Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mahadewakuntiAvatar border
TS
mahadewakunti
Penganut Parmalim dan Ugamo Bangso Batak masih alami diskriminasi dari pemerintah
Penganut Parmalim dan Ugamo Bangso Batak masih alami diskriminasi dari pemerintah

Jumat, 3 Juli 2015 | 09:42:28




SMSN / Dialog Publik “Mewujudkan Pemenuhan Hak-Hak Konstitusi Penganut Agama Leluhur dan Agama Minoritas Lainnya Sebagai Bagian Warga Negara di Sumatera Utara ” Medan, 2 Kamis 2015.


Di Sumatera Utara keberadaan kelompok agama minoritas dan aliran kepercayaan masih belum terpenuhi hak-hak dasarnya. Berbagai diskriminasi, kekerasan dan inklusi sosial diterima oleh kelompok tersebut, baik dari masyarakat dan juga pemerintah.


Berpijak pada hal tersebut, sejak Maret s/d April 2015 lalu, Aliansi Sumut Bersatu (organisasi masyarakat sipil atau LSM), telah melakukan assesment serta live-in di 2 komunitas pengahayat kepercayaan asal Sumut, yaitu Parmalim dan Ugamo Bangso Batak (UBB) di Medan dan Kabupaten Deli Serdang.


Hasil dari kegiatan tersebut ditemukan bahwa 2 komunitas ini mengalami berbagai permasalahan yang dikelompokkan ke dalam 3 bentuk yaitu: Hak-hak dasar (administrasi kependudukan, Pendidikan dan Pekerjaan), kebijakan publik dan penerimaan sosial. 


Dari 48 responden (KK), 150 jiwa ditemukan permasalahan. Pertama, tidak sinkronnya penulisan identitas agama di KK, KTP dan Akte Nikah, pemaksaan untuk memilih agama yang ‘diakui’ oleh negara. Kedua, tidak adanya pelajaran agama parmalim dan ugamo bangso batak di sekolah, sehingga diharuskan memilih pelajaran agama yang ‘diakui’, tidak mendapatkan izin untuk beribadah di hari sabtu. Ketiga, sulitnya mendapatkan pekerjaan karena sering dipertanyakan masalah identitas agamanya, beberapa ada yang memilih keluar dari pekerjaan karena tidak mendapatkan izin beribadah pada hari sabtu. Keempat, tidak bisa bergabung di STM lingkungan karena identitas sebagai parmalim. Kelima, banyaknya kepala lingkungan yang tidak paham tentang kebijakan pengosongan kolom agama di KTP sehingga memaksa kelompok parmalim dan ugamo bangso batak untuk memilih salah satu dari 6 agama yang ‘diakui’.


Pemaparan di atas disampaikan oleh Ferry Wira Padang, selaku Direktur ASB, dalam seminar/dialog publik yang diselenggarakan oleh ASB, Satu Nama (Yogyakarta) dan Kementrian PMK RI, kemarin sore, Kamis (2/7/2015), di Hotel Grand Antares, jalan SM Raja Medan.


Selain, Wira, ada Veryanto Sitohang, aktfis dan Pendiri ASB, yang juga mantan Ketua KPU Kab. Dairi, Arpian Saragih, S.Sos, MSi., Kepala Bidang Informasi Pengendalian Penduduk Disdukcapil Kota Medan dan Sarma Hutajulu, SH., anggota DPRDSU dari Fraksi PDIP, yang menjadi nara sumber dalam dialog tersebut, serta Helena Sihotang selaku Moderator.


Veryanto pada inti paparannya menyatakan bahwa dari perspektif HAM, negara harus hadir dalam pemenuhan hak-hak warga negara terkhsusus penganut agama leluhur dan agama minoritas. Saat ini, katanya, UU No.23/2006 tentang Administrasi Kependudukan tidak menjadi solusi atas persoalan penulisan dalam kolom agama di KTP. Ketika kolom tersebut dikosongkan, maka si pemegang KTP malah sering dituduh sebagai komunis, sipele begu, atau penyembah berhala. Hal ini kemudian menjadi penghalang apabila yang bersangkutan mendaftar sebagai prajurit TNI Polri atau perusahaan swasta tertentu.


“Negara pada prinsipnya mengakui keberadaan para penghayat aliran kepercayaan ini, namun pelaksanaannya di tingkat dasar, seperti Staf Disdukcapil dan RT/RW, sering tidak mengaplikasikan kebijakan pemerintah pusat tersebut,” ujar Veryanto.


Menanggapi pernyataan tersebut, Arpian Saragih dari Disdukcapil kota Medan, mengelak bahwa staf Disdukcapil tidak mengetahui aturan yang sudah digariskan pemerintah pusat tersebut. 


“Perihal pengosongan kolom agama pada KTP, itu sepenuhnya amanah UU. Petugas memang diperintahkan untuk mengosongkan kolom tersebut oleh UU. Untuk merubah hal tersebut, tentunya tidak cocok dengan menggedor Disdukcapil, hendaknya hal ini diperjuangkan melalui lembaga yang punya wewenang membuat UU, seperti DPR RI atau uji materil melalui MK,” ujar Arpian.


Menurut Sarma Hutajulu, persoalan ini muncul karena negara menyatakan memberikan kebebasan pada warga negara untuk menganut agama dan kepercayaan, namun kemudian pemerintah menerbitkan aturan yang mengkerangkeng kebebasan tersebut. Hal ini terlihat dari dibatasinya hanya ada 6 agama resmi, sehingga aliran kepercayaan, seperti Parmalim, masih diurus oleh Kementrian Pariwisata, bukan Kementrian Agama, sehingga rentan atas diskriminasi. 


“Kami ingatkan, jangan sampai ada lagi petugas pencatatan sipil yang membujuk penganut Parmalim atau UBB untuk mengisi “Kristen” di kolom agama di KTP-nya, sebab itu adalah pelanggaran pidana, pemberian keterangan palsu pada akta yang otentik. Lebih baik dikosongkan atau ditulis aliran kepercayaan,” ujar Sarma.


Dalam dialog tersebut, Arnold Purba, selaku perwakilan dari UBB, yang tinggal di daerah Belawan, mengungkapkan bahwa walaupun negara sudah mengakui keberadaan mereka, namun instansi di bawah seringkali tidak demikian. Arnold menceritakan bahwa anaknya, ranking 3 dari 365 peserta yang lulus Jasmani saat penerimaan prajurit di Angkatan Laut, di Belawan. Namun kemudian kalah saat ujian Mental Ideologi, karena mengakui dirinya sebagai penganut UBB. 


Arnold meminta supaya kolom isian pada situs pendaftaran online di penerimaan PNS, TNI dan Polri serta BUMN tidak dibatasi hanya pada 6 agama saja. “Sebab pada KTP kami, kolom tersebut dikosongkan. Pada waktunya nanti, saat verifikasi, anak kami akan kalah karena perbedaan yang tercantum di situs online dan di berkas asli,” kata Purba.


Lambok Manurung, yang mewakili Parmalim, dalam kesempatan itu berharap supaya keberadaan mereka diakui dan diurus oleh Kementrian Agama, bukan Kementrian Pariwisata seperti sekarang ini.


Dialog bernas dalam semangat kebersamaan ini diikuti seratusan peserta yang berasal dari berbagai organisasi antara lain: Penganut agama leluhur/aliran kepercayaan Ugamo Bangso Batak (UBB), penganut Parmalim, penganut Konghucu, pengikut Ahmadiyah, aktifis GMKI, IKOHI SU, Pusham Unimed, Unika, Bakumsu, Cangkang Queen, Tunas Naimbaru, dan Kepala Lingkungan (tempat tinggal Parmalim dan Ugamo Bangso Batak).


(sam)

http://utamanews.com/mobile/?open=co...2#.VZf0MXo-YtA

Miris sekali, sudah saatnya agama asli diakui supaya bangsa ini nggak kehilangan jati diri yang sesungguhnya
0
13.3K
78
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan