan mata uang rupiah sehingga mengerek harga barang-barang impor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi inti pada September 2015 sebesar 0,44 persen, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 0,52 persen. Namun, inflasi inti secara tahunan naik dari 4,92 persen menjadi 5,07 persen.

Sekadar informasi, inflasi inti adalah komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten di dalam pergerakan inflasi. Ini dipengaruhi faktor fundamental seperti permintaan-penawaran, faktor eksternal seperti nilai tukar, harga komoditas internasional, serta inflasi mitra dagang, dan faktor harga pedagang dengan konsumen. Sementara inflasi non-inti terdiri atas inflasi komponen bergejolak, seperti harga bahan makanan. Kemudian inflasi komponen harga yang diatur pemerintah, seperti harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif angkutan umum.

Bila komponen harga yang diatur pemerintah dan komponen harga bergejolak mencatat deflasi pada September 2015, komponen inti malah mengalami inflasi 0,44 persen. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, ancaman kenaikan inflasi inti bersumber dari barang-barang impor. Contohnya, mayoritas bahan baku untuk kendaraan bermotor masih diimpor. Selain itu, beberapa barang belum mampu diproduksi di dalam negeri.

“Yang masih mengancam dari sisi barang imported inflation karena rupiah melemah,” katanya seusai memaparkan data inflasi September 2015 di kantor BPS, Jakarta, Kamis (1/10).

Pengaruh impor produk dari Cina terhadap inflasi inti sebenarnya relatif kecil karena efek devaluasi mata yuang yuan. Namun, impor barang dari beberapa negara, seperti Jepang, Singapura, Thailand, Amerika Serikat (AS) dan Australia, berdampak besar terhadap laju inflasi inti. Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kenaikan inflasi inti menunjukkan pelemahan rupiah sudah dibebankan pengusaha kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga barang.

Selain itu, pemerintah perlu mencermati kenaikan harga beras. Kepala BPS Suryamin mengatakan, harga gabah di level petani pada September 2015 naik 3,7 persen dari bulan sebelumnya. Sedangkan harga beras medium di penggilingan dan di tingkat grosir naik masing-masing 2,27 persen dan 1,1 persen. Alhasil, harga beras eceran naik 2,04 persen.

Meskipun bobot beras terhadap inflasi sebesar 3,89 persen, dampak kenaikan harganya terhadap inflasi bisa ditekan oleh penurunan harga BBM sebesar 0,53 persen. Deflasi pada September 2015 juga disebabkan oleh penurunan harga pangan, seperti daging ayam, cabe merah, dan bawang merah. “Bensin (harganya) turun 0,53 persen. Bobot harga BBM (terhadap inflasi) 3,9 persen, hampir sama seperti beras,” katanya.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menilai, pemerintah sebenarnya berhasil menekan harga pangan sehingga terjadi deflasi. Namun, kenaikan harga beras perlu ditelusuri lebih lanjut. Untuk mengetahui penyebab kenaikan harga beras di jaringan distributor, BPS akan melakukan survei persediaan beras di pedagang besar hingga rumahtangga. Jadi, pemerintah memperoleh informasi yang akurat untuk mengatasi kenaikan harga beras.

Sumber
0
873
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan