- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Grab It! UGM Tawarkan Beasiswa Riset Penyakit Tropis dari WHO


TS
galenix
Grab It! UGM Tawarkan Beasiswa Riset Penyakit Tropis dari WHO
Kali ada agan yg membutuhkan, ane dapet nemu artikelnya tadi dari det*k.com
Quote:
Yogyakarta, Di negara berkembang, masalah kesehatan masih erat kaitannya dengan kemiskinan. Oleh karena itu, Badan Kesehatan Dunia atau WHO merasa pengentasan kemiskinan harus dimulai dari upaya untuk meningkatkan kapasitas negara miskin dan berkembang untuk memberantas penyakit tertentu.
Indonesia, khususnya Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, baru-baru ini terpilih sebagai satu dari hanya tujuh negara di dunia yang ditunjuk mengelola program beasiswa internasional untuk mahasiswa S2 dan S3 dari WHO. Beasiswa ini bertajuk WHO-TDR (Special Programme for Research and Training in Tropical Disease).
Mengapa harus penyakit tropis? "WHO menganggap penyakit tropis itu terkait dengan kemiskinan. Jadi kalau agenda besarnya memberantas kemiskinan maka diperlukan pembangunan kapasitas di negara-negara yang memang berhadapan dengan penyakit tropis itu sendiri," terang Koordinator Pusat Pelatihan Regional untuk Riset Kesehatan WHO-TDR yang juga ketua program, dr Yodi Mahendradhata, MSc, PhD.
Ia mencontohkan Indonesia yang tergolong sebagai negara berkembang. Selain miskin, Indonesia juga masih dihadapkan pada sejumlah penyakit tropis seperti malaria, demam berdarah dan TBC.
"Ini sebenarnya bukan program baru, hanya saja dulu beasiswanya berada di WHO, jadi mahasiswa itu harus apply ke Jenewa. Sekarang modelnya desentralisasi. Mereka merasa model ini akan lebih efektif kalau dikelola oleh negara-negara yang berhadapan langsung dengan penyakit tropis," urainya kepada wartawan di Fakultas Kedokteran UGM, Kamis (11/6/2015).
Selain Fakultas Kedokteran UGM, enam universitas lain yang dipilih oleh WHO untuk mengelola program ini di antaranya:
1. James P Grant School of Public Health, BRAC University, Bangladesh
2. Universidad de Antioquia, National School of Public Health, Kolombia
3. University of Ghana, School of Public Health, Ghana
4. American University of Beirut, Faculty of Health Sciences, Lebanon
5. University of Witwatersrand, School of Public Health, Afrika Selatan
6. University of Zambia, Department of Public Health, Zambia
Ditemui dalam kesempatan yang sama, penanggung jawab program Prof dr Adi Utarini, MPH, MSc, PhD memaparkan awalnya WHO-TDR menawarkan kepada sejumlah universitas di negara-negara dengan penghasilan menengah dan rendah (low and middle income countries) untuk mengajukan proposal.
"Ada 50 universitas yang apply ke WHO-TDR. Setelah diseleksi, ternyata kami yang dapat kunjungan pada awal Mei lalu. Dari situ kami dinyatakan berhak menjadi pengelola beasiswa ini," terangnya.
WHO melihat ketujuh negara tersebut, termasuk Indonesia, telah memiliki kapasitas yang memadai untuk mengelola program tersebut. "Apalagi kami juga sudah memiliki Pusat Kedokteran Tropis yang sudah berdiri sejak 1990an, dan ini merupakan salah satu andalan dari FK UGM," imbuhnya.
Baca juga: Wolbachia, si Bakteri yang Bisa Lumpuhkan Virus Demam Berdarah
dr Utarini menjelaskan program ini sudah mulai digembar-gemborkan sejak pekan lalu, tepatnya tanggal 8 Juni 2015. Namun pendaftaran baru akan dibuka mulai tanggal 15 Juni-31 Juli mendatang.
"Setiap applicant akan mengirimkan berkas-berkas, lalu kami membentuk tim seleksi yang akan melakukan interview, bisa lewat telepon atau Skype dan kami seleksi. Nanti kandidatnya akan diputuskan bersama oleh tim dari FK UGM dan WHO-TDR," katanya.
Untuk tahap awal, program ini akan berlangsung selama empat tahun, dengan target 16 mahasiswa S2/tahun, dan 5 mahasiswa S3/tahun. Diharapkan dalam kurun empat tahun tersebut, jumlah mahasiswa yang bisa diberdayakan lewat program ini bisa mencapai 50 orang.
"Jadi ini untuk mahasiswa asing dan Indonesia. Tapi karena sistemnya kawasan, mahasiswa akan enroll di salah satu universitas yang terdekat. Misal mahasiswa dari Asia Tenggara dan kawasan Pasifik hanya bisa mendaftar di UGM atau yang di Bangladesh, sedangkan mahasiswa di sekitaran Afrika bisa mendaftar di unit-unit yang ada di Afrika," jelas dr Utarini lagi.
Untuk memperluas penerimaan beasiswa ini, Fakultas Kedokteran UGM juga akan mencoba berkolaborasi dengan LPDP (Lembaga Pengeloa Dana Pendidikan) dan DIKTI, dengan harapan mahasiswa dari Indonesia tetap bisa mengambil program ini meskipun ia mendapatkan beasiswa yang berbeda.
"Applicant-nya tidak harus dokter kok, karena riset kesehatan itu kan multidisiplin jadi siapapun bisa," pungkasnya. Berminat?
sumber
Indonesia, khususnya Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, baru-baru ini terpilih sebagai satu dari hanya tujuh negara di dunia yang ditunjuk mengelola program beasiswa internasional untuk mahasiswa S2 dan S3 dari WHO. Beasiswa ini bertajuk WHO-TDR (Special Programme for Research and Training in Tropical Disease).
Mengapa harus penyakit tropis? "WHO menganggap penyakit tropis itu terkait dengan kemiskinan. Jadi kalau agenda besarnya memberantas kemiskinan maka diperlukan pembangunan kapasitas di negara-negara yang memang berhadapan dengan penyakit tropis itu sendiri," terang Koordinator Pusat Pelatihan Regional untuk Riset Kesehatan WHO-TDR yang juga ketua program, dr Yodi Mahendradhata, MSc, PhD.
Ia mencontohkan Indonesia yang tergolong sebagai negara berkembang. Selain miskin, Indonesia juga masih dihadapkan pada sejumlah penyakit tropis seperti malaria, demam berdarah dan TBC.
"Ini sebenarnya bukan program baru, hanya saja dulu beasiswanya berada di WHO, jadi mahasiswa itu harus apply ke Jenewa. Sekarang modelnya desentralisasi. Mereka merasa model ini akan lebih efektif kalau dikelola oleh negara-negara yang berhadapan langsung dengan penyakit tropis," urainya kepada wartawan di Fakultas Kedokteran UGM, Kamis (11/6/2015).
Selain Fakultas Kedokteran UGM, enam universitas lain yang dipilih oleh WHO untuk mengelola program ini di antaranya:
1. James P Grant School of Public Health, BRAC University, Bangladesh
2. Universidad de Antioquia, National School of Public Health, Kolombia
3. University of Ghana, School of Public Health, Ghana
4. American University of Beirut, Faculty of Health Sciences, Lebanon
5. University of Witwatersrand, School of Public Health, Afrika Selatan
6. University of Zambia, Department of Public Health, Zambia
Ditemui dalam kesempatan yang sama, penanggung jawab program Prof dr Adi Utarini, MPH, MSc, PhD memaparkan awalnya WHO-TDR menawarkan kepada sejumlah universitas di negara-negara dengan penghasilan menengah dan rendah (low and middle income countries) untuk mengajukan proposal.
"Ada 50 universitas yang apply ke WHO-TDR. Setelah diseleksi, ternyata kami yang dapat kunjungan pada awal Mei lalu. Dari situ kami dinyatakan berhak menjadi pengelola beasiswa ini," terangnya.
WHO melihat ketujuh negara tersebut, termasuk Indonesia, telah memiliki kapasitas yang memadai untuk mengelola program tersebut. "Apalagi kami juga sudah memiliki Pusat Kedokteran Tropis yang sudah berdiri sejak 1990an, dan ini merupakan salah satu andalan dari FK UGM," imbuhnya.
Baca juga: Wolbachia, si Bakteri yang Bisa Lumpuhkan Virus Demam Berdarah
dr Utarini menjelaskan program ini sudah mulai digembar-gemborkan sejak pekan lalu, tepatnya tanggal 8 Juni 2015. Namun pendaftaran baru akan dibuka mulai tanggal 15 Juni-31 Juli mendatang.
"Setiap applicant akan mengirimkan berkas-berkas, lalu kami membentuk tim seleksi yang akan melakukan interview, bisa lewat telepon atau Skype dan kami seleksi. Nanti kandidatnya akan diputuskan bersama oleh tim dari FK UGM dan WHO-TDR," katanya.
Untuk tahap awal, program ini akan berlangsung selama empat tahun, dengan target 16 mahasiswa S2/tahun, dan 5 mahasiswa S3/tahun. Diharapkan dalam kurun empat tahun tersebut, jumlah mahasiswa yang bisa diberdayakan lewat program ini bisa mencapai 50 orang.
"Jadi ini untuk mahasiswa asing dan Indonesia. Tapi karena sistemnya kawasan, mahasiswa akan enroll di salah satu universitas yang terdekat. Misal mahasiswa dari Asia Tenggara dan kawasan Pasifik hanya bisa mendaftar di UGM atau yang di Bangladesh, sedangkan mahasiswa di sekitaran Afrika bisa mendaftar di unit-unit yang ada di Afrika," jelas dr Utarini lagi.
Untuk memperluas penerimaan beasiswa ini, Fakultas Kedokteran UGM juga akan mencoba berkolaborasi dengan LPDP (Lembaga Pengeloa Dana Pendidikan) dan DIKTI, dengan harapan mahasiswa dari Indonesia tetap bisa mengambil program ini meskipun ia mendapatkan beasiswa yang berbeda.
"Applicant-nya tidak harus dokter kok, karena riset kesehatan itu kan multidisiplin jadi siapapun bisa," pungkasnya. Berminat?
sumber
Spoiler for "Artikel Bermutu lainnya":
0
1.3K
Kutip
6
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan