- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pengusaha: Paket kebijakan Jokowi tak sentuh persoalan sebenarnya


TS
ketek..basah
Pengusaha: Paket kebijakan Jokowi tak sentuh persoalan sebenarnya
Quote:
Merdeka.com - Presiden Joko Widodo baru saja mengeluarkan kebijakan penyelamatan ekonomi Indonesia atau biasa disebut Paket Ekonomi Jilid I. Kebijakan ini bertujuan mendorong daya saing industri nasional melalui paket kebijakan deregulasi, debirokratisasi dan insentif fiskal. Paket stimulus ini juga untuk mempercepat proyek-proyek strategis, meningkatkan investasi di sektor properti, memperkuat industri nasional, koperasi dan UMKM, perdagangan dan pariwisata serta kesejahteraan nelayan.
Namun demikian, paket kebijakan ini dinilai para pelaku usaha belum menyentuh persoalan sesungguhnya yang ada di lapangan, dan gagal memberikan rincian yang spesifik. Akibatnya, respons positif yang signifikan serta meningkatkan prospek pertumbuhan belum terlihat.
Salah satunya di industri logistik, supply chain dan kepelabuhan yang belum menyentuh masalah riil yang menyebabkan biaya tinggi ekonomi.
"Paket yang kita harapkan dari pemerintah untuk logistik misalnya penghapusan beberapa pungutan dari Pelindo, Angkasa Pura dan Pemda yang menyebabkan biaya logistik naik," ujar Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Zaldy Ilham Mashita di Jakarta, Senin (14/9).
Salah satu contoh yang disebut Zaldy adalah terkait dengan pungutan cost recovery di Pelindo II dan surcharge di Pelinso III. Ada juga pungutan regulated agent di semua bandara oleh Angkasa Pura untuk cargo barang.
"Masalah-masalah ini yang belum tersentuh oleh Paket Ekonomi tersebut. Idealnya, setiap paket kebijakan yang dikeluarkan harus mampu menampung aspirasi dunia usaha. Nah, apakah paket tersebut mampu menampung aspirasi dunia usaha, itu yang masih harus kita lihat dalam penerapannya di lapangan."
Hal senada dirasakan juga oleh pelaku usaha di industri pertekstilan. Paket ekonomi jilid I dinilai sama sekali belum menyentuh persoalan yang kini dihadapi industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Salah satunya terkait pengadaan kapas nasional yang membutuhkan buffer stock untuk jaminan pasokan kapas dalam negeri.
Kebijakan mengenai buffer stock dinilai sudah sangat mendesak mengingat Vietnam tengah mengambil langkah cepat dengan menyiapkan fasilitas tersebut.
"Jika Indonesia tidak bisa memanfaatkan momentum saat ini secara tepat dan cepat, maka Vietnam akan menjadi poros utama untuk kapas di era Masyarakat Ekonomi ASEAN," ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ernovian G. Ismi
Menurutnya, permintaan asosiasi di Industri TPT sejak Agustus 2014, tak kunjung digubris pemerintah. Padahal, pembahasan mengenai pengadaan kapas nasional kerap dilakukan oleh stakeholders nasional, yaitu pemerintah, API (pengguna kapas untuk bahan baku benang), Shipper (pemilik kapas), dan Cikarang Dry Port (penyedia fasilitas pelabuhan dan logistics terpadu).
"Sudah berkali-kali rapat dengan Bea Cukai, Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan, Kemenperin, Kemenko Bidang Perekonomian, tapi sudah satu tahun tidak keluar juga regulasinya," ujarnya.
Regulasi ini disebut sangat penting agar buffer stock kapas yang pembangunannya ditargetkan selesai pada tahun depan dapat langsung dimanfaatkan. Dengan stok kapas ada di dalam negeri, bukan lagi di Malaysia, akan banyak manfaat yang bisa diperoleh, baik oleh industri TPT nasional maupun masyarakat dan juga pemerintah.
"Ini membuat supply chain antar-industri hulu-hilir di TPT nasional berjalan optimal, dan proses logistiknya pun terintegrasi dan terstruktur," ujarnya.
Rentetannya, dapat mengamankan dan memelihara kontinuitas supply ke industri hilir dalam negeri, yaitu ke 1.479 perusahaan pembuat kain (industri weaving, knitting, dyeing, printing, finishing), lalu ke 2.873 perusahaan pembuat pakaian jadi (industri garment), dan ke 726 perusahaan produk jadi tekstillainnya (others textile product industry).
Inov memperkirakan, pada tahap awal, dengan stok kapas ada di gudang di Indonesia, sekitar 30 persen jual-beli kapas akan dilakukan di Indonesia dengan nilai sekitar USD 400 juta. Kondisi tersebut akan terus bertambah sesuai dengan produksi benang oleh industri spinning nasional dalam memenuhi kebutuhan industri hilirnya, yaitu industri pembuat kain dan industri pakaian jadi.
"Jika ini bisa terwujud maka daya saing produk TPT Indonesia akan meningkat, karena rantai pasok mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksinya, sampai konsumen akhir, dengan logistiknya yang semuanya ada dan dilaksanakan di dalam negeri," tutupnya.
Namun demikian, paket kebijakan ini dinilai para pelaku usaha belum menyentuh persoalan sesungguhnya yang ada di lapangan, dan gagal memberikan rincian yang spesifik. Akibatnya, respons positif yang signifikan serta meningkatkan prospek pertumbuhan belum terlihat.
Salah satunya di industri logistik, supply chain dan kepelabuhan yang belum menyentuh masalah riil yang menyebabkan biaya tinggi ekonomi.
"Paket yang kita harapkan dari pemerintah untuk logistik misalnya penghapusan beberapa pungutan dari Pelindo, Angkasa Pura dan Pemda yang menyebabkan biaya logistik naik," ujar Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Zaldy Ilham Mashita di Jakarta, Senin (14/9).
Salah satu contoh yang disebut Zaldy adalah terkait dengan pungutan cost recovery di Pelindo II dan surcharge di Pelinso III. Ada juga pungutan regulated agent di semua bandara oleh Angkasa Pura untuk cargo barang.
"Masalah-masalah ini yang belum tersentuh oleh Paket Ekonomi tersebut. Idealnya, setiap paket kebijakan yang dikeluarkan harus mampu menampung aspirasi dunia usaha. Nah, apakah paket tersebut mampu menampung aspirasi dunia usaha, itu yang masih harus kita lihat dalam penerapannya di lapangan."
Hal senada dirasakan juga oleh pelaku usaha di industri pertekstilan. Paket ekonomi jilid I dinilai sama sekali belum menyentuh persoalan yang kini dihadapi industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Salah satunya terkait pengadaan kapas nasional yang membutuhkan buffer stock untuk jaminan pasokan kapas dalam negeri.
Kebijakan mengenai buffer stock dinilai sudah sangat mendesak mengingat Vietnam tengah mengambil langkah cepat dengan menyiapkan fasilitas tersebut.
"Jika Indonesia tidak bisa memanfaatkan momentum saat ini secara tepat dan cepat, maka Vietnam akan menjadi poros utama untuk kapas di era Masyarakat Ekonomi ASEAN," ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ernovian G. Ismi
Menurutnya, permintaan asosiasi di Industri TPT sejak Agustus 2014, tak kunjung digubris pemerintah. Padahal, pembahasan mengenai pengadaan kapas nasional kerap dilakukan oleh stakeholders nasional, yaitu pemerintah, API (pengguna kapas untuk bahan baku benang), Shipper (pemilik kapas), dan Cikarang Dry Port (penyedia fasilitas pelabuhan dan logistics terpadu).
"Sudah berkali-kali rapat dengan Bea Cukai, Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan, Kemenperin, Kemenko Bidang Perekonomian, tapi sudah satu tahun tidak keluar juga regulasinya," ujarnya.
Regulasi ini disebut sangat penting agar buffer stock kapas yang pembangunannya ditargetkan selesai pada tahun depan dapat langsung dimanfaatkan. Dengan stok kapas ada di dalam negeri, bukan lagi di Malaysia, akan banyak manfaat yang bisa diperoleh, baik oleh industri TPT nasional maupun masyarakat dan juga pemerintah.
"Ini membuat supply chain antar-industri hulu-hilir di TPT nasional berjalan optimal, dan proses logistiknya pun terintegrasi dan terstruktur," ujarnya.
Rentetannya, dapat mengamankan dan memelihara kontinuitas supply ke industri hilir dalam negeri, yaitu ke 1.479 perusahaan pembuat kain (industri weaving, knitting, dyeing, printing, finishing), lalu ke 2.873 perusahaan pembuat pakaian jadi (industri garment), dan ke 726 perusahaan produk jadi tekstillainnya (others textile product industry).
Inov memperkirakan, pada tahap awal, dengan stok kapas ada di gudang di Indonesia, sekitar 30 persen jual-beli kapas akan dilakukan di Indonesia dengan nilai sekitar USD 400 juta. Kondisi tersebut akan terus bertambah sesuai dengan produksi benang oleh industri spinning nasional dalam memenuhi kebutuhan industri hilirnya, yaitu industri pembuat kain dan industri pakaian jadi.
"Jika ini bisa terwujud maka daya saing produk TPT Indonesia akan meningkat, karena rantai pasok mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksinya, sampai konsumen akhir, dengan logistiknya yang semuanya ada dan dilaksanakan di dalam negeri," tutupnya.
sumur
0
2.2K
Kutip
27
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan