Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

siluetAvatar border
TS
siluet
biang kerok gaduh buwas, si buwas ketipu
Jakarta - Komite Pengawas (Oversight Commitee) PT Pelabuhan Indonesia II menyayangkan aksi penolakan yang dilakukan Serikat Pekerja (SP) Jakarta International Container Terminal (JICT) terkait perpanjangan kerjasama layanan antara PT Pelindo II dan Hutchison Port Holding (HPH) terkait pengelolaan terminal di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Ketua Komite Pengawas Erry Riyana Hardjapamekas menilai masalah tersebut seharusnya bisa diselesaikan dengan kepala dingin.

"Kalau JICT berkomunikasi dengan Pelindo II jangan bikin gerakan menang sendiri. Kalau duduk bersama bisa diselesaikan," kata dia di Jakarta, Senin (10/8/2015).

Dia pun mempertanyakan penolakan perpanjangan kerjasama tersebut dengan beberapa alasan. Pertama SP dinilai tidak memiliki hak atau kewajiban menilai kebijakan perusahaan, kecuali memang ditemukan bukti penyimpangan.

"Cara yang anarkis seperti itu harus kita persoalkan dengan catatan. Apakah SP punya kewenangan untuk mempertanyakan kepatuhan hukum sebuah lembaga," terang dia.

Lalu, dia mengatakan dalam pertemuan yang dilakukan komite dan SP JICT pada 5 Februari 2014, perwakilan karyawan menyatakan dukungan akan perpanjangan kerjasama tersebut. Bahkan pada saat itu SP khawatir bila tak lagi di bawah Hutschison maka kesejahteraan mereka akan berkurang.

Tak berhenti di sana, bahkan kompensasi yang diterima pekerja JICT di atas pekerja pelabuhan lain. Dia mencontohkan, pendapatan operator crane petikemas dengan ijazah lulusan sekolah menengah minimum Rp 21 juta per bulan.

"Kami agak kaget kok tiba-tiba ada mogok yang sifatnya anarkis, mematikan operasi perusahaan dengan alasan yang dulu sebaliknya. Mereka justru jangan sampai tidak diperpanjang," jelasnya.

Dia pun meminta agar pemerintah segera menyelesaikan masalah tersebut. Mengingat, persoalan ini menyangkut kepentingan publik.

"Pelindo II itu strategis, karena menyangkut kepentingan publik dan secara nggak langsung kepentingan negara. Jadi kami nggak membela siapa-siapa," tandas dia. (Amd/Nrm)


Serikat Pekerja Jakarta Internasional Container Terminal (JICT) menolak perpanjangan konsesi perusahaan peti kemas terbesar di Indonesia itu kepada perusahaan asal Hong Kong Hutchison Port Holdings (HPH) hingga 2039. Penolakan tersebut dilandasi rasa kecewa terhadap Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino yang dianggap mengobral aset negara dengan nilai konsesi US$ 265 juta.

Lino begitu panggilan akrabnya mengklarifikasi hal tersebut kepada wartawan di kantor Kemenko Bidang Perekonomian. Dia justru melemparkan kesalahan ke serikat pekerja JICT yang kerap berdemo di pelabuhan.

"Jangan bela orang-orang yang selalu bicara nasionalis, tapi selalu melakukan sabotase. Mematikan listrik, sistem IT disetop, apa itu nasionalis? Orang yang sabotase memberhentikan pelayanan kok dibelain sebagai pahlawan," ketus dia di Jakarta, Kamis (6/8/2015).

Terkait nilai penjualan atau konsesi perpanjangan JICT ke HPH senilai US$ 265 juta atau sekira Rp 3,58 triliun (asumsi kurs Rp 13.541 per dolar AS), Lino mengklaim, itu angka yang sangat baik untuk Indonesia.

"Itu nilai yang sangat baik bagi Indonesia. Saya bisa buktikan itu. Jadi kalau bicara (memperdebatkan) nilai penjualan, hanya orang yang mencari persoalan saja. Ini orang-orang yang sabotase aset negara, karena orang yang sabotase aset negara hukumannya 20 tahun, jadi mereka cari cara," tegas Lino.

Terkait penurunan nilai penjualan di dokumen Perjanjian Perubahan Terhadap Amandemen Perjanjian Pemberian Kuasa pada 5 Agustus 2014, Lino kembali membela diri. Padahal dalam perjanjian tersebut, tidak ada angka US$ 265 juta melainkan nilai US$ 215 juta sebagai angka perpanjangan konsesi.

"Nilai itu dibikin Deutsche Bank (DB), perusahaan yang tidak bisa disogok. Saya bilang nilainya sekian, itu tidak bisa. Kalau merugikan negara, berarti Deutsche Bank yang salah tapi tidak mungkin mereka salah. Mereka itu sangat profesional menilai suatu aset," jelas dia.

Setelah mendapat nilai valuasi aset dari Deutsche Bank, sambungnya, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan hal yang sama. Kemudian Pelindo II melelang kembali penawaran konsesi JICT kepada perusahaan, selain HPH.

"BPKP menilai lagi, nilainya wajar tidak. Lalu kita lelang lagi ke selain Hutchison. Tapi semua orang tidak berani dengan penawaran yang HPH beri. Itu artinya apa? Angka itu adalah penawaran yang sangat baik untuk Indonesia," terang Lino. (Fik/Ahm)
Perseteruan antara buruh Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino belum menemukan titik damai.

Hingga kini, serikat pekerja JICT tetap tidak ingin ada perpanjangan konsesi Hutchison Port Holdings (HPH), karena JICT dinilai sudah mandiri dan ingin menjunjung tinggi nasionalisme.

Menanggapi hal tersebut, RJ Lino mengaku heran dengan sikap para buruh. Pasalnya, gaji pegawai JICT sudah dinilai sangat besar, apalagi, kata Lino, gaji senior manager JICT sama dengannya.

"Gaji senior manager-nya aja sama kayak saya, Rp 100 juta, kok masih demo," ujar Lino di Kementerian BUMN, Senin (27/7/2015).

Lino menantang para pegawai JICT untuk menurunkan gaji mereka. Lino menilai, demo serikat pekerja JICT bertentangan dengan gaji yang mereka dapatkan sekarang.

"Katanya nasionalisme. Coba gaji mereka mau enggak diturunkan," ungkap Lino.

Sebelumnya diberitakan, para pegawai JICT menuntut penolakan perpanjangan konsesi kepada perusahaan asing asal Hongkong, HPH, oleh PT Pelabuhan Indonesia II (Persero).

Menurut penilaian serikat pekerja, perpanjangan konsesi tidak terbuka dan menguntungkan RJ Lino saja. (Adiatmaputra Fajar Pratama)

0
1.6K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan