- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Warga Marunda Ini Terpaksa Makan "Nasi Garam" Demi Bertahan Hidup


TS
mbia
Warga Marunda Ini Terpaksa Makan "Nasi Garam" Demi Bertahan Hidup
Jakarta, HanTer - Naiknya sejumlah harga kebutuhan pokok membuat masyarakat dari kalangan ekonomi bawah harus mengencangkan ikat pinggang dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Salah satunya seperti yang dialami Kasman. Warga Marunda, Jakarta Utara ini terpaksa harus memberi makan anak dan istrinya dengan "lauk seadanya" yakni nasi bertabur garam.
Tidak pernah terpikir dalam benak Kasman, jika dalam beberapa bulan terakhir ini ia dan keluarganya harus makan nasi dengan lauk hanya bertabur garam. Kondisi ini bisa juga dialami keluarga lainnya di kawasan marunda yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan.
Sebab, dalam setahun terakhir ini banyak nelayan kecil di Marunda yang tidak dapat melaut lagi menyusul adanya peraturan Menteri Kelautan RI yang dinilai telah mematikan usaha nelayan tradisional Marunda.
Pantauan Harian Terbit, Senin (21/9), di atas bilik bambu, Kasman berserta istri dan 3 anaknya mencoba bertahan hidup dengan makan "Nasi Garam". Jika air pasang datang, rumah bambu yang dihuninya terasa akan rubuh.
Tidak hanya itu, kadang jika angin laut sedang datang anak-anak Kasman selalu merasa kedinginan. Akibat mereka harus berselimut hawa laut yang selalu masuk disela-sela bilik bambu yang menjadi tembok rumahnya.
Anehnya, meski Pemprov DKI menyediakan rusunawa Marunda, namun dirinya dan 25 warga yang lainnya di RT 03/RW 07 tidak dapat menikmati hunian rusunawa tersebut.
Padahal, secara kasat mata kondisi rumah Kasman dan 25 warga Marunda pesisir termasuk kategori rumah tidak layak huni (Rutilahu). Sepertinya Pemkot Jakarta Utara kurang begitu memperhatikan kemiskinan yang terjadi di wilayahnya, khususnya di kawasan pesisir Marunda.
“Saya sudah berulang kali ikut pendaftaran memiliki unit rusunawa, namun tidak pernah dapat unit Rusunawa. Jika pengurus RW semuanya dapat,” tutur Kasman dengan raut muka sedih sambil menaburkan garam di atas nasi yang baru dimasak istrinya.
Beruntung ketiga anaknya, masih bisa mendapatkan kartu BPJS Kesehatan dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) dari Pemprov DKI yang memang diperuntukan bagi kaum tidak mampu seperti Kasman. Namun itu semua, masih dirasa belum cukup. sebab setiap hari anak istri dirumah selalu menjerit meminta makan. Padahal disatu sisi dirinya tidak setiap kali mendapatkan uang dari melaut.
“Sekarang di laut ikannya sedikit gara-gara limbah dan reklamasi, otomatis penghasilan sedikit. Sudah ganti peralatan malah merugi sebab lautnya sudah dikapling-kapling milik swasta dan kita dilarang cari ikan di situ," katanya.
Karena itu, satu-satunya jalan untuk mendapatkan uang hanya sulit mencari cilok (sampah bekas minum air mineral yang terbuat dari platik) dipinggiran pantai. Itupun hasilnya tidak seberapa, hanya Rp 35 ribu. Uang sebesar itu dinilai hanya cukup untuk menebus beras "raskin" sebanyak 35 kg yang ada di pak RW.
Karena itu, Kasman berharap agar Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama dapat mendengar jeritan anak-anak dan istri nelayan yang ada di kampung Marunda.
http://megapolitan.harianterbit.com/...ertahan-Hidup-
masih ada yg makan nasi pake garem
Tidak pernah terpikir dalam benak Kasman, jika dalam beberapa bulan terakhir ini ia dan keluarganya harus makan nasi dengan lauk hanya bertabur garam. Kondisi ini bisa juga dialami keluarga lainnya di kawasan marunda yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan.
Sebab, dalam setahun terakhir ini banyak nelayan kecil di Marunda yang tidak dapat melaut lagi menyusul adanya peraturan Menteri Kelautan RI yang dinilai telah mematikan usaha nelayan tradisional Marunda.
Pantauan Harian Terbit, Senin (21/9), di atas bilik bambu, Kasman berserta istri dan 3 anaknya mencoba bertahan hidup dengan makan "Nasi Garam". Jika air pasang datang, rumah bambu yang dihuninya terasa akan rubuh.
Tidak hanya itu, kadang jika angin laut sedang datang anak-anak Kasman selalu merasa kedinginan. Akibat mereka harus berselimut hawa laut yang selalu masuk disela-sela bilik bambu yang menjadi tembok rumahnya.
Anehnya, meski Pemprov DKI menyediakan rusunawa Marunda, namun dirinya dan 25 warga yang lainnya di RT 03/RW 07 tidak dapat menikmati hunian rusunawa tersebut.
Padahal, secara kasat mata kondisi rumah Kasman dan 25 warga Marunda pesisir termasuk kategori rumah tidak layak huni (Rutilahu). Sepertinya Pemkot Jakarta Utara kurang begitu memperhatikan kemiskinan yang terjadi di wilayahnya, khususnya di kawasan pesisir Marunda.
“Saya sudah berulang kali ikut pendaftaran memiliki unit rusunawa, namun tidak pernah dapat unit Rusunawa. Jika pengurus RW semuanya dapat,” tutur Kasman dengan raut muka sedih sambil menaburkan garam di atas nasi yang baru dimasak istrinya.
Beruntung ketiga anaknya, masih bisa mendapatkan kartu BPJS Kesehatan dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) dari Pemprov DKI yang memang diperuntukan bagi kaum tidak mampu seperti Kasman. Namun itu semua, masih dirasa belum cukup. sebab setiap hari anak istri dirumah selalu menjerit meminta makan. Padahal disatu sisi dirinya tidak setiap kali mendapatkan uang dari melaut.
“Sekarang di laut ikannya sedikit gara-gara limbah dan reklamasi, otomatis penghasilan sedikit. Sudah ganti peralatan malah merugi sebab lautnya sudah dikapling-kapling milik swasta dan kita dilarang cari ikan di situ," katanya.
Karena itu, satu-satunya jalan untuk mendapatkan uang hanya sulit mencari cilok (sampah bekas minum air mineral yang terbuat dari platik) dipinggiran pantai. Itupun hasilnya tidak seberapa, hanya Rp 35 ribu. Uang sebesar itu dinilai hanya cukup untuk menebus beras "raskin" sebanyak 35 kg yang ada di pak RW.
Karena itu, Kasman berharap agar Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama dapat mendengar jeritan anak-anak dan istri nelayan yang ada di kampung Marunda.
http://megapolitan.harianterbit.com/...ertahan-Hidup-
masih ada yg makan nasi pake garem

0
877
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan