- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
[wahabi nyusup] Peserta Gelap dan Tudingan Intimidasi Warnai Muktamar NU


TS
t0bing
[wahabi nyusup] Peserta Gelap dan Tudingan Intimidasi Warnai Muktamar NU
TEMPO.CO, Jombang - Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 di Jombang, Jawa Timur, 1-5 Agustus 2015, diwarnai munculnya peserta gelap dan tudingan intimidasi. Dua masalah ini telah mengundurkan jadwal sidang pembahasan tata tertib hingga lebih dari lima jam, dan kian memanaskan persaingan pemilihan Rais Aam serta Ketua Umum Pengurus Besar NU yang akan digelar Selasa besok.
Para peserta gelap itu memegang kartu anggota muktamar yang bukan diterbitkan oleh panitia. Munculnya kartu yang mirip kartu asli itu membuat panitia terpaksa mendaftar secara manual. Ada 400 cabang, dengan satu suara setiap cabang, yang harus diverifikasi ulang. “Banyak peserta yang sudah memiliki kartu padahal belum kami bagi,” kata Ketua Panitia Imam Aziz, Minggu 2 Agustus 2015.
Kandidat Ketua Umum PBNU KH Salahudin Wahid menyatakan munculnya peserta gelap itu membuktikan adanya penyusup, yang ia duga dari partai politik. “Jelas sekali banyak kepentingan parpol yang bermain dan cari untung di NU,” ujar Gus Solah.
Gus Solah akan bersaing dengan inkumben Said Aqil Siroj, Wakil Ketua Umum PBNU As’ad Said Ali, dan mantan Ketua NU Jawa Tengah Muhammad Adnan menjadi Ketua Umum Tanfidziyah NU. Gus Solah sempat diisukan mundur, namun ia membantah.
Sedangkan praktek intimidasi dikeluhkan oleh Khotib Syuriah Pengurus Cabang NU Grobogan, Jawa Tengah, KH Mohamad Baihaqi; dan mantan Ketua PBNU (1999-2010), Andi Jamaro Dulung. Menurut Baihaqi, panitia pendaftaran menanyakan kesediaan peserta mengikuti proses pemilihan Rais Aam melalui metode ahlul halli wal ‘aqdi (Ahwa) alias musyawarah untuk mufakat, bukan pemungutan suara.
Bagi yang setuju atau menyerahkan formulir Ahwa, kata Andi, mendapat kartu dengan barcode. Yang tak menyerahkan formulir Ahwa diberi kartu tanpa ada barcode. Baihaqi menambahkan, bagi peserta yang tak setuju, pengurusan kartunya akan diulur. Sikap panitia itu baru berhenti ketika sebagian besar peserta ramai-ramai memprotes.
Ketua Steering Committee Muktamar, Slamet Effendi Yusuf, menampik perbedaan perlakuan tersebut. “Pendaftaran itu tak didasari ada atau tidak adanya daftar tentang Ahwa yang mereka bawa.”
Adapun Ketua Panitia Daerah Muktamar Syaifullah Yusuf berjanji membereskan kekisruhan peserta itu. Dia memastikan tak ada kemarahan ataupun intrik politik di kalangan muktamirin. “Semua peserta santai kok, tidak ada yang marah,” tuturnya.
Calon Ketua Umum PBNU As’ad Ali mengaku tak tahu adanya intimidasi dari panitia kepada peserta akibat perdebatan soal Ahwa. “Saya justru tahu dari pertanyaan-pertanyaan wartawan,” ujar As’ad.
Sabtu lalu, Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama, Khofifah Indar Parawansa, menilai terlalu dipaksakan bila sistem Ahwa diputuskan dan diberlakukan saat ini pula. “Saya tak menolak, tapi sistem ini perlu proses panjang dan mendalam.”
Para peserta gelap itu memegang kartu anggota muktamar yang bukan diterbitkan oleh panitia. Munculnya kartu yang mirip kartu asli itu membuat panitia terpaksa mendaftar secara manual. Ada 400 cabang, dengan satu suara setiap cabang, yang harus diverifikasi ulang. “Banyak peserta yang sudah memiliki kartu padahal belum kami bagi,” kata Ketua Panitia Imam Aziz, Minggu 2 Agustus 2015.
Kandidat Ketua Umum PBNU KH Salahudin Wahid menyatakan munculnya peserta gelap itu membuktikan adanya penyusup, yang ia duga dari partai politik. “Jelas sekali banyak kepentingan parpol yang bermain dan cari untung di NU,” ujar Gus Solah.
Gus Solah akan bersaing dengan inkumben Said Aqil Siroj, Wakil Ketua Umum PBNU As’ad Said Ali, dan mantan Ketua NU Jawa Tengah Muhammad Adnan menjadi Ketua Umum Tanfidziyah NU. Gus Solah sempat diisukan mundur, namun ia membantah.
Sedangkan praktek intimidasi dikeluhkan oleh Khotib Syuriah Pengurus Cabang NU Grobogan, Jawa Tengah, KH Mohamad Baihaqi; dan mantan Ketua PBNU (1999-2010), Andi Jamaro Dulung. Menurut Baihaqi, panitia pendaftaran menanyakan kesediaan peserta mengikuti proses pemilihan Rais Aam melalui metode ahlul halli wal ‘aqdi (Ahwa) alias musyawarah untuk mufakat, bukan pemungutan suara.
Bagi yang setuju atau menyerahkan formulir Ahwa, kata Andi, mendapat kartu dengan barcode. Yang tak menyerahkan formulir Ahwa diberi kartu tanpa ada barcode. Baihaqi menambahkan, bagi peserta yang tak setuju, pengurusan kartunya akan diulur. Sikap panitia itu baru berhenti ketika sebagian besar peserta ramai-ramai memprotes.
Ketua Steering Committee Muktamar, Slamet Effendi Yusuf, menampik perbedaan perlakuan tersebut. “Pendaftaran itu tak didasari ada atau tidak adanya daftar tentang Ahwa yang mereka bawa.”
Adapun Ketua Panitia Daerah Muktamar Syaifullah Yusuf berjanji membereskan kekisruhan peserta itu. Dia memastikan tak ada kemarahan ataupun intrik politik di kalangan muktamirin. “Semua peserta santai kok, tidak ada yang marah,” tuturnya.
Calon Ketua Umum PBNU As’ad Ali mengaku tak tahu adanya intimidasi dari panitia kepada peserta akibat perdebatan soal Ahwa. “Saya justru tahu dari pertanyaan-pertanyaan wartawan,” ujar As’ad.
Sabtu lalu, Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama, Khofifah Indar Parawansa, menilai terlalu dipaksakan bila sistem Ahwa diputuskan dan diberlakukan saat ini pula. “Saya tak menolak, tapi sistem ini perlu proses panjang dan mendalam.”
Spoiler for sumur:
0
1.1K
8


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan