

TS
Rizkiabachtiar
Koperasi Ingin Besar! Berani Bayar Mahal
Mengenai koperasi, ada hal yang mengganjal di hati saya. Koperasi itu banyak tapi mengapa kebanyakan ukurannya kecil-kecil. Jarang ada koperasi yang beromset puluhan milyar per tahun. Bahkan jika koperasi Anda berhasil melampaui omset 10 milyar per tahun mungkin sudah dikatakan hebat. Dalam perenungan, saya menemukan sedikit pencerahan. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa koperasi di Indonesia skalanya kecil-kecil. Bahkan saya baru menyadari suatu hal yang lucu. Bahwa Kementrian Koperasi digabung dengan Kementrian Usaha Kecil dan Menengah. Seolah tugas negara membina koperasi tidak jauh beda dengan tugas membina usaha kecil dan menengah.
Saya suka berpikir dengan logika, mesikpun tidak selamanya logika dapat diandalkan. Begini, Anda punya usaha warung baso dengan satu kedai, kemudian usaha Anda berkembang dan sekarang memiliki lima kedai baso. Lebih repot mana, dulu waktu baru punya satu kedai atau sekarang setelah punya lima kedai? Tentu lebih repot sekarang yang punya lima kedai. Walaupun logikanya pendapatan pasti lebih banyak dibanding dahulu yang hanya punya satu kedai. Kemudian pertanyaan lagi, Anda lebih memilih mana. Punya satu kedai bakso dengan penghasilan memadai namun tidak begitu repot dan masih punya banyak waktu untuk pribadi dan keluarga. Atau punya lima kedai baso dengan penghasilan lima kali lipat, namun harus repot dan banyak tersita waktunya untuk mengurusi kedai bakso.
Jawaban Anda pasti berbeda-beda. Ada yang lebih condong pada kenyamanan dan waktu luang, ada yang lebih condong pada penghasilan yang lebih besar. Tidak ada jawaban singkat mengenai mana yang salah dan mana yang benar. Bisa panjang jika didiskusikan disini. Lalu apa hubungannya dengan koperasi? Lantas apa hubungannya juga dengan judul di atas? Begini, mengurus koperasi dan mengurus usaha sendiri itu berbeda. Jika mengurus usaha sendiri, semakin besar usahanya, semakin repot, semakin besar juga uang yang masuk ke kantong kita, sepadan dengan pengorbanan yang dilakukan. Betul kan? Kalau di koperasi, semakin besar koperasinya, semakin repot, belum tentu uang yang masuk ke kantong tambah besar nilainya, atau setidaknya tidak proporsional antara imbalan yang didapat dari mengurus koperasi dengan perkembangan koperasi itu sendiri.
Contoh kasus; Koperasi sebelum menjadi besar, SHU nya baru 100 juta, pengurus diberi jatah 5% dari SHU, atau sebesar 5 juta. Menurut anggota 'nilai segitu ya wajar buat mengurus koperasi selama satu tahun'. Lalu beberapa tahun kemudian pengurus berhasil mengelola koperasinya sedemikian rupa hingga SHU nya mencapai 1 milyar, pengurus dapat 50 juta dong, 5% dari SHU! Belum tentu. Ternyata anggota berpendapat 'masa ngurus koperasi segitu doang dapet 50 juta, gede amat!', tidak rela orang lain mendapat bagian besar. Padahal mengurus koperasi tidak 'segitu doang'. Banyak resiko, tanggung jawab, beban amanah yang harus ditanggung. Akhirnya jatah pengurus 5% dikorting menjadi 2,5% dalam rapat anggota, macam zakat untuk fakir miskin saja. Akibatnya pengurus tadi kapok membesarkan koperasi. Kerja cape-cape, repot-repot, pas berhasil malah penghasilannya dipotong.
Ini berlaku juga untuk pengelola koperasi, dimana penghasilan manajer koperasi skala menengah bisa kalah dengan penghasilan staf di perusahaan skala besar. Permasalahannya ada pada ketimpangan antara tanggung jawab, tugas, beban kerja; dan penghasilan yang didapatkan oleh mereka yang mengurus dan mengelola koperasi. Bagaimana Anda mau mendapatkan manajer profesional jika Anda hanya mau mengeluarkan uang kurang dari 100 juta per tahun? Bagaimana Anda mau pengurus serius mengembangkan koperasi, jika setelah koperasi berkembang, jatah SHU untuk pengurus justru diturunkan?
Jadi jika Anda sebagai anggota koperasi, jangan pelit-pelit memberikan kompensasi yang memadai untuk pengurus dan pengelola koperasi atas jasanya membesarkan koperasi. Jika Anda pengurus dan pengelola, maka tugas Anda lah untuk melakukan pendidikan kepada anggota. Membuat anggota melihat berapa kompensasi wajar yang pantas diberikan untuk mengurus dan mengelola koperasi. Mengajak anggota untuk melihat pengelolaan koperasi yang selama ini dianggap 'segitu doang'.
sumber: www.konsultankoperasi.com
Maju Koperasi Indonesia.
Saya suka berpikir dengan logika, mesikpun tidak selamanya logika dapat diandalkan. Begini, Anda punya usaha warung baso dengan satu kedai, kemudian usaha Anda berkembang dan sekarang memiliki lima kedai baso. Lebih repot mana, dulu waktu baru punya satu kedai atau sekarang setelah punya lima kedai? Tentu lebih repot sekarang yang punya lima kedai. Walaupun logikanya pendapatan pasti lebih banyak dibanding dahulu yang hanya punya satu kedai. Kemudian pertanyaan lagi, Anda lebih memilih mana. Punya satu kedai bakso dengan penghasilan memadai namun tidak begitu repot dan masih punya banyak waktu untuk pribadi dan keluarga. Atau punya lima kedai baso dengan penghasilan lima kali lipat, namun harus repot dan banyak tersita waktunya untuk mengurusi kedai bakso.
Jawaban Anda pasti berbeda-beda. Ada yang lebih condong pada kenyamanan dan waktu luang, ada yang lebih condong pada penghasilan yang lebih besar. Tidak ada jawaban singkat mengenai mana yang salah dan mana yang benar. Bisa panjang jika didiskusikan disini. Lalu apa hubungannya dengan koperasi? Lantas apa hubungannya juga dengan judul di atas? Begini, mengurus koperasi dan mengurus usaha sendiri itu berbeda. Jika mengurus usaha sendiri, semakin besar usahanya, semakin repot, semakin besar juga uang yang masuk ke kantong kita, sepadan dengan pengorbanan yang dilakukan. Betul kan? Kalau di koperasi, semakin besar koperasinya, semakin repot, belum tentu uang yang masuk ke kantong tambah besar nilainya, atau setidaknya tidak proporsional antara imbalan yang didapat dari mengurus koperasi dengan perkembangan koperasi itu sendiri.
Contoh kasus; Koperasi sebelum menjadi besar, SHU nya baru 100 juta, pengurus diberi jatah 5% dari SHU, atau sebesar 5 juta. Menurut anggota 'nilai segitu ya wajar buat mengurus koperasi selama satu tahun'. Lalu beberapa tahun kemudian pengurus berhasil mengelola koperasinya sedemikian rupa hingga SHU nya mencapai 1 milyar, pengurus dapat 50 juta dong, 5% dari SHU! Belum tentu. Ternyata anggota berpendapat 'masa ngurus koperasi segitu doang dapet 50 juta, gede amat!', tidak rela orang lain mendapat bagian besar. Padahal mengurus koperasi tidak 'segitu doang'. Banyak resiko, tanggung jawab, beban amanah yang harus ditanggung. Akhirnya jatah pengurus 5% dikorting menjadi 2,5% dalam rapat anggota, macam zakat untuk fakir miskin saja. Akibatnya pengurus tadi kapok membesarkan koperasi. Kerja cape-cape, repot-repot, pas berhasil malah penghasilannya dipotong.
Ini berlaku juga untuk pengelola koperasi, dimana penghasilan manajer koperasi skala menengah bisa kalah dengan penghasilan staf di perusahaan skala besar. Permasalahannya ada pada ketimpangan antara tanggung jawab, tugas, beban kerja; dan penghasilan yang didapatkan oleh mereka yang mengurus dan mengelola koperasi. Bagaimana Anda mau mendapatkan manajer profesional jika Anda hanya mau mengeluarkan uang kurang dari 100 juta per tahun? Bagaimana Anda mau pengurus serius mengembangkan koperasi, jika setelah koperasi berkembang, jatah SHU untuk pengurus justru diturunkan?
Jadi jika Anda sebagai anggota koperasi, jangan pelit-pelit memberikan kompensasi yang memadai untuk pengurus dan pengelola koperasi atas jasanya membesarkan koperasi. Jika Anda pengurus dan pengelola, maka tugas Anda lah untuk melakukan pendidikan kepada anggota. Membuat anggota melihat berapa kompensasi wajar yang pantas diberikan untuk mengurus dan mengelola koperasi. Mengajak anggota untuk melihat pengelolaan koperasi yang selama ini dianggap 'segitu doang'.
sumber: www.konsultankoperasi.com
Maju Koperasi Indonesia.

Diubah oleh Rizkiabachtiar 12-09-2015 23:27
0
1K
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan