- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
[Parasit] Warga Kampung Pulo Tolak Menyerah, Ahok Bongkar Rahasia
TS
daimond25
[Parasit] Warga Kampung Pulo Tolak Menyerah, Ahok Bongkar Rahasia
TEMPO.CO , Jakarta - Ketua Lembaga Musyawarah Kelurahan Muhammad Halili menyatakan pihaknya belum menyerah terkait rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan menggusur rumah mereka. Halili mengatakan proses hukum masih akan berjalan.
"Silakan lanjutkan proses eksekusi, kami akan membiarkan. Tapi kami belum menyerah, akan kami tempuh jalur hukum sesuai anjuran Pak Kapolres," kata Halili dihadapan Kapolres Jakarta Timur Umar Faroq, Kamis, 20 Agustus 2015.
Halili mengaku pihaknya tidak bisa menghentikan eksekusi ini. Ia berpendapat eksekusi melanggar hukum karena proses hukum masih berjalan untuk menetapkan status Kampung Pulo. "Warga kaget akan eksekusi ini, karena surat SP3 sendiri belum keluar."
Kepala Kepolisian Resor Jakarta Timur Komisaris Besar Umar Farouq menyarankan agar warga Kampung Pulo segera menempati rumah susun yang sudah disediakan oleh Pemerintah DKI Jakarta. Ia menilai permukiman Kampung Pulo sudah tidak layak huni.
"Kawasan ini sudah tidak layak huni baik dari segi kesehatan atau keamanan. Pemprov sudah menyediakan rumah susun, silakan ditempati. Sebagian warga bahkan sudah tinggal di sana," ujar Umar.
Penggusuran di Kampung Pulo yang terjadi tadi pagi berlangsung ricuh karena sebagian warga yang bertahan di lokasi itu menolak pindah. Warga menolak digusur karena mereka mengaku tidak mendapat uang kerahiman dari Pemprov DKI Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Basuk Tjahaja Purnama alias Ahok membeberkan sejumlah fakat di balik relokasi warga Kampung Pulo. Menurut Ahok, tarik ulur relokasi warga Kampung Pulo menghasilkan banyak drama. Sosialisasi sudah dilakukan sejak tahun lalu.
Ahok menegaskan, seharusnya warga sudah menempati Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat di Jakarta Timur yang sudah disediakan oleh Pemerintah DKI. "Bantuan ini sudah seperti sinetron," kata dia di Balai Kota, Kamis, 20 Agustus 2015.
Ahok mengatakan, warga meminta lokasi rumah susun yang dekat dengan tempat tinggal mereka. Pemerintah DKI Jakarta lalu mengorbankan gedung teknis Suku Dinas Pekerjaan Umum Jakarta Timur sebagai lokasi pembangunan rumah susun.
Semula, Ahok mengatakan warga sepakat untuk pindah ke rumah susun yang masing-masing unit berisi dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan dapur. Namun, belakangan beberapa orang dari mereka menolak setelah Pemerintah DKI mewajibkan warga mengubah alamat di KTP.
Menurut Ahok, Pemerintah DKI meminta warga Kampung Pulo mengubah alamat pada Kartu Tanda Penduduk mereka sesuai dengan alamat rumah susun. Kebijakan ini dibuat untuk mencegah warga menjual kembali unit rumah susun yang sudah mereka terima.
Ahok menduga kasus penjualan unit seperti di Rumah Susun Sederhana Sewa Marunda bakal terulang lantaran lokasi Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat strategis. Ahok mengatakan warga meminta Pemerintah DKI Jakarta menunda relokasi tersebut.
Penundaan itu berakibat warga tetap dilanda banjir setiap musim hujan. Beberapa warga kerap menjadikan banjir sebagai sarana menarik simpati orang lain. Padahal, warga hanya dikutip Rp 10 ribu per hari untuk biaya pemeliharaan rumah susun. Sisanya disubsidi Pemerintah DKI.
"Kami sudah penuhi janji dan permintaan mereka," ujar Ahok. Warga yang menolak pindah ke rumah susun adalah pemilik dua atau lebih kontrakan di tepi Sungai Ciliwung. Sedangkan pindah ke rumah susun berarti hanya akan memperoleh satu unit.
Menurut Ahok, warga pemilik kontrakan ini juga yang menuntut ganti rugi meski bangunannya berdiri di atas lahan negara. Ganti rugi tak bisa dibayarkan lantaran tak memiliki dasar hukum. Warga hanya bisa menunjukkan bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan yang tak tergolong bukti kepemilikan. "Tak ada alokasi mata anggaran ganti rugi."
LINDA HAIRANI | NIBRAS NADA NAILUFAR (MAGANG)
metro.tempo.co/read/news/2015/08/21/083693794/warga-kampung-pulo-tolak-menyerah-ahok-bongkar-rahasia
"Silakan lanjutkan proses eksekusi, kami akan membiarkan. Tapi kami belum menyerah, akan kami tempuh jalur hukum sesuai anjuran Pak Kapolres," kata Halili dihadapan Kapolres Jakarta Timur Umar Faroq, Kamis, 20 Agustus 2015.
Halili mengaku pihaknya tidak bisa menghentikan eksekusi ini. Ia berpendapat eksekusi melanggar hukum karena proses hukum masih berjalan untuk menetapkan status Kampung Pulo. "Warga kaget akan eksekusi ini, karena surat SP3 sendiri belum keluar."
Kepala Kepolisian Resor Jakarta Timur Komisaris Besar Umar Farouq menyarankan agar warga Kampung Pulo segera menempati rumah susun yang sudah disediakan oleh Pemerintah DKI Jakarta. Ia menilai permukiman Kampung Pulo sudah tidak layak huni.
"Kawasan ini sudah tidak layak huni baik dari segi kesehatan atau keamanan. Pemprov sudah menyediakan rumah susun, silakan ditempati. Sebagian warga bahkan sudah tinggal di sana," ujar Umar.
Penggusuran di Kampung Pulo yang terjadi tadi pagi berlangsung ricuh karena sebagian warga yang bertahan di lokasi itu menolak pindah. Warga menolak digusur karena mereka mengaku tidak mendapat uang kerahiman dari Pemprov DKI Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Basuk Tjahaja Purnama alias Ahok membeberkan sejumlah fakat di balik relokasi warga Kampung Pulo. Menurut Ahok, tarik ulur relokasi warga Kampung Pulo menghasilkan banyak drama. Sosialisasi sudah dilakukan sejak tahun lalu.
Ahok menegaskan, seharusnya warga sudah menempati Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat di Jakarta Timur yang sudah disediakan oleh Pemerintah DKI. "Bantuan ini sudah seperti sinetron," kata dia di Balai Kota, Kamis, 20 Agustus 2015.
Ahok mengatakan, warga meminta lokasi rumah susun yang dekat dengan tempat tinggal mereka. Pemerintah DKI Jakarta lalu mengorbankan gedung teknis Suku Dinas Pekerjaan Umum Jakarta Timur sebagai lokasi pembangunan rumah susun.
Semula, Ahok mengatakan warga sepakat untuk pindah ke rumah susun yang masing-masing unit berisi dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan dapur. Namun, belakangan beberapa orang dari mereka menolak setelah Pemerintah DKI mewajibkan warga mengubah alamat di KTP.
Menurut Ahok, Pemerintah DKI meminta warga Kampung Pulo mengubah alamat pada Kartu Tanda Penduduk mereka sesuai dengan alamat rumah susun. Kebijakan ini dibuat untuk mencegah warga menjual kembali unit rumah susun yang sudah mereka terima.
Ahok menduga kasus penjualan unit seperti di Rumah Susun Sederhana Sewa Marunda bakal terulang lantaran lokasi Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat strategis. Ahok mengatakan warga meminta Pemerintah DKI Jakarta menunda relokasi tersebut.
Penundaan itu berakibat warga tetap dilanda banjir setiap musim hujan. Beberapa warga kerap menjadikan banjir sebagai sarana menarik simpati orang lain. Padahal, warga hanya dikutip Rp 10 ribu per hari untuk biaya pemeliharaan rumah susun. Sisanya disubsidi Pemerintah DKI.
"Kami sudah penuhi janji dan permintaan mereka," ujar Ahok. Warga yang menolak pindah ke rumah susun adalah pemilik dua atau lebih kontrakan di tepi Sungai Ciliwung. Sedangkan pindah ke rumah susun berarti hanya akan memperoleh satu unit.
Menurut Ahok, warga pemilik kontrakan ini juga yang menuntut ganti rugi meski bangunannya berdiri di atas lahan negara. Ganti rugi tak bisa dibayarkan lantaran tak memiliki dasar hukum. Warga hanya bisa menunjukkan bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan yang tak tergolong bukti kepemilikan. "Tak ada alokasi mata anggaran ganti rugi."
LINDA HAIRANI | NIBRAS NADA NAILUFAR (MAGANG)
metro.tempo.co/read/news/2015/08/21/083693794/warga-kampung-pulo-tolak-menyerah-ahok-bongkar-rahasia
0
5.2K
50
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan