- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Suryadharma: Lebih Mudah Pimpin Pasukan Militer Dibanding Urus Haji


TS
ketek..basah
Suryadharma: Lebih Mudah Pimpin Pasukan Militer Dibanding Urus Haji
Quote:
akarta - Suryadharma Ali kecewa berat didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji semasa dirinya menjabat Menteri Agama. Sambil membeberkan rumitnya pelaksanaan penyelenggaraan haji, Suryadharma mengklaim tidak pernah melakukan penyimpangan.
"Melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji sebanyak 194 ribu jemaah reguler yang ditangani langsung oleh pemerintah, sungguh tidak mudah. Ini adalah tugas yang paling berat dibanding tugas-tugas lainnya sebagai Menteri Agama," ujar Suryadharma membacakan nota keberatan (eksepsi) dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (7/9/2015).
Di tengah kritik soal penyelenggaran ibadah haji, Suryadharma pernah memaparkan kesulitannya mengelola penyelenggaraan ibadah haji dalam rapat kabinet terbatas yang dipimpin presiden saat itu Susilo Bambang Yudhoyono.
"Saya menjelaskan lebih mudah memimpin dan menggerakan pasukan militer dibanding dengan menggerakan jemaah haji," sebutnya.
Ada sejumlah alasan yang dikemukakan Suryadharma soal beda pengelolaan pasukan militer dan jemaah haji mulai dari usia, kesehatan, hingga jenjang pendidikan.
"Dari segi kesehatan di militer terjaga, sedangkan haji kesehatan dari yang prima sampai pakai kursi roda, pakai tongkat sampai dengan jamaah haji dengan kesehatan risiko tinggi ada dalam jumlah yang tidak sedikit," tuturnya.
"Di militer logistiknya sama, sedangkan jemaah haji mereka bawa logistik berbeda, ada kompor, gunting, botol minyak, botol kecap sampai ikan asin," kata Suryadharma.
Selanjutnya Suryadharma menyatakan keberatan dengan dakwaan yang menyebut dirinya mengakomodir permintaan Komisi VIII DPR periode 2009-2014 mengenai penyelenggaraan ibadah haji seperti Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, penyewaan pemondokan, pemanfaatan sisa kuota haji nasional.
Dengan alasan punya hubungan buruk dengan Komisi VIII, Suryadharma membantah menuruti keinginan para politikus di Senayan. "Saya tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan Komisi VIII, hubungan kami buruk, bisa dilihat dari dokumen transkrip rekaman rapat kerja Komisi VIII," sambungnya.
Bahkan Suryadharma menyeret satu nama yakni Abdul Kadir Karding soal dugaan adanya permintaan kompensasi untuk ketok palu persetujuan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Karena urusan biaya haji terkatung-katung, Suryadharma yang saat itu masih menjabat Ketum PPP langsung mengadu ke koalisi.
"Oleh penuntut umum saya didakwa mengakomodir keinginan Komisi VIII yang menguntungkan orang lain dan korporasi, sekali lagi hubungan saya buruk (dengan Komisi VIII) karena saya tidak bisa diajak berkompromi," tegas Suryadharma yang sudah dua kali meminta izin meneguk air minum di sela pembacaan eksepsi.
Dalam eksepsinya, Suryadharma menuding nuansa politis dalam penetapan dirinya sebagai tersangka pada Mei 2014. "22 Mei 2014 terbit sprindik penetapan tersangka, yang dikembangkan jadi tahun 2010-2011. Penetapan saya sebagai tersangka adalah pada saat agenda politik nasional sedang padat-padatnya," tuturnya.
Sekitar 3,5 bulan sebelum sprindik status tersangka diterbitkan, Suryadharma mengaku pernah mendapat bocoran informasi dari pengurus PPP yang kini jadi anggota Wantimpres Suharso Monoarfa soal bakal adanya pejabat tinggi Kemenag jadi tersangka.
"KPK sekarang ditetapkan tersangka lalu alat buktinya dicari-cari. Jelas masalah politik tidak bisa dipisahkan atas penetapan saya sebagai tersangka," ujar Suryadharma.
Suryadharma didakwa melakukan tindak pidana korupsi pada pengurusan ibadah haji termasuk menyelewengkan dana operasional menteri (DOM) yang bersumber dari APBN. Suryadharma didakwa memperkaya diri sebesar Rp 1,8 miliar dari DOM untuk kepentingan pribadi.
Sejumlah penyimpangan seperti penunjukan petugas haji, penyewaan pemondokan jamaah haji, pengangkatan petugas pendamping Amirul Hajj serta memanfaatkan sisa kuota haji nasional telah merugikan keuangan negara Rp 27.283.090.068 dan 17.967.405 Saudi Riyal.
Perbuatan Suryadharma diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP.
sumur
"Melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji sebanyak 194 ribu jemaah reguler yang ditangani langsung oleh pemerintah, sungguh tidak mudah. Ini adalah tugas yang paling berat dibanding tugas-tugas lainnya sebagai Menteri Agama," ujar Suryadharma membacakan nota keberatan (eksepsi) dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (7/9/2015).
Di tengah kritik soal penyelenggaran ibadah haji, Suryadharma pernah memaparkan kesulitannya mengelola penyelenggaraan ibadah haji dalam rapat kabinet terbatas yang dipimpin presiden saat itu Susilo Bambang Yudhoyono.
"Saya menjelaskan lebih mudah memimpin dan menggerakan pasukan militer dibanding dengan menggerakan jemaah haji," sebutnya.
Ada sejumlah alasan yang dikemukakan Suryadharma soal beda pengelolaan pasukan militer dan jemaah haji mulai dari usia, kesehatan, hingga jenjang pendidikan.
"Dari segi kesehatan di militer terjaga, sedangkan haji kesehatan dari yang prima sampai pakai kursi roda, pakai tongkat sampai dengan jamaah haji dengan kesehatan risiko tinggi ada dalam jumlah yang tidak sedikit," tuturnya.
"Di militer logistiknya sama, sedangkan jemaah haji mereka bawa logistik berbeda, ada kompor, gunting, botol minyak, botol kecap sampai ikan asin," kata Suryadharma.
Selanjutnya Suryadharma menyatakan keberatan dengan dakwaan yang menyebut dirinya mengakomodir permintaan Komisi VIII DPR periode 2009-2014 mengenai penyelenggaraan ibadah haji seperti Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, penyewaan pemondokan, pemanfaatan sisa kuota haji nasional.
Dengan alasan punya hubungan buruk dengan Komisi VIII, Suryadharma membantah menuruti keinginan para politikus di Senayan. "Saya tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan Komisi VIII, hubungan kami buruk, bisa dilihat dari dokumen transkrip rekaman rapat kerja Komisi VIII," sambungnya.
Bahkan Suryadharma menyeret satu nama yakni Abdul Kadir Karding soal dugaan adanya permintaan kompensasi untuk ketok palu persetujuan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Karena urusan biaya haji terkatung-katung, Suryadharma yang saat itu masih menjabat Ketum PPP langsung mengadu ke koalisi.
"Oleh penuntut umum saya didakwa mengakomodir keinginan Komisi VIII yang menguntungkan orang lain dan korporasi, sekali lagi hubungan saya buruk (dengan Komisi VIII) karena saya tidak bisa diajak berkompromi," tegas Suryadharma yang sudah dua kali meminta izin meneguk air minum di sela pembacaan eksepsi.
Dalam eksepsinya, Suryadharma menuding nuansa politis dalam penetapan dirinya sebagai tersangka pada Mei 2014. "22 Mei 2014 terbit sprindik penetapan tersangka, yang dikembangkan jadi tahun 2010-2011. Penetapan saya sebagai tersangka adalah pada saat agenda politik nasional sedang padat-padatnya," tuturnya.
Sekitar 3,5 bulan sebelum sprindik status tersangka diterbitkan, Suryadharma mengaku pernah mendapat bocoran informasi dari pengurus PPP yang kini jadi anggota Wantimpres Suharso Monoarfa soal bakal adanya pejabat tinggi Kemenag jadi tersangka.
"KPK sekarang ditetapkan tersangka lalu alat buktinya dicari-cari. Jelas masalah politik tidak bisa dipisahkan atas penetapan saya sebagai tersangka," ujar Suryadharma.
Suryadharma didakwa melakukan tindak pidana korupsi pada pengurusan ibadah haji termasuk menyelewengkan dana operasional menteri (DOM) yang bersumber dari APBN. Suryadharma didakwa memperkaya diri sebesar Rp 1,8 miliar dari DOM untuk kepentingan pribadi.
Sejumlah penyimpangan seperti penunjukan petugas haji, penyewaan pemondokan jamaah haji, pengangkatan petugas pendamping Amirul Hajj serta memanfaatkan sisa kuota haji nasional telah merugikan keuangan negara Rp 27.283.090.068 dan 17.967.405 Saudi Riyal.
Perbuatan Suryadharma diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP.
sumur
0
1.2K
Kutip
16
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan