- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Ada Mafia di Sepakbola Italia? nih sedikit sejarahnya.


TS
batal0v3rlolret
Ada Mafia di Sepakbola Italia? nih sedikit sejarahnya.


Quote:
Mafia adalah istilah yang berasal dari Italia, Mafia sendiri adalah panggilan untuk kelompok-kelompok yang terorganisir di Sisilia (wilayah di selatan Italia), dan umumnya mereka terorganisir dalam kejahatan, anggotanya sendiri disebut "mafioso", bisnis mereka sendiri cendrung pada tindak-tindak kejahatan seperti perjudian, narkotika, prostitusi,dll. Klan Camorra adalah salah satu klan mafia terbesardi Italia, April 2011 kemarin Camorra sempat membuat heboh dengan 'menghilangkan' semua saksi dan melenyapkan semua bukti tentang skandal pencucian uang mereka di pengadilan, hingga akhirnya pengadilan memutuskan menghentikan kasus mereka karena saksi dan bukti yang tidak ada (lenyap). Pemerintah Italia sendiri membentuk polisi khusus untuk memerangi mafia Italia ini tapi apa daya, kekuatan mafia yang telah tumbuh dan berkembang sejak abad pertengahan terlalu kuat untuk dihentikan, sampai saat ini mafia menghiasi kehidupan di Italia termasuk sepakbola.
Quote:
Kontroversi Di sepakbola Italia, mafia Italia memerankan peran yang tak biasa, Maradona adalah korban dari dahsyatnya mafia Italia.

Tahun 1984 Klan Camorra yang 'menguasai' Napoli mencoba untuk melakukan sejarah, dengan 'mengumpulkan' uang dari warga Napoli, mereka membawa Maradona (pahlawan Argentina di piala dunia 1986) dari Barcelona, hasilnya pun tak perlu diragukan, Maradona membawa Napoli menjuarai seri A tahun 1986/1987 dan 1989/1990, tak lupa setelah adaptasi yang baik di Napoli para Mafia 'memperkenalkan' Narkotika kepada Maradona, hal yang mengakhiri karier gemilang Maradona di sepakbola. Maradona sendiri seperti mendapat tempat di Napoli terlebih di hati para mafioso, untuk itu mereka mengekang Maradona agar tidak pindah klub lain di Eropa, mereka mengancam Maradona jika ia pindah klub lain, salah satunya melalui general manager Napoli, Luciano Moggi, yang mengatakan " Maradona akan bermain untuk kami atau ia tidak main sama sekali" jelas sebuah ancaman tersirat dari seorang Moggi kepada Maradona. Moggi sendiri adalah tersangka dari skandal Calciopoli 2006, skandal pengaturan skor yang menyebabkan dua scudetto klub Juventus dicabut, selain itu Juventus juga menerima hukuman dengan terdegradasi ke serie B, Moggi sendiri sebagai salah satu direktur Juventus mendapat hukuman larangan terlibat dalam sepakbola seumur hidup. Kasus pengaturan skor memang masalah yang selalu terulang di sepakbola Italia, para mafia yang berkuasa jugamenekan bagaimana sebuah klub dalam pembelian dan menentukan pemain yang dipasang dipertandingan, walaupun klub-klub itu sendiri kebanyakan dari divisi di bawah serie A. Pengaturan skor juga mengingatkan kepada seorang Paolo Rossi, pahlawan Italia di piala dunia 1982, seseorang yang dinyatakan bersalah karena terlibat dengan para mafioso yang mengatur hasil pertandingan serie A ditahun 80-an. Epilog Setiap kali sepakbola Italia terlibat skandal yang diduga berhubungan dengan mafia secepat itulah sepakbola mereka berhasil bangkit, tahun 80-an skandal yang diberi nama Totonero menghasilkan nama seorang paolo Rossi sebagai pesakitan, Rossi dituduh menerima suap untuk mengatur skor klubnya sendiri Perugia, ia pun diskor 2 tahun (walaupun sampai sekarang ia membantah keterlibatannya dalam pengaturan skor tersebut). Selesai masa skorsing tahun 1982, Rossi menjelma menjadi pahlawan Italia di piala dunia 1982 setelah menjadi top skor dengan 6 gol serta mencetak gol kemenangan di final melawan Jerman Barat.


Tahun 2006 ketika piala dunia di Jerman, sepakbola Italia harus menerima kenyataan pahit lagi, Juventus klub yang menjuarai serie A dua tahun berturut-turut didakwa melakukan pengaturan skor (skandal Calciopoli) melalui salah satu direktur mereka Luciano moggi, Juventus terdegradasi dan sepak bola Italia kembali tercoreng. Tapi di piala dunia ketika skandal terjadi, Timnas Italia malah menjadi juara dunia dengan didominasi dari para pemain Juventus, mereka (para pemain Juventus di Timnas Italia) seperti melakukan pembuktian bahwa klub mereka hanyalah korban dari sebuah permainan elit yang menginginkan hasil yang menguntungkan segelintir orang. Ironis, jika prestasi yang besar harus didahului sebuah skandal di negeri yang menggangap sepakbola adalah sesuatu yang lebih dari olahraga biasa.

Tahun 1984 Klan Camorra yang 'menguasai' Napoli mencoba untuk melakukan sejarah, dengan 'mengumpulkan' uang dari warga Napoli, mereka membawa Maradona (pahlawan Argentina di piala dunia 1986) dari Barcelona, hasilnya pun tak perlu diragukan, Maradona membawa Napoli menjuarai seri A tahun 1986/1987 dan 1989/1990, tak lupa setelah adaptasi yang baik di Napoli para Mafia 'memperkenalkan' Narkotika kepada Maradona, hal yang mengakhiri karier gemilang Maradona di sepakbola. Maradona sendiri seperti mendapat tempat di Napoli terlebih di hati para mafioso, untuk itu mereka mengekang Maradona agar tidak pindah klub lain di Eropa, mereka mengancam Maradona jika ia pindah klub lain, salah satunya melalui general manager Napoli, Luciano Moggi, yang mengatakan " Maradona akan bermain untuk kami atau ia tidak main sama sekali" jelas sebuah ancaman tersirat dari seorang Moggi kepada Maradona. Moggi sendiri adalah tersangka dari skandal Calciopoli 2006, skandal pengaturan skor yang menyebabkan dua scudetto klub Juventus dicabut, selain itu Juventus juga menerima hukuman dengan terdegradasi ke serie B, Moggi sendiri sebagai salah satu direktur Juventus mendapat hukuman larangan terlibat dalam sepakbola seumur hidup. Kasus pengaturan skor memang masalah yang selalu terulang di sepakbola Italia, para mafia yang berkuasa jugamenekan bagaimana sebuah klub dalam pembelian dan menentukan pemain yang dipasang dipertandingan, walaupun klub-klub itu sendiri kebanyakan dari divisi di bawah serie A. Pengaturan skor juga mengingatkan kepada seorang Paolo Rossi, pahlawan Italia di piala dunia 1982, seseorang yang dinyatakan bersalah karena terlibat dengan para mafioso yang mengatur hasil pertandingan serie A ditahun 80-an. Epilog Setiap kali sepakbola Italia terlibat skandal yang diduga berhubungan dengan mafia secepat itulah sepakbola mereka berhasil bangkit, tahun 80-an skandal yang diberi nama Totonero menghasilkan nama seorang paolo Rossi sebagai pesakitan, Rossi dituduh menerima suap untuk mengatur skor klubnya sendiri Perugia, ia pun diskor 2 tahun (walaupun sampai sekarang ia membantah keterlibatannya dalam pengaturan skor tersebut). Selesai masa skorsing tahun 1982, Rossi menjelma menjadi pahlawan Italia di piala dunia 1982 setelah menjadi top skor dengan 6 gol serta mencetak gol kemenangan di final melawan Jerman Barat.


Tahun 2006 ketika piala dunia di Jerman, sepakbola Italia harus menerima kenyataan pahit lagi, Juventus klub yang menjuarai serie A dua tahun berturut-turut didakwa melakukan pengaturan skor (skandal Calciopoli) melalui salah satu direktur mereka Luciano moggi, Juventus terdegradasi dan sepak bola Italia kembali tercoreng. Tapi di piala dunia ketika skandal terjadi, Timnas Italia malah menjadi juara dunia dengan didominasi dari para pemain Juventus, mereka (para pemain Juventus di Timnas Italia) seperti melakukan pembuktian bahwa klub mereka hanyalah korban dari sebuah permainan elit yang menginginkan hasil yang menguntungkan segelintir orang. Ironis, jika prestasi yang besar harus didahului sebuah skandal di negeri yang menggangap sepakbola adalah sesuatu yang lebih dari olahraga biasa.
Kisah Italia yang Sedang Berperang Melawan Mafia Sepak Bola
Quote:
SEPAK bola Italia sempat diguncang skandal pengaturan skor atau Calciopoli pada 2006 silam. Skandal itu begitu mengejutkan. Bagaimana tidak, klub besar seperti Juventus ternyata ikut terlibat dalam skandal tersebut. Percakapan yang dimulai pada musim 2004–2005 antara dua petinggi Juventus, Luciano Moggi dan Antonio Giraudo, yang berhasil diungkap agensi sepak bola Italia GEA World menjadi awal serangkaian penyelidikan untuk menyingkap hitamnya kondisi sepak bola Italia itu.

Dampak pengungkapan kasus tersebut, publik Italia pun geger. Juventus yang ditengarai menjadi aktor utama terdegradasi ke Serie B. Selain dihukum pengurangan 30 poin, dua titel Serie A terakhir klub berjuluk Si Nyonya Tua itu dicabut dan diberikan kepada Inter Milan.
Bukan hanya itu, Moggi pun dihukum tidak boleh berkecimpung di sepak bola seumur hidup. Itu merupakan hukuman terberat yang dijatuhkan FIGC (PSSI-nya Italia). Sebab, pelaku yang lain hanya dihukum larangan berkecimpung lima bulan sampai lima tahun.
Enam tahun berselang, Italia kembali diguncang skandal pengaturan skor lainnya bertajuk Scommessopoli. Walaupun tidak ’’seglamor’’ Calciopoli, skandal tersebut juga melibatkan beberapa nama yang cukup familier di jagat lapangan hijau Italia. Di antaranya, mantan pemain timnas Italia sekaligus kapten Atalanta saat itu, Cristiano Doni. Doni kemudian dihukum 3,5 tahun larangan beraktivitas di sepak bola.
Namun, segala rapor negatif itu tidak membuat pelaku jera. Buktinya, mereka kembali tersandung dalam masalah yang sama. Selasa (19/5) waktu setempat, pihak kepolisian Roma resmi menahan 50 orang karena tersandung dugaan pengaturan skor di kompetisi kasta keempat seperti Serie D serta Lega Pro.
Koran berpengaruh Italia, La Gazzetta dello Sport, merilis ada 13 klub yang ditengarai terlibat dalam pengaturan skor itu. Mereka adalah Pro Patria, Barletta, Brindisi, L’Aquila, Neapolis Mugnano, Torres, Vigor Lamezia, Sant’Arcangelo, Sorrento, Montalto, Puteolana, Akragas, serta San Severo.
Keterlibatan Sorrento tidak mengejutkan. Sebab, klub berjuluk Rossoneri tersebut pernah terkena kasus yang sama pada musim 2011–2012 bersama Juve Stabia. Pengadilan Naples saat itu menghukum mereka dengan pengurangan dua poin ditambah denda EUR 20 ribu (sekitar Rp 293 juta).
Dalam operasi penumpasan dengan sandi ’’Dirty Soccer’’ tersebut, 50 orang yang ditahan itu terdiri atas 27 presiden klub dan manajer tim, 17 pemain, 5 pelatih, serta 1 perwira polisi. Selain itu, sebagaimana dilansir BBC News, 70 orang lainnya diinvestigasi jaksa di wilayah selatan Kota Catanzaro.
’’Penyelidikan ini membuktikan adanya sebuah keterlibatan keji korupsi dalam dunia sepak bola. Ini sekaligus menunjukkan minat jaringan kejahatan dalam bisnis ini didasarkan pada rumah judi sepak bola legal,’’ tutur penyelidik badan antimafia Italia SCO Andrea Grassi sebagaimana dilansir Reuters.
Kini otoritas hukum Italia mengembangkan arah penyelidikan yang diduga melibatkan dua mafia. Antara lain, ’Ndrangheta, sebuah mafia yang berbasis di Calabria. Mereka sempat ditakuti pada akhir 1990-an.
’’Dalam sebuah kesempatan, mereka juga sempat mengatur pertandingan dari balik kamar hotel,’’ ujar sumber di internal kepolisian merujuk pada rekaman video saat mereka sempat melakukan sekali pertemuan.

Dampak pengungkapan kasus tersebut, publik Italia pun geger. Juventus yang ditengarai menjadi aktor utama terdegradasi ke Serie B. Selain dihukum pengurangan 30 poin, dua titel Serie A terakhir klub berjuluk Si Nyonya Tua itu dicabut dan diberikan kepada Inter Milan.
Bukan hanya itu, Moggi pun dihukum tidak boleh berkecimpung di sepak bola seumur hidup. Itu merupakan hukuman terberat yang dijatuhkan FIGC (PSSI-nya Italia). Sebab, pelaku yang lain hanya dihukum larangan berkecimpung lima bulan sampai lima tahun.
Enam tahun berselang, Italia kembali diguncang skandal pengaturan skor lainnya bertajuk Scommessopoli. Walaupun tidak ’’seglamor’’ Calciopoli, skandal tersebut juga melibatkan beberapa nama yang cukup familier di jagat lapangan hijau Italia. Di antaranya, mantan pemain timnas Italia sekaligus kapten Atalanta saat itu, Cristiano Doni. Doni kemudian dihukum 3,5 tahun larangan beraktivitas di sepak bola.
Namun, segala rapor negatif itu tidak membuat pelaku jera. Buktinya, mereka kembali tersandung dalam masalah yang sama. Selasa (19/5) waktu setempat, pihak kepolisian Roma resmi menahan 50 orang karena tersandung dugaan pengaturan skor di kompetisi kasta keempat seperti Serie D serta Lega Pro.
Koran berpengaruh Italia, La Gazzetta dello Sport, merilis ada 13 klub yang ditengarai terlibat dalam pengaturan skor itu. Mereka adalah Pro Patria, Barletta, Brindisi, L’Aquila, Neapolis Mugnano, Torres, Vigor Lamezia, Sant’Arcangelo, Sorrento, Montalto, Puteolana, Akragas, serta San Severo.
Keterlibatan Sorrento tidak mengejutkan. Sebab, klub berjuluk Rossoneri tersebut pernah terkena kasus yang sama pada musim 2011–2012 bersama Juve Stabia. Pengadilan Naples saat itu menghukum mereka dengan pengurangan dua poin ditambah denda EUR 20 ribu (sekitar Rp 293 juta).
Dalam operasi penumpasan dengan sandi ’’Dirty Soccer’’ tersebut, 50 orang yang ditahan itu terdiri atas 27 presiden klub dan manajer tim, 17 pemain, 5 pelatih, serta 1 perwira polisi. Selain itu, sebagaimana dilansir BBC News, 70 orang lainnya diinvestigasi jaksa di wilayah selatan Kota Catanzaro.
’’Penyelidikan ini membuktikan adanya sebuah keterlibatan keji korupsi dalam dunia sepak bola. Ini sekaligus menunjukkan minat jaringan kejahatan dalam bisnis ini didasarkan pada rumah judi sepak bola legal,’’ tutur penyelidik badan antimafia Italia SCO Andrea Grassi sebagaimana dilansir Reuters.
Kini otoritas hukum Italia mengembangkan arah penyelidikan yang diduga melibatkan dua mafia. Antara lain, ’Ndrangheta, sebuah mafia yang berbasis di Calabria. Mereka sempat ditakuti pada akhir 1990-an.
’’Dalam sebuah kesempatan, mereka juga sempat mengatur pertandingan dari balik kamar hotel,’’ ujar sumber di internal kepolisian merujuk pada rekaman video saat mereka sempat melakukan sekali pertemuan.


0
9.6K
Kutip
14
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan