.Minerva.Avatar border
TS
.Minerva.
[Bikepacker] Antara Gunung Sumbing dan Gunung Merapi


Setiap akhir pekan biasanya saya sering menghabiskannya dengan berkendara ke alam bebas untuk melepas kejenuhan rutinitas kerja. Dan kebetulan sekali, Gibran teman saya menawarkan untuk main ke rumah keduanya yang berada di kaki Gunung Sumbing.



Perjalanan kali ini saya bersama dengan teman-teman dari Bikepacker Kaskus DIY-Jateng. Mereka adalah : Kris, Dimas, Firli, dan Mas Fathur. Kami berangkat dari Jogja sekitar jam 8 malam lalu berhenti di pertigaan Blabag ke arah Ketep Pass untuk menunggu Mas Fathur yang sedang dalam perjalanan dari Boyolali. Awalnya kami sempat khawatir karena Mas Fathur tidak kunjung datang padahal seharusnya ia sudah sampai 1-2 jam sebelumnya. Sembari menunggu mas Fathur, kami sempatkan untuk makan malam nasi goreng terlebih dahulu tepat di warung pertigaan Blabag - Ketep Pass.


*Menunggu mas Fathur di pertigaan Blabag-Ketep pass

Setelah mas Fathur datang, perjalanan kembali dilanjutkan. Sepanjang jalan Jogja-Magelang banyak ditemui beberapa truk pasir yang mulai beroperasi. Pemandangan seperti ini mengingatkan saya akan perjalanan Jogja-Magelang yang dulunya sering saya tempuh paling tidak seminggu 2-3 kali. Namun ada yang berubah.. saya tidak lagi menjumpai para buruh pasir yang setia menunggu truk pasir tersebut dari pinggir jalan dengan mengayun-ayunkan senter maupun sekop pasirnya, berharap si supir truk mau berhenti dan menggunakan jasanya.


*Jalan Magelang

Ada kenikmatan tersendiri berkendara di malam hari, salah satunya intensitas kendaraan lain yang sepi membuat kita santai dan leluasa untuk berkendara. Selain itu dinginnya malam juga menambah syahdunya berkendara sambil mengamati kegiatan warga di tepi jalan.

Akhirnya kami sampai di Temanggung dan selanjutnya Gibran menjemput kami di minimarket yang berada di gang yang akan menuju ke arah dusunnya. Setelah membeli beberapa makanan kami melanjutkan perjalanan untuk naik ke desanya Gibran yang terletak di kaki Gunung Sumbing. Kami lalu beristirahat dan berencana untuk menikmati Sunrise keesokan harinya.

Sekitar jam 5 pagi kami mulai bergegas untuk naik ke atas Gunung Sumbing dengan menggunakan motor tentunya. Jalur yang kami lewati ini adalah jalur pendakian dengan melewati jalan beraspal yang di sisi kiri-kanan nya adalah ladang warga. Dan saat perjalanan naik, motor milik Dimas sempat mogok karena kabel kontaknya lepas.



Gibran membawa kami ke tempat yang biasa disebut "terminal" oleh warga sekitar. Bayangan saya, yang namanya terminal pasti ramai oleh aktivitas warga dan pasti terdapat angkutan umum. Namun melihat jalan yang terus menaik ke dataran tinggi kaki gunung, rasanya tidak mungkin terdapat terminal diatas sana.



Ya.. ternyata dugaan saya benar, ternyata terminal itu hanya sebuah lahan kosong di kaki gunung yang beralaskan aspal yang mulai mengelupas. Dari sini kami berhenti dan menikmati pemandangan sekitar..





Karena jarak yang terlalu dekat dengan Gunung Sumbing, sehingga tidak bisa mendapatkan gambar gunung dengan luas, kami kembali turun sedikit kebawah..





Dan disini kami mendapatkan view yang sempurna.. Selagi kami berfoto-foto ria, mas Fathur mulai mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.. Adalah sebuah unit drone supaya dapat mengambil foto lebih luas lagi dari atas..



Dan hasilnya bukan main-main, alat tersebut berhasil mendapatkan pemandangan terbaik dari atas sana..




*Gunung Sindoro berdiri megah dari kejauhan..

Setelah dirasa cukup kami kembali turun kebawah untuk sarapan. Ketika kami berhenti di persimpangan gang menuju rumah Gibran, kami dihampiri oleh saudaranya dan mengajak untuk mampir. Ternyata rumah itu adalah milik neneknya Gibran. Kami ditawari untuk sarapan terlebih dahulu, sebuah kesempatan yang tidak akan kami sia-sia tentunya, hehehe.. Kami juga sempat berbincang-bincang dengan beliau dan tak disangka rupanya si nenek dulunya adalah seorang kepala desa di desa itu dan beliau bercerita banyak tentang desanya. Sebuah pengetahuan yang cukup menarik bagi saya pribadi. Oh ya, beliau juga memiliki beberapa petak lahan tembakau yang digarap oleh buruh tani desa itu sendiri.



Kami lalu kembali ke rumah Gibran dan disinilah moment yang seru karena si Kris bermain gitar sambil melantunkan beberapa lagu yang diselingi oleh guyonan sehingga membuat kami semua tertawa terbahak-bahak. Beberapa lagu bahkan ditujukan kepada Gibran yang nampaknya sedang galau, hahaha ..

Selagi kami beristirahat, Mas Fathur kembali mengabadikan foto desa dari udara.


*Yang atapnya berwarna hijau adalah rumah neneknya Gibran...

Hari mulai sore, kami mulai undur diri karena selanjutnya akan melanjutkan perjalanan ke Kali Boyong, Gunung Merapi sedangkan Gibran tetap tinggal di desa.. Kami diantar Gibran waktu pulang namun melewati rute yang berbeda dan kami sempat kesasar di jalan menuju arah makam desa yang terletak di kaki gunung.





Perjalanan waktu pulang sedikit padat dikarenakan waktu itu adalah Malam Minggu sehingga kami sampai di tempat tujuan sudah gelap dan kami kesulitan untuk mencari tempat mendirikan tenda. Kami mencoba menuju ke Kali Boyong namun suasana disekitar waktu itu terasa "singup" dengan pohon bambu yang menjulang tinggi dan tertutup. Saya sempat bertanya dengan penduduk sekitar namun ia mengarahkan kami ke lahan yang dekat dengan tempat ziarah di bukit Turgo. Akhirnya kami urungkan niat berkemah disana dan memutuskan untuk berkemah di gardu pandang Merapi meskipun kami harus berputar jauh.

Sesampainya disana kami bergegas mendirikan tenda lalu beristirahat. Kami tidak menghiraukan meskipun saat itu area sedang ramai dengan acara mahasiswa. Mungkin mereka heran dan bertanya-tanya kenapa kami kok malah camping di area publik, hahahaha.

Ketika hari mulai pagi kami mulai berkemas-kemas dan kembali ke Kali Boyong yang menjadi tujuan kami semula kesini. Dalam perjalanan kami mampir sarapan soto sapi. Kalau lagi jalan-jalan, memang masakan soto adalah yang "pas" untuk disantap di pagi hari. Dan pilihan saya tepat karena rasa sotonya ternyata enak.. praktis menambah semangat kami berkendara.

Akhirnya kami sampai juga di Kali Boyong yang dimaksud. Kali ini merupakan kali aliran lahar dingin Gunung Merapi sehingga sepanjang aliran kali terdapat tumpukan material batu dan pasir. Namun pada musim kemarau tidak ditemukan adanya aliran air disini. Di ujung sana bisa dilihat bukit Turgo. Konon katanya dulu bukit Turgo ini telah berjasa melindungi kota Jogja dari erupsi Merapi pada jaman dulu..




*Mas Fathur kembali mengambil gambar dari atas

Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan untuk pulang kerumah masing-masing. Dalam perjalanan pulang kami sempat mampir di jembatan gantung kali Boyong untuk sekedar ngopi di siang hari karena kebetulan sekali Firli membawa kompor mini dan nesting. Memang kalau blusukan sambil ngopi-ngopi di alam bebas itu nikmat sekali ya !








Sampai jumpa di perjalanan selanjutnya !!
Diubah oleh .Minerva. 25-09-2015 10:37
0
3.6K
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan