Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

siluetAvatar border
TS
siluet
faisal basri, erry riana percaya dgn lino
Perseteruan antara buruh Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino belum menemukan titik damai.

Hingga kini, serikat pekerja JICT tetap tidak ingin ada perpanjangan konsesi Hutchison Port Holdings (HPH), karena JICT dinilai sudah mandiri dan ingin menjunjung tinggi nasionalisme.

Menanggapi hal tersebut, RJ Lino mengaku heran dengan sikap para buruh. Pasalnya, gaji pegawai JICT sudah dinilai sangat besar, apalagi, kata Lino, gaji senior manager JICT sama dengannya.

"Gaji senior manager-nya aja sama kayak saya, Rp 100 juta, kok masih demo," ujar Lino di Kementerian BUMN, Senin (27/7/2015).

Lino menantang para pegawai JICT untuk menurunkan gaji mereka. Lino menilai, demo serikat pekerja JICT bertentangan dengan gaji yang mereka dapatkan sekarang.

"Katanya nasionalisme. Coba gaji mereka mau enggak diturunkan," ungkap Lino.

Sebelumnya diberitakan, para pegawai JICT menuntut penolakan perpanjangan konsesi kepada perusahaan asing asal Hongkong, HPH, oleh PT Pelabuhan Indonesia II (Persero).

Menurut penilaian serikat pekerja, perpanjangan konsesi tidak terbuka dan menguntungkan RJ Lino saja. (Adiatmaputra Fajar Pratama)

TEMPO.CO, Jakarta - Komite pengawas (oversight committee) menilai pelaksanaan tender pemberian konsesi PT Jakarta International Container Terminal (JICT) ke Hutchison Port Holding sudah melalui proses yang transparan dan akuntabel. Perpanjangan konsesi HPH sebagai operator JICT juga dianggap lebih menguntungkan PT Pelindo II.

"Kami tidak membela siapa pun. Kami hanya melihat aspek pengadaan dan prospek bisnis ke depannya," ujar Ketua Komite Erry Riana Hardjapamekas, Senin, 10 Agustus 2015.

Komite ini dibentuk pada 1 Februari 2013 melalui arahan Wakil Presiden Boediono. Selain Erry, tim ini beranggotakan analis finansial Lin Che Wai, ekonom Faisal Basri, Ketua Dewan Pengurus Transparansi Internasional Indonesia Natalia Soebagjo, dan pengacara senior Ahmad Fikri Assegaf. Komite bertugas mengawasi proses tender JICT dan pembangunan proyek Terminal Kalibaru.

Sebelumnya Serikat Pekerja JICT menolak perpanjangan konsesi lantaran prosesnya dilakukan tanpa melalui persetujuan Kementerian Perhubungan dan tidak dilakukan melalui lelang, sebagaimana diwajibkan dalam UU Pelayaran. Perpanjangan juga dinilai merugikan negara lantaran pemberian 49 persen saham JICT ke HPH hanya dihargai US$ 215 juta, atau lebih murah dari hasil perhitungan LSM Financial Research Institute, sebesar US$ 854 juta.





Argumen serikat itu ditampik Komite. Menurut Erry, pada waktu itu PT Pelindo II sudah melakukan penawaran terbuka, sebagaimana rekomendasi Komite. Namun ternyata, lelang tersebut sepi penawar. Sehingga perseroan melanjutkan proses ke penawaran langsung ke empat perusahaan operator lain melalui mekanisme penawaran langsung berskema right to match.

Skema ini mensyaratkan penawar harus membandingkan proposal penawaran mereka dengan pengajuan serta harga yang diajukan HPH. Namun, kata Erry, keempat perusahaan tersebut, yakni DP World, APM Terminal, PSA, dan China Merchant Holdings, tidak sanggup menyaingi proposal HPH.

"Mereka menyatakan ketidaksanggupan secara tertulis. Bahkan mereka mengatakan penawaran oleh HPH lebih menguntungkan Pelindo," Erry berujar.

Namun mantan Wakil Ketua KPK ini mengakui hasil penawaran langsung tidak dipublikasikan. Publikasi proses itu dikhawatirkan justru berdampak buruk pada kelangsungan bisnis Pelindo nantinya.

Pada kesempatan yang sama, anggota komite yang juga analis finansial, Lin Che Wei, mengatakan PT Pelindo dipastikan mendapat keuntungan dengan kontrak baru ini. Pasalnya, kepemilikan saham Pelindo di JICT kini lebih besar. Selain itu, HPH juga dianggap layak mengoperasikan JICT karena sudah mengenal medan operasional.

"Pengalaman ini membuat perhitungan HPH terhadap JICT lebih akurat," katanya.

Pun, dalam kelangsungan bisnis, HPH hanya perlu melanjutkan operasional dengan fasilitas mereka yang sudah ada. Sebaliknya bila diserahkan ke operator lain, perlu masa penyesuaian dan uji coba sehingga pendapatan perseroan justru bisa berkurang.

"Kita ini harus kasih signal ke investor, kalo operasionalnya baik, kita welcome untuk diperpanjang. Kalau respon kita sebaliknya, Indonesia bisa dianggap tidak menghargai investasi yang baik," kata Lin.

ROBBY IRFANY

0
860
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan