

TS
Rizkiabachtiar
[KOPERASI] Jangan Jadi Pengawas Koperasi yang Ecek-Ecek
Fungsi pengawas dalam koperasi merupakan salah satu fungsi penting di koperasi, sampai harus dicantumkan dalam undang-undang perkoperasian. Sayangnya fungsi pengawas di banyak koperasi belum terlalu optimal, bahkan ada yang tidak berjalan sama sekali.
Mengawasi koperasi bukan hanya mengawasi hasil pengelolaan koperasi di akhir tahun. Mengawasi koperasi berarti mengawasi proses (bukan sekedar hasil) pengeloaan koperasi sepanjang tahun. Anggapan yang salah jika pengawas menemukan banyak temuan di akhhir tahun maka pengawas telah melakkan pekerjaannya dengan baik. Justru sebaliknya, pengawas yang seperti itu tidak lain seperti oknum polisi yang bersembunyi menunggu pelanggar lalu lintas. Pengawas yang baik adalah pengawas yang dapat mengantisipasi penyelewengan, penyalahgunaan di koperasi jauh-jauh hari sebelum penyelewengan itu terjadi.
Seringkali pengawas bukanlah orang yang mempunyai keahlian untuk mengawasi, tidak punya keahlian auditing. Kurang bisa memprediksi dan membaca kejanggalan yang ada di organisasi. Mungkin pengawas dipilih karena kejujuran dan integritasnya, namun itu saja tidak cukup. Perlu dibarengi dengan kemampuan. Karenanya tidak mengapa jika pengawas mempekerjakan tenaga ahli di bidang pemeriksaan dan auditing untuk mengawasi koperasi. Tenaga ahli yang dipekerjakan bisa bersifat sewaktu-waktu, setiap beberapa bulan sekali. Dan bisa menggunakan jasa auditor atau konsultan. Atau mengangkat staf khusus dewan pengawas yang ditugaskan memonitor jalannya koperasi, day by day.
Struktur koperasi disusun sedemikian rupa, ada pengurus dan pengawas. Dua komponen ini yang satu sebagai pelaksana, dependent, berpikir in the box. Yang satu sebagai pengawas, independen, berpikir out of the box. Dengan adanya dua komponen ini yang bekerja optimal dan saling berkolaborasi, maka saya optimis koperasi berpeluang sangat besar untuk maju. Justru ide-ide bisa datang lebih banyak dari pengawas daripada pengurus atau pengelola. Mengapa? Karena pengurus dan pengelola sehari-hari sudah sibuk menghadapi rutinitas dan tantangan yang ada di dalam koperasi, tidak punya banyak waktu untuk mencari ide segar atau memandang dari perspektif berbeda. Sedangkan pengawas tidak punya beban tanggung jawab untuk melaksanakan, sehingga lebih punya keleluasaan dalam memandang koperasi dari berbagai perspektif. Boleh dikata pengawas bisa berperan sebagai bagian R&D (Research and Development) dari suatu koperasi.
Kapan pengawas harusnya mengawasi koperasi? Akhir tahun? Sudah tidak zaman. Mana bisa koperasi maju dan berkembang jika pengawasnya seperti itu. Sebaiknya pengawas yang seperti itu, yang aktif ketika akhir tahun saja, segera diganti tanpa menunggu masa jabatannya selesai. Koperasi perlu pengawas yang aktif, yang mengawasi koperasi secara rutin. Setiap bulan, setiap hari jika perlu. Sehingga penyimpangan-penyimpangan, bahkan baru indikasi dan gejala penyimpangan pun bisa diketahui tanpa harus menunggu koperasi mengalami kerugian. Tidak ada salahnya kan pengawas punya staf khusus yang bekerja satu kantor dengan pengurus dan pengelola koperasi. Staf tersebut berada langsung dibawah koordinasi dewan pengawas dan diberi delegasi serta wewenang untuk memeriksa hal-hal yang perlu dijaga.
Peran pengawas itu ibarat wasit dalam pertandingan sepak bola. Pengawas bukan penonton yang melihat pertandingan sepak bola dari bangku stadion. Pengawas adalah wasit yang berada di tengah lapangan, melihat secara dekat bagaimana permainan dijalankan. Mengikuti kemanapun bola menggelinding, berlari mengikuti bola. Lelah? Ya pasti, tapi memang itu tugasnya wasit, berlari kesana kemari, jangan jadi wasit jika malas berlari. Begitupun pengawas, harus aktif, mengikuti setiap kebijakan pengurus, mengawal setiap target yang ditentukan. Cape? Ya pasti, tapi memang itu tugasnya pengawas, matanya harus tajam, otaknya harus berputar, jangan jadi pengawas jika malas memutar otak.
Dan seperti wasit, meskipun berada di tengah lapangan, di tengah permainan. Keberadaannya tidak mengganggu permainan itu sendiri, tidak menghalangi kemana jatuhnya bola, tidak mengintervensi permainan selama dalam batas-batas aturan. Seperti itu juga pengawas, meskipun tugasnya mengawasi, jangan sampai mengganggu jalannya kerja pengurus, apalagi mengintervensi yang tidak perlu. Pengawas pun harus tahu batas-batasnya, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Oleh karena itu pengawas pun harus mengerti manajemen, keuangan, akuntansi. Jangan sampai ada pengawas yang bertanya seperti ini. 'Itu kok akumulasi penyusutan aktiva nilainya negatif?'. Pengurus yang tidak paham manajemen, keuangan, apalagi akuntansi itu sama saja seperti wasit yang tidak mengerti peraturan sepak bola. Tidak usah menjadi wasit, jadi penonton saja.
Koordinasi antara pengawas dan pengurus juga vital untuk dilakukan. Perlu ada rapat rutin antara pengurus dan pengawas. Bukan rutin setahun sekali, minimal rutin setiap tiga bulan sekali. Berkaitan dengan rapat pengawas dan pengurus. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
Sebelum rapat, pengawas harus mempelajari materi rapat yang akan dibahas. Pelajari laporan keuangan, laporan realisasi kerja, laporan temuan. Sehingga waktu rapat yang terbatas dapat digunakan seefektif mungkin.
Buat prioritas pembahasan. Mana pembahasan yang paling penting untuk dibahas atau ditanyakan ke pengurus, mana yang masih bisa dibelakangkan. Fokus pada materi-materi yang menjadi menjadi prioritas. Jangan buang waktu untuk membahas hal-hal yang tidak prinsipil, seperti redaksi bahasa.
Sediakan waktu yang cukup. Jika materi pembahasannya banyak, alokasikan waktu satu hari penuh atau kalau perlu dua hari penuh. Target rapat adalah agar materi pembahasan selesai dibahas semuanya, bukan target 'jam sekian rapat harus selesai'. Ketika pertama kali dilantik menjadi pengawas, saat itu juga harus disadari bahwa perlu ada pengorbanan waktu yang tidak sedikit.
Setiap rapat harus menghasilkan tindak lanjut atau action plan yang jelas. Jangan ada rapat yang isinya hanya pembahasan dan pembicaraan lantas setelahnya tidak jelas apa yang mesti dilakukan. Rapat adalah sebuah proses dan hasilnya adalah action plan, rencana tindakan. Rapat tanpa rencana tindakan sama saja dengan proses tanpa hasil.
Audit rutin pun perlu dilakukan minimal setiap tiga bulan sekali. Ada audit intern oleh pengawas, setiap tiga bulan atau satu bulan sekali. Dan ada audit extern oleh auditor external setiap satu tahun sekali. Yang di audit pun tidak melulu tentang keuangan. Pengawas perlu belajar melihat performa organisasi bukan hanya dari segi keuangan, ada sisi lain yang perlu dilihat. Jika mengacu pada teori Balanced Score Card, ada tiga perspektif lain yang juga perlu diperhatikan dan diaudit, selain persepektif keuangan. Yaitu persepektif customer, internal process, dan learning & growth. Sebaik apa koperasi melayani pelanggannya, itu perlu diaudit. Seberapa efisien proses bisnisnya, itu juga perlu diaudit. Terakhir, apakah ada aktivitas pembelajaran dan pertumbuhan dalam koperasi, itu juga perlu di audit.
Tentunya jarang sekali ditemukan pengawas yang memiliki keahlian di bidang akuntansi, auditing, atau teknik pengawasan. Oleh karena itu pengawas jangan malas-malas belajar. Tugas pertama ketika diangkat menjadi pengawas bukan langsung mengawasi, pertama kali yang dilakukan adalah belajar bagaimana mengawasi. Belajar apa-apa yang belum diketahui. Kalau belum bisa baca laporan keuangan, belajar baca laporan keuangan. Jangan gengsi untuk belajar, kalau tidak tahu bilang tidak tahu, kalau tidak bisa bilang tidak bisa, kalau tidak mampu bilang tidak mampu. Jangan karena gengsi saudara, koperasi justru yang jadi korbannya. Punya pengawas yang tidak kompeten.
Hubungan antara pengurus dan pengawas adalah orang yang tidak terikat kepentingan (utang budi) terhadap pengurus. Jangan sampai pengawas tersandera oleh pengurus sehingga keobjektifan penilaian dan pengawasan menjadi tidak ada lagi. Integritas pengawas harus dijaga, pengawas adalah KPK bagi pengurus. Jangan sampai KPK nya pun ikut korupsi, kolusi dan nepotisme. Integritas dan objektivitas itu harus benar-benar dijaga.
Apa filosofi, tujuan, fungsi dan prinsip koperasi, pengawas juga harus tahu. Sebagai komponen koperasi yang namanya tercantum dalam struktur organisasi koperasi, akan sangat disayangkan jika tidak mengerti seluk beluk organisasi dimana ia berada. Akan memalukan sekali jika pengawas tidak tahu prinsip koperasi apa saja. Akan terlihat bodoh sekali jika pengawas tidak tahu isi anggaran dasar koperasi. Koperasi is not just usual business, it's a business and it's social. Jangan hanya tahu segi bisnisnya lantas mengapaikan sisi sosialnya. Pengawas adalah perpanjangan tangan Bung Hatta, Bapak Koperasi Indonesia, tugas pengawas adalah memastikan bahwa visi Bung Hatta yang besar itu diterapkan di koperasi saudara-saudara sekalian.
Pengawas harus satu visi dengan pengurus. Ada tujuan bersama yang hendak dicapai. Ketika pertama kali pengawas dan pengurus dilantik, tugas yang tak kalah pentingnya adalah menyamakan visi, menyamakan persepsi akan dibawa kemana koperasi ini. Melalui jalan apa kita akan mencapai tujuan tersebut. Itu harus sudah dibahas dan dipertemukan di awal masa jabatan. Janganlah ketika ditengah masa jabatan baru ada perseteruan mengenai arah, tujuan dan jalan yang dilalui koperasi. Jika koperasi adalah balap rally, pengurus adalah pengemudinya, pengawas adalah navigatornya. Sudut pandangnya memang berbeda, dan pasti berbeda. Tapi kemana akan menuju, melalui jalan apa, harus ada kesatuan pendapat. Tugas navigator salah satunya adalah mengingatkan pengemudi jika ia salah jalan.
Masukan, saran, pertanyaan, dan kritik dari pengawas ke pengurus haruslah yang bersifat membangun, bukan bertujuan menjatuhkan. Dari niat sudah benar-benar dijaga, niatnya adalah mengawasi jalannya koperasi, bukan mencari kesalahan pengurus koperasi. Mencari kesalahan itu mudah, ikut membantu mencari solusi itu yang sulit. Yang tidak semua orang bisa dan mau. Niat ini memang tidak bisa dilihat, tapi indikatornya bisa dilihat. Bila pengawas hanya memberikan pertanyaan, kritik, menunjukkan kesalahan-kesalahan, saran, dan sebagainya, tanpa ada upaya untuk ikut serta memberi solusi atau membantu, maka bisa dipastikan niatnya kurang lurus. Niat yang baik tercermin dari kesediaan berkorban, memberikan waktu, energi, tenaga, dan pemikiran. Jika yang berani dikorbankan cuma kata-kata, atau modal omongan. Motivasi pengawas koperasi seperti ini perlu dipertanyakan.
Jangan jadi pengawas koperasi yang ecek-ecek.
source: www.konsultankoperasi.com
Mengawasi koperasi bukan hanya mengawasi hasil pengelolaan koperasi di akhir tahun. Mengawasi koperasi berarti mengawasi proses (bukan sekedar hasil) pengeloaan koperasi sepanjang tahun. Anggapan yang salah jika pengawas menemukan banyak temuan di akhhir tahun maka pengawas telah melakkan pekerjaannya dengan baik. Justru sebaliknya, pengawas yang seperti itu tidak lain seperti oknum polisi yang bersembunyi menunggu pelanggar lalu lintas. Pengawas yang baik adalah pengawas yang dapat mengantisipasi penyelewengan, penyalahgunaan di koperasi jauh-jauh hari sebelum penyelewengan itu terjadi.
Seringkali pengawas bukanlah orang yang mempunyai keahlian untuk mengawasi, tidak punya keahlian auditing. Kurang bisa memprediksi dan membaca kejanggalan yang ada di organisasi. Mungkin pengawas dipilih karena kejujuran dan integritasnya, namun itu saja tidak cukup. Perlu dibarengi dengan kemampuan. Karenanya tidak mengapa jika pengawas mempekerjakan tenaga ahli di bidang pemeriksaan dan auditing untuk mengawasi koperasi. Tenaga ahli yang dipekerjakan bisa bersifat sewaktu-waktu, setiap beberapa bulan sekali. Dan bisa menggunakan jasa auditor atau konsultan. Atau mengangkat staf khusus dewan pengawas yang ditugaskan memonitor jalannya koperasi, day by day.
Struktur koperasi disusun sedemikian rupa, ada pengurus dan pengawas. Dua komponen ini yang satu sebagai pelaksana, dependent, berpikir in the box. Yang satu sebagai pengawas, independen, berpikir out of the box. Dengan adanya dua komponen ini yang bekerja optimal dan saling berkolaborasi, maka saya optimis koperasi berpeluang sangat besar untuk maju. Justru ide-ide bisa datang lebih banyak dari pengawas daripada pengurus atau pengelola. Mengapa? Karena pengurus dan pengelola sehari-hari sudah sibuk menghadapi rutinitas dan tantangan yang ada di dalam koperasi, tidak punya banyak waktu untuk mencari ide segar atau memandang dari perspektif berbeda. Sedangkan pengawas tidak punya beban tanggung jawab untuk melaksanakan, sehingga lebih punya keleluasaan dalam memandang koperasi dari berbagai perspektif. Boleh dikata pengawas bisa berperan sebagai bagian R&D (Research and Development) dari suatu koperasi.
Kapan pengawas harusnya mengawasi koperasi? Akhir tahun? Sudah tidak zaman. Mana bisa koperasi maju dan berkembang jika pengawasnya seperti itu. Sebaiknya pengawas yang seperti itu, yang aktif ketika akhir tahun saja, segera diganti tanpa menunggu masa jabatannya selesai. Koperasi perlu pengawas yang aktif, yang mengawasi koperasi secara rutin. Setiap bulan, setiap hari jika perlu. Sehingga penyimpangan-penyimpangan, bahkan baru indikasi dan gejala penyimpangan pun bisa diketahui tanpa harus menunggu koperasi mengalami kerugian. Tidak ada salahnya kan pengawas punya staf khusus yang bekerja satu kantor dengan pengurus dan pengelola koperasi. Staf tersebut berada langsung dibawah koordinasi dewan pengawas dan diberi delegasi serta wewenang untuk memeriksa hal-hal yang perlu dijaga.
Peran pengawas itu ibarat wasit dalam pertandingan sepak bola. Pengawas bukan penonton yang melihat pertandingan sepak bola dari bangku stadion. Pengawas adalah wasit yang berada di tengah lapangan, melihat secara dekat bagaimana permainan dijalankan. Mengikuti kemanapun bola menggelinding, berlari mengikuti bola. Lelah? Ya pasti, tapi memang itu tugasnya wasit, berlari kesana kemari, jangan jadi wasit jika malas berlari. Begitupun pengawas, harus aktif, mengikuti setiap kebijakan pengurus, mengawal setiap target yang ditentukan. Cape? Ya pasti, tapi memang itu tugasnya pengawas, matanya harus tajam, otaknya harus berputar, jangan jadi pengawas jika malas memutar otak.
Dan seperti wasit, meskipun berada di tengah lapangan, di tengah permainan. Keberadaannya tidak mengganggu permainan itu sendiri, tidak menghalangi kemana jatuhnya bola, tidak mengintervensi permainan selama dalam batas-batas aturan. Seperti itu juga pengawas, meskipun tugasnya mengawasi, jangan sampai mengganggu jalannya kerja pengurus, apalagi mengintervensi yang tidak perlu. Pengawas pun harus tahu batas-batasnya, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Oleh karena itu pengawas pun harus mengerti manajemen, keuangan, akuntansi. Jangan sampai ada pengawas yang bertanya seperti ini. 'Itu kok akumulasi penyusutan aktiva nilainya negatif?'. Pengurus yang tidak paham manajemen, keuangan, apalagi akuntansi itu sama saja seperti wasit yang tidak mengerti peraturan sepak bola. Tidak usah menjadi wasit, jadi penonton saja.
Koordinasi antara pengawas dan pengurus juga vital untuk dilakukan. Perlu ada rapat rutin antara pengurus dan pengawas. Bukan rutin setahun sekali, minimal rutin setiap tiga bulan sekali. Berkaitan dengan rapat pengawas dan pengurus. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
Sebelum rapat, pengawas harus mempelajari materi rapat yang akan dibahas. Pelajari laporan keuangan, laporan realisasi kerja, laporan temuan. Sehingga waktu rapat yang terbatas dapat digunakan seefektif mungkin.
Buat prioritas pembahasan. Mana pembahasan yang paling penting untuk dibahas atau ditanyakan ke pengurus, mana yang masih bisa dibelakangkan. Fokus pada materi-materi yang menjadi menjadi prioritas. Jangan buang waktu untuk membahas hal-hal yang tidak prinsipil, seperti redaksi bahasa.
Sediakan waktu yang cukup. Jika materi pembahasannya banyak, alokasikan waktu satu hari penuh atau kalau perlu dua hari penuh. Target rapat adalah agar materi pembahasan selesai dibahas semuanya, bukan target 'jam sekian rapat harus selesai'. Ketika pertama kali dilantik menjadi pengawas, saat itu juga harus disadari bahwa perlu ada pengorbanan waktu yang tidak sedikit.
Setiap rapat harus menghasilkan tindak lanjut atau action plan yang jelas. Jangan ada rapat yang isinya hanya pembahasan dan pembicaraan lantas setelahnya tidak jelas apa yang mesti dilakukan. Rapat adalah sebuah proses dan hasilnya adalah action plan, rencana tindakan. Rapat tanpa rencana tindakan sama saja dengan proses tanpa hasil.
Audit rutin pun perlu dilakukan minimal setiap tiga bulan sekali. Ada audit intern oleh pengawas, setiap tiga bulan atau satu bulan sekali. Dan ada audit extern oleh auditor external setiap satu tahun sekali. Yang di audit pun tidak melulu tentang keuangan. Pengawas perlu belajar melihat performa organisasi bukan hanya dari segi keuangan, ada sisi lain yang perlu dilihat. Jika mengacu pada teori Balanced Score Card, ada tiga perspektif lain yang juga perlu diperhatikan dan diaudit, selain persepektif keuangan. Yaitu persepektif customer, internal process, dan learning & growth. Sebaik apa koperasi melayani pelanggannya, itu perlu diaudit. Seberapa efisien proses bisnisnya, itu juga perlu diaudit. Terakhir, apakah ada aktivitas pembelajaran dan pertumbuhan dalam koperasi, itu juga perlu di audit.
Tentunya jarang sekali ditemukan pengawas yang memiliki keahlian di bidang akuntansi, auditing, atau teknik pengawasan. Oleh karena itu pengawas jangan malas-malas belajar. Tugas pertama ketika diangkat menjadi pengawas bukan langsung mengawasi, pertama kali yang dilakukan adalah belajar bagaimana mengawasi. Belajar apa-apa yang belum diketahui. Kalau belum bisa baca laporan keuangan, belajar baca laporan keuangan. Jangan gengsi untuk belajar, kalau tidak tahu bilang tidak tahu, kalau tidak bisa bilang tidak bisa, kalau tidak mampu bilang tidak mampu. Jangan karena gengsi saudara, koperasi justru yang jadi korbannya. Punya pengawas yang tidak kompeten.
Hubungan antara pengurus dan pengawas adalah orang yang tidak terikat kepentingan (utang budi) terhadap pengurus. Jangan sampai pengawas tersandera oleh pengurus sehingga keobjektifan penilaian dan pengawasan menjadi tidak ada lagi. Integritas pengawas harus dijaga, pengawas adalah KPK bagi pengurus. Jangan sampai KPK nya pun ikut korupsi, kolusi dan nepotisme. Integritas dan objektivitas itu harus benar-benar dijaga.
Apa filosofi, tujuan, fungsi dan prinsip koperasi, pengawas juga harus tahu. Sebagai komponen koperasi yang namanya tercantum dalam struktur organisasi koperasi, akan sangat disayangkan jika tidak mengerti seluk beluk organisasi dimana ia berada. Akan memalukan sekali jika pengawas tidak tahu prinsip koperasi apa saja. Akan terlihat bodoh sekali jika pengawas tidak tahu isi anggaran dasar koperasi. Koperasi is not just usual business, it's a business and it's social. Jangan hanya tahu segi bisnisnya lantas mengapaikan sisi sosialnya. Pengawas adalah perpanjangan tangan Bung Hatta, Bapak Koperasi Indonesia, tugas pengawas adalah memastikan bahwa visi Bung Hatta yang besar itu diterapkan di koperasi saudara-saudara sekalian.
Pengawas harus satu visi dengan pengurus. Ada tujuan bersama yang hendak dicapai. Ketika pertama kali pengawas dan pengurus dilantik, tugas yang tak kalah pentingnya adalah menyamakan visi, menyamakan persepsi akan dibawa kemana koperasi ini. Melalui jalan apa kita akan mencapai tujuan tersebut. Itu harus sudah dibahas dan dipertemukan di awal masa jabatan. Janganlah ketika ditengah masa jabatan baru ada perseteruan mengenai arah, tujuan dan jalan yang dilalui koperasi. Jika koperasi adalah balap rally, pengurus adalah pengemudinya, pengawas adalah navigatornya. Sudut pandangnya memang berbeda, dan pasti berbeda. Tapi kemana akan menuju, melalui jalan apa, harus ada kesatuan pendapat. Tugas navigator salah satunya adalah mengingatkan pengemudi jika ia salah jalan.
Masukan, saran, pertanyaan, dan kritik dari pengawas ke pengurus haruslah yang bersifat membangun, bukan bertujuan menjatuhkan. Dari niat sudah benar-benar dijaga, niatnya adalah mengawasi jalannya koperasi, bukan mencari kesalahan pengurus koperasi. Mencari kesalahan itu mudah, ikut membantu mencari solusi itu yang sulit. Yang tidak semua orang bisa dan mau. Niat ini memang tidak bisa dilihat, tapi indikatornya bisa dilihat. Bila pengawas hanya memberikan pertanyaan, kritik, menunjukkan kesalahan-kesalahan, saran, dan sebagainya, tanpa ada upaya untuk ikut serta memberi solusi atau membantu, maka bisa dipastikan niatnya kurang lurus. Niat yang baik tercermin dari kesediaan berkorban, memberikan waktu, energi, tenaga, dan pemikiran. Jika yang berani dikorbankan cuma kata-kata, atau modal omongan. Motivasi pengawas koperasi seperti ini perlu dipertanyakan.
Jangan jadi pengawas koperasi yang ecek-ecek.
source: www.konsultankoperasi.com
0
2.9K
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan